Hal-hal yang Mempengaruhi Pertumbuhan Mikroorganisme yang Merugikan pada Rongga Mulut
Pendahuluan
Saliva adalah
campuran dari cairan yang disekresi oleh tiga kelenjar ludah mayor, yaitu
glandula parotis, submandibula dan sublingual, dengan kontribusi sedikit dari
kelenjar minor di dalam rongga mulut. Kelenjar ludah manusia biasanya
mengeluarkan 0,5-1 liter saliva per hari dalam merespon rangsangan simpatis dan
parasimpatis (Melvin dkk., 2005).
Saliva
berperan penting dalam menjaga homeostasis dalam rongga mulut (Dodds dkk.,
2005; Sreebny, 2000). Mekanisme perlindungan saliva melibatkan lubrikasi dan
debridement dari rongga mulut. saliva memfasilitasi pencernaan awal, penelanan
dan berbicara. Peran saliva dalam pencegahan karies dental dan pencegahan
infeksi rongga mulut sangat penting. Selain itu, buffer saliva
mengandung berbagai zat antibakteri seperti lisozim, laktoferin,
laktoperoksidase dan sekretori IgA (Dodds dkk., 2005; Sreebny, 2000).
Pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh
macam-macam faktor lingkungan, di antaranya adalah ketersediaan nutrisi, kelembaban,
suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan barometrik dan komposisi atmosfer.
(Engelkirk dan Engelkirk, 2011)
Laporan
Kasus
Seorang pasien wanita usia 75 tahun datang
ke klinik RSGM dengan keluhan utama rasa tidak enak (bad taste) dalam
rongga mulutnya meskipun pasien telah menyikat gigi dan menyikat GTL (Gigi
Tiruan Lengkap) Rahang Atas menggunakan sikat gigi yang lembut serta pasta gigi
berfluoride. Pasien telah menggunakan GTL tersebut sejak 25 tahun yang lalu
tanpa ada keluhan. Pasien menceritakan bahwa timbulnya rasa tidak enak tersebut
sejak 3 minggu yang lalu dan selalu muncul setiap saat. Pasien belum pernah
mengalami hal seperti ini sebelumnya. Riwayat medis diketahui bahwa pasien
menderita hipertensi, diabetes, kegelisahan (anxiety) dan osteoarthritis
dengan pengobatan yang telah diberikan berupa hydrochlorothiazide,
amitriptyline, metformin hydrochloride dan aspirin. Sekitar 1 bulan yang lalu
pasien dirawat dengan pengobatan antibiotik karena infeksi respiratori bagian
atas. Pasien juga memiliki riwayat merokok dengan konsumsi 40
pak per tahun.
Pembahasan
·
Hipertensi (hydrochlorothiazide)
Diuretik menurunkan
tekanan darah dengan menurunkan penyimpanan sodium dalam tubuh. Diuretik meningkatkan jumlah urin dengan meningkatkan produksi urin (Burt dkk., 1995). Efek
diuretik pada ekskresi sodium dan air juga bisa berdampak pada laju aliran dan komposisi
elektrolit saliva. Perubahan pada aliran saliva berupa
penurunan jumlah saliva (hiposalivasi) yang dapat menyebabkan mulut kering
(Silverman dkk., 2002). Hiposalivasi dapat meningkatkan akumulasi plak
dan meningkatkan risiko karies, inflamasi gingiva dan infeksi mukosa. Akumulasi
plak dapat meningkatkan jumlah mikrorganisme dalam saliva ketika tingkat
sekresi saliva tersebut rendah. Dengan meningkatnya ketebalan plak, biasanya
ada peningkatan secara simultan dalam proporsi bakteri Gram-negatif anaerob
(Wikner dan Soder, 1994), juga terdapat peningkatan mikroorganisme asidurik.
Agen
antibakteri juga berkurang ketika terjadi penurunan sekresi saliva (Grahn dkk.,
1988; Rudney dkk, 1991). Hai ini dapat diikuti dengan peningkatan spesies
mikroba yang berhubungan dengan infeksi oportunistik.
