PENGGUNAAN KLINIS SILORANE COMPOSITE RESIN
BAB I
PENDAHULUAN
Kedokteran gigi adhesive telah mengalami evolusi
semenjak awal diperkenalkannya material komposit. Perkembangan yang signifikan
adalah kekuatan, ketahanan pakai, warna dan sistem bonding, namun kasus shrinkage
dan efek integritas marginal nya belum dapat dikembangkan dengan baik. Selama
beberapa tahun, polimerisasi shrinkage
telah menjadi kekurangan yang utama dari material komposit. Terdapat suatu cara
untuk mengurangi shrinkage yaitu
meningkatkan jumlah filler dan
mengurangi jumlah resin methacrylate. Namun, polimerisasi shrinkage terkait
dengan faktor intrinsik resin. Saat curing,
satu molekul resin methacrylate saling bergerak satu sama lain dan berikatan
dengan bahan pengikat untuk membentuk jaringan polimer. Reaksi ini mengarah
kepada terjadinya kontraksi volume yang signifikan (Joshi dan Chitnis, 2008).
Baru-baru ini, Weinmann
dkk. (2005) melaporkan sebuah sistem
monomer baru untuk resin komposit yang disebut dengan “silorane”, yaitu kombinasi siloxane hidrofobik dan cincin-terbuka
oxirane yang memiliki low-shrinkage.
Komposit berbasis silorane memiliki shrinkage
lebih rendah daripada tipe resin berbasis dimethacrylates, karena reaksi curing
epoxide nya, yang melibatkan pembukaan cincin oxirane. Resin komposit baru ini
telah menunjukkan sifat-sifat yang menguntungkan, seperti contohnya low shrinkage (Weinmann dkk., 2005),
kontraksi stress rendah, (Ernst dkk., 2004) penyerapan air rendah dan kelarutan
airnya (Palin dkk., 2005) juga baik dalam polishing. (Furuse dkk., 2008)
BAB II
ISI
II.1 Komposisi
Matriks : Siloksane + Oxirane (Lien, 2010).
Filler : Partikel quartz 0,1-0,2 µm dan radiopaque
yttrium fluoride (Zimmerli, 2010).
Coupling
Agents : Silane (Barcellos dkk, 2012; Naho dkk., 2012).
Initiating
System : Champorquinone, donor elektron, dan garam idonium (Zimmerli, 2010).
II.2 Polimerisasi
Polimerisasi Sistem Ring-Opening
Berbagai macam
monomer cyclic dapat dipolimerisasi dengan sistem
ring-opening polimerisasi (ROP) yang dipengaruhi oleh faktor termodinamik
dan kinetik.
Polimerisasi
ring-opening (ROP) adalah
rantai polimerisasi,
yang terdiri atas rangkaian berikut inisiasi,
propagasi, danterminasi.
Pada tahap propagasi,
hanya monomer yang ditambahkan
pada rantai. Umumnya
ROP berlangsung seperti polimerisasi alami yaitu berat molekul polimer akan bertambah secara
linear dengan konversi dan rasio
monomer untuk inisiator,
dan kopolimer
yang terblok dapat disintesis.
(Odian, 2004)
Polimerisasi
ring-opening menggunakan
reagen nukleofilik sebagai inisiator yang dikategorikan kedalam
ROP anionic. Reagen nukleofilik
yang dapat menginisiasi pada umumnya termasuk golongan organometal,
sedangkan monomer yang mengandung ROP anionic seperti ester, amide, dan karbonat. Kelompok terpolarisasi fungsional pada
monomer cyclic berstruktur X-Y, dimana atom X (biasanya atom karbon). Reaksi
ROP akan dipicu oleh nukleofilik
yang muncul sebagai inisiator terhadap
atom X, sehingga atom Y akan
terlepas.
Kemudian akan terbentuk nukleofilik
yang baru yang akan menyerang
atom X lain di molekul monomer yang berbeda. (Dubois, 2006)
Pada mekanisme
ring-opening polimerisasi (ROP) terdapat dua mekanisme yaitu mekanisme active chain ends (ACE)
yang terletak di akhir rantai makromolekuler pada spesies aktif.
Mekanisme keduaya itu activated monomer (AM),
dimana monomer memiliki bentuk rantai oxonium dan
proses polimerisasi berlangsung dengan pengembangan akhir rantai netral
(Weinmann, 2005).
Banyak penelitian
yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik
resin komposit terus berkembang terutama masalah kontraksi polimerisasi
resin komposit. Perbaikan
dari
resin komposit ini dilakukan dengan mengoptimalkan bahan pengisi sedangkan bahan dasar matriks organiknya tetep sama.
Hampir semua
resin komposit memiliki matriks
resin dimethacrylates seperti Bis-GMA
, TEGDMA, atau UDMA yang umum
digunakan dalam komposit gigi.
Dari perbaikan yang telah
dilakukan,
penyembuhan masalah kontraksi polimerisasi belum dapat dicapai. Strategi utama untuk mengatasi masalah kontraksi polimerisasi difokuskan pada peningkatan bahan
filler, sehingga mengurangi proporsi dari
resin methacrylate. Karena
masalah penyusutan ini disebabkan oleh matriks
resin, semakin rendah proporsi
resin dalam komposit semakin rendah penyusutan
yang terjadi. Oleh karena itu,
dengan mengubah matriks
resin komposit yang telah
ada akan dapat mengatasi masalah kontraksi polimerisasi.
Dalam usaha untuk mengurangi kontraksi polimerisasi,
para peneliti
di bidang kedokteran gigi telah mengembangkan suatu
resin komposit dengan komponen matriks
resin yang berbeda dengan
methacrylate, yaitu resin komposit
berbasis silorane.
Menurut Weinman
et al (2005) menyatakan bahwa silorane merupakan bahan
resin yang berbasis sistem
monomer matriks baru yaitu siloxane dan oxirane
yang memiliki tekanan pengerutan lebih rendah dan warna
yang lebih stabil dibandingkan
resin komposit berbasis
methacrylate. Silorane dihasilkan dari reaksi molekul oxirane dan siloxane,
yang mekanismenya dapat mengurangi
stress dengan cara terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.
Amussen et al (2005) menyatakan
bahwa
resin komposit berbasis silorane memiliki kontraksi polimerisasi
yang rendah disebabkan oleh adanya
monomer oxirane dan silorane
yang saling berikatan kuat.
Weinmann et al (2005) menyatakan
bahwa silorane merupakan bahan
resin berbasis sistem
monomer baru yang sangat
menjanjikan.
Mekanisme untuk mengurangi
stress pada sistem ini diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.
Polimerisasi
Sistem Inisiator
Terdiri
dari camphorquinone, iodonium salt &
donor elektron dan spesies kation reaktif. (Joshi dan Chitnis, 2008). Generasi spesies
radikal untuk kuring metakrilat diproduksi menggunakan dua komponen system yang
terdiri dari camphoroquinone, yang sebenarnya adalah fotoinisiator, dan amina tersier
yang bertanggung jawab atas reaksi transfer hidrogen.
Sistem
ini terurai segera karena paparan cahaya dengan panjang gelombang antara 410
dan 500 nm, menghasilkan spesies radikal untuk memulai proses polimerisasi.
Pengembangan
dari komposit berbasis silorane photoactivated terjadi dengan tiga komponen
sistem inisiasi yang terdiri dari Camphorquinone, iodonium salt dan donor elektron (Weinmann, dkk., 2005).
Salah
satu komponen dari sistem inisiator resin komposit silorane adalah camphorquinone
yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya dari sumber
cahaya konvensional polimerisasi gigi. Silorane
dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting diode (LED)
light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen light curing dengan panjang
gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400 mW/cm2 selama 40
detik. Proses polimerisasi menggunakan light-emitting diode (LED) light curing
unit dengan panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas 500-1000 mW/cm2 selama
40 detik (Ilie, 2006). Camphorquinone terpilih
sebagai fotoinisiator untuk mencocokkan spektrum dari lampu dental yang saat ini
digunakan. Dalam jalur reaksi ini, donor elektron bertindak dalam proses redoks
dan mengurai iodonium salt menjadi kation
asam yang memulai proses polimerisasi ring opening. Hal ini bermanfaat untuk menggunakan
non-koordinatif kontra-anion A-seperti SbF6- Atau B [(C6F5) 4] – untuk meningkatkan
reaktivitas. Sistem 3-komponen memberikan keseimbangan optimal antara reaktivitas
polimerisasi tinggi dan stabilitas cahaya.(Weinmann, dkk., 2005)
Salah
satu komponen dari sistem inisiator resin komposit silorane adalah camphorquinone
yang dapat mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya dari sumber
cahaya konvensional polimerisasi gigi. Silorane
dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting
diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen
light curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400
mW/cm 2 selama
40 detik. Proses polimerisasi menggunakan light-emitting diode (LED) light
curing unit dengan panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas 500-1000
mW/cm2 selama
40 detik. (Siswandi dan Iskandar, 1999)
II.3 Keuntungan
Resin
komposit silorane memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
a. Komposit
pertama yang mengalami penyusutan kurang dari 1%
b. Kuat
dan tahan lama
c. Penyerapan
air rendah yang mengacu kepada penurunan perubahan warna ekstrinsik
d. Radiopaque
e. Stabilitas
sinar operator sampai 9 menit
f. Mudah
digunakan, tidak lengket & memiliki kemampuan untuk mempertahankan bentuk
g. Memiliki
dedikasi untuk self-etch adhesive
dengan kekuatan bonding yang sangat bagus
h. Integritas
marginal yang sangat bagus.