·
Diabetes
Tanda-tanda dan gejala pada mulut yang
lebih sering teramati pada pasien diabetes baik yang terkontrol maupun tidak di
antaranya dalah hiposalivasi yang diikuti oleh halitosis, gingivitis, dan
periodontitis. Kemudian perubahan rasa, aphtous stomatitis adalah keadaan umum
pada pasien dengan diabetes yang tidak terkontrol, sedangkan rasa mulut
terbakar (burning mouth sensation) pada
pasien dengan diabetes yang terkontrol.
Hiposalivasi adalah gejala yang paling umum
terjadi pada diabetes yang terkontrol maupun tidak dan kemungkinan berhubungan
dengan poliuria dan penggantingan fungsi jaringan oleh jaringan adipose pada
kelenjar saliva mayor, mengurangi kualitatif dan kuantitatif produksi air liur
dan menyebabkan gejala burning mouth.
Ketika produksi air liur berkurang, jamur seperti Candida albicans dan spesies lain dapat meningkat dalam rongga
mulut (Shrimali, et al. 2011)
Dalam suatu penelitian, ditemukan bahwa
peningkatan glukosa dalam air liur mendorong perlekatan yang lebih besar dari
jamur ke sel epitel, yang juga mengganggu
mekanisme pertahanan neutrofil memfasilitasi kemungkinan kandidiasis
dengan adanya factor predisposisi lokal (Shrimali, et
al. 2011)
Penurunan fungsi imunitas rongga mulut pada penderita diabetes mellitus
ditandai dengan adanya periodontitis sebagai salah satu bentuk komplikasinya.
Hasil penelitian yang dilakukan pada sel netrofil penderita DM menunjukkan
adanya peningkatan ekspresi calprotectin mRNA pada MRP-14 namun tidak diikuti oleh MRP-8. Berkurangnya
produksi calprotectin intraseluler
khususnya dalam netrofil akan berakibat
fungsi netrofil dalam menetralisir bakteri akan mengalami penurunan (Syaify,2009).
·
Amitriptyline
Salah satu efek samping dari konsumsi obat antikolinergik (amitriptyline) adalah menyebabkan
mulut kering (Tune, 2001). Mulut kering mudah mengalami iritasi
dan infeksi. Keadaan ini disebabkan oleh karena tidak adanya daya lubrikasi
infeksi dan proteksi dari saliva (Amerongan, 1991; Kidd dan Bechal, 1992). Kekeringan
pada mulut menyebabkan fungsi pembersih dari saliva berkurang, sehingga terjadi
radang yang kronis dari selaput lendir yang disertai keluhan mulut terasa
seperti terbakar (Wall, 1990). Susunan mikroflora mulut mengalami perubahan,
dimana mikro organisme kariogenik seperti streptokokus mutans, laktobacillus
den candida meningkat. Selain. itu, fungsi bakteriostase dari saliva berkurang.
Akibatnya pasien yang menderita mulut kering akan mengalami peningkatan proses
karies gigi, infeksi candida dan gingivitis (Amerongan,1991; Kidd dan
Bechai,1992; Sonis dkk,1995).
·
Aspirin
Obat-obatan yang dominan dapat menyebabkan
terjadinya xerostomia, yaitu antidiuterik kolinergik, antihistamin,
antidepresan. Salah satu obat-obatan yang dapat menyebabkan mulut kering yaitu,
aspirin. Saliva berfungsi sebagai self-cleasing, remineralisasi, serta pelumas.
Jika surah saliva yang berkurang, beberapa penyakit mulut dapat berkembang,
seperti karies, penyakit periodontal, kandidiasis, mukositis oral, erosi
enamel, halitosis bahkan osteonekrosis. Mulut kering juga dapat menyebabkan
kesulitan dalam berbicara, mengunyah dan menelan (DDPA
et al, 2010).
·
ISPA
Secara umum penyebab dari infeksi saluran
napas adalah berbagai mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus
dan bakteri. Infeksi saluran napas dapat terjadi sepanjang tahun, meskipun beberapa
infeksi lebih mudah terjadi pada musim hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi
penyebaran infeksi saluran napas antara lain faktor lingkungan, perilaku
masyarakat yang kurang baik terhadap kesehatan diri maupun publik, serta
rendahnya gizi (Depkes, 2005).Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut
terdapat pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut,
meskipun sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu
penyebabnya adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotika
terutama untuk mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang
sebetulnya tidak bisa dicegah (Gonzales, 1997). Dampak dari semua ini adalah
meningkatnya resistensi bakteri maupun peningkatan efek samping yang tidak
diinginkan (Depkes, 2005).
Penggunaan
antibiotik akan menekan jumlah bakteri normal rongga mulut sehingga mengganggu
keseimbangan mikroba nornal rongga mulut. Pertumbuhan bakteri akan terhambat
dan pertumbuhan jamur (kandida) akan meningkat. Pemilihan antibiotik pada
infeksi saluran napas disesuaikan dengan etiologi infeksi oleh bakteri. Dari
beberapa penelusuran pustaka, antibiotik yang selama ini banyak digunakan untuk
infeksi saluran napas adalah penisilin, eritromicin, dan ciprofloxasin.
Beberapa antibiotik tersebut seperti penisilin dan eritromisin bekerja banyak
pada bakteri gram positif (stafilokokus dan streptokokus) dan beberapa bakteri
gram negatif.
Beberapa
penelitian menyebutkan terdapat hubungan terjadinya infeksi kandida pada rongga
mulut akibat konsumsi antibiotik. Dalam penelitian Karen dan James, Arley
Silva, dan Fukushima, penggunaan antibiotik dan obat steroid dapat
mengakibatkan infeksi kandidiasis oral seperti median rhomboig glositis, dan
kandidiasis pseudomembranous.
·
Rokok
Merokok dapat menyebabkan penurunan Eh dan
dapat mengakibatkan peningkatan bakteri plak yang anaerobik. Hipotesisi ini
telah diuji Kenney et al (1995) yang
melaporkan bahwa terjadi penurunan nilai potensial reduksi-oksidasi yang
bermakna, baik pada regio gingiva molar pertama rahang atas maupun pada dasar
mulut antara orang perokok dan merokok. Efek penurunan tersebut dapat mendorong
pertumbuhan mikroorganisme yang bersifat
anaerobic. Bastian dan Waite (1978) melaporkan jumlah proporsi bakteri
pewarnaan gram pada perkembangan plak di 10 perokok dan 10 bukan perokok.
Dilaporkan bahwa pada hari ke 3 tahap awal pembentukan plak, pada kelompok
perokok terdapat peningkatan presentase bakteri gram positif terhadap bakteri
gram negatif yang bermakna secaraa statistik dibandingkan kelompok bukan
perokok
Rongga mulut sangat mudah terpapar efek
yang merugikan akibat merokok. mulut merupakan tempat awal terjadinya
penyerapan zat zat hasil pembakaran rokok, temperature rokok pada bibir adalah
30derajat celcius, sedangkan ujung rokok yang terbakar bersuhu 900derajat
celcius. asap panas yang berhembus terus menerus ke dalam rongga mulut
merupakan rangsang yang menyebabkan perubahan aliran darah dan mengurangi
sekresi saliva. akuibatnya rongga mulut menjadi kering dan lebih anaerob,
sehingga memberikan lingkungan yang sesuai untuk tumbuhnya bakteri anaerob
dalam plak. dengan sendirinya perokok beresiko lebih besar terinfeksi bakteri
penyebab penyakit periodontal dibandingkan dengan mereka yang bukan perokok.
Tar dalam asap rokok juga memperbesar peluang terjadinya gingivitis, karena tar
dapat diendapkan pada permukaan gigi dan akar gigi sehingga permukaan ini
menjadi kasar dan mempermudah perlekatan plak.
Daftar Pustaka
Ahmad Syaify,
Marstyawan, Sudibyo, dan Suryono. 2009. Calprotectin mRNA (MRP8/MRP14)
expression in neutrophils of Periodontitis patients with type 2 diabetes
mellitus.Dental Journal ;42:130-133
Amerongan, A.V.N. 1991.
Ludah dan Kelenjar Ludah. Arti Bagi Kesehatan Gigi. Alih bahasa Prof.drg.Rafiah Abyono. Ed. Ke-1.
Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 2-6, 194-211, 246-250.
Burt
VL, Whelton P, Roccella EJ, Brown C, Cutler JA, HigginsM, Horan MJ, Labarthe D.
1995. Prevalence of hypertension in the US adult population. Results from the
Third National Health and Nutrition Examination Survey, 1988-1991. Hypertension 25:305-313.
Delta Dental Plans
Association (DDPA), Borgnakke, W.S.,
Taylor, G.W., Anderson, P.F., Shannon, M.C., 2010, Dry Mouth (Xerostomia):
Diagnose, Causes, Complications and Treatment, Delta Dental.
Depkes, 2005,
Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan, http://binfar.depkes.go.id/dat/lama/1309243343_YANFAR.PC%20INFEKSI_1.pdf, diakses tanggal 1 Mei 2013.
Dodds MW, Johnson DA, Yeh CK. Health benefits of saliva: a
review. J Dent 2005; 33: 223-33.
Engelkirk, G. P. and
Engelkirk, D. J. 2011. Burton's Microbiology for the
Health Sciences9thedition. Lippincott Williams and Wilkins : Philadelphia
Gonzales, R. et al.,
1997, Antibiotics prescribing for adults with colds, upper respiratory tract
infections, and bronchitis by ambulatory care physicians, JAMA, 278:901
Grahn
E, Tenovuo J, Lehtonen O-P, Eerola E, Vilja P (1988). Antimicrobial systems of human whole
saliva in relation to dental caries, cariogenic bacteria, and gingival inflammation in young adults. Acta Odontol Scand
46:67-74.
Kidd E A M, Bechal S J. 1992.Dasar –
Dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya (Alih bahasa : Narlan Sumawinata
dan Saffida Faruk). Jakarta
: EGC.
Marsh
PD. 2000. Oral ecology and its impact on
oral microbial diversity. In: Kuramitsu HK, Ellen RP, eds. Oral Bacterial
Ecology: The Molecular Basis. Wymondham: Horizon Scientific Press. 11–65.
Melvin
JE, Yule D, Shuttleworth T, Begenisich T : Regulation of fluid and electrolyte
secretion in salivary gland acinar cells. Annu Rev Physiol 67 : 445-469, 2005
Rudney
JD, Krig MA, Neuvar EK, Soberay AH, Iverson L (1991). Antimicrobial proteins in human
unstimulated whole saliva in relation to each other, and to measures of health status, dental plaque accumulation and
composition. Arch Oral Biol 36:497-506.
Shrimali L, Astekar M,
and Sowmya GV. 2011. Correlation of oral manifestations in controlled and
uncontrolled diabetes mellitus. International
Journal od Oral and Maxillofacial Pathology. Vol. 2 (4): 24-27.
Silverman, S. Eversole,
L.R. Truelove, E.L. 2002. Essentials of Oral Medicine.
BC Decker Inc: London.
Sonis, S.T; Fazio,R.C;
Fang,L. 1995. Principles and Practice or Oral Medicine Edisi 2. W.B. Saunders Company.
Philadelphia. 4C7, 462, 465-466.
Soroczynska,
J., Barawska, H. Maria, Hukalowicz, K., Markiewicz, R., Lazarczyk, R. The
Content of Microelementss in Human Saliva and Blood. Metal Ions in Biology and Medicine: vol. 8. 2004. Pp. 498-502
Sreebny LM. Saliva in health and disease: an appraisal and
update. Int Dent J 2000; 50: 140-61.
Tune LE. 2001. Anticholinergic Effects of Medication in Elderly Patients. J
Clin Psychiatry; 62: Suppl 21: 11-14.
Wall, I.V.D. 1990.
Sindroma Mulut Terbakar. alih bahasa drg. Lilian Yuwono. Edisi 1. Widya Medika. Jakarta. 42.
Wikner
S, Soder PO (1994). Factors associated with salivary buffering capacity in young adults
in Stockholm, Sweden. Scand J Dent Res 102:50-53.
Comments
Post a Comment