(Joshi
dan Chitnis, 2008)
II.4 Indikasi
Sistem
restorasi posterior low shrinkage,
merupakan restorasi gigi posterior dengan sistem direct. Dapat digunakan pada restorasi Kelas I dan Kelas II. Sistem
ini dapat digunakan bersama dengan semen ionomer kaca atau SIK modifikasi resin
sebagai liner kavitas atau basis (Joshi
dan Chitnis, 2008).
II.5 Prosedur Klinik
Peosedur
ini menggunakan low-shrinking Filtek Silorane composite dan Silorane System
Adhesive. Untuk mendapatkan kekuatan optimal, maka light cure pada self-etch Primer
dan Silorane System Aadhesive Bond.
a. Preparasi
kavitas
b. Pilih
warna. Efek chameleon dapat
memudahkan mencocokan warna terhadap email.
c. Aplikasi
Silorane Self Etch Primer. Biarkan primer didalam kavitas selama 15 detik.
d. Light
cure 10 detik setelah mengeringkan dengan udara bebas minyak.
e. Bahan
thixotropic menjadikan aplikasi lebih tepat pada Silorane Bond.
f. Light
cure selama 10 detik setelah mencampur Silorane Bond menjadi film homogen
dengan udara bebas minyak.
g. Inisial
adaptasi yang bagus mempengaruhi kemudahan meletakan tambahan bahan pada
kavitas.
h. Penggunaan
yang tidak lengket dan kemampuan dalam mempertahankan bentuk yanhg bagus
memudahkan kita untuk membentuk kontak yang kuat dan membentuk bentuk oklusal
yang alami.
i. Light
cure selama 20 detik (LED, intensitas 1000-1500 mW/cm2 atau halogen
500-1400 mW/cm2). Kedalaman curing: 2,5mm.
j. Permukaan
dibebaskan dari kelebihan lapisan agar mudah dan cepat di polish.
k. Tumpatan
komposit silorane yang kuat dan tahan lama juga dapat mengembalikan fungsi
alami gigi. Tampakan alami yang estetik yang didapatkan hanya dengan teknik
single-shade.
(Filtek™
Silorane, 3M ESPE Dental Products)
II.6 Contoh Produk
Kemajuan
terkini pada komposit meliputi perkembangan “shrink-free” dari resin komposit.
Komposit silorane mempunyai shrinkage yang rendah (<1%) dan biokompabilitas
yang baik, dan sifat mekanisnya sebanding dengan resin methacrylate-based
konvensional. Pengkerutan yang rendah pada polimerisasi menjamin adaptasi
marginal yang baik. (Devlin, 2006) dan juga dapat mencegah terjadinya karies
sekunder. (Geissberger, 2010)
Komposit
jenis ini direkomendasikan hanya untuk gigi posterior sebab sifat opak yang
rendah, dan pilihan warna yang tebatas. (Geissberger, 2010)
Komposit
silorane membutuhkan spesial bonding dan coupling agents untuk dapat terjadinya
copolimerisasi antara bonding agent dan matrix resin, dan juga antara silanized
reinforcing glass filler dan matrix resin. (Ratner,2013)
Filtek™ Silorane Low Shrink
Posterior Restorative dan Silorane System Adhesive Self-Etch Primer dan Bond
merupakan sistem yang lengkap untuk restorasi direct Kelas I dan II gigi
posterior.
Filtek Silorane menawarkan 4
radiopaque shades (A2, A3, B2, C2) dengan satu opasitas. Restorasi ini berbasis
resin baru dalam struktur kimiawinya—teknologi Silorane—yang memiliki shrinkage
paling rendah. Penurunan shrinkage mengarah pada mengurangan stress
polimerisasi.
II.7 Sifat Fisik
Kekerasan
Kekerasan
suatu material restoratif merupakan penanda duktilitas dan kemampuan material
tersebut untuk dipoles serta seringkali digunakan untuk memprediksi wear resistancenya. Studi ini
menunjukkan bahwa komposit berbasis silorane, Filtek LS, memiliki surface microhardness yang lebih rendah
daripada kompomer, Dyract eXtra maupun micro-hybrid,
Esthet-X. Perbedaan pada nilai Knoop
hardness antara Filtek LS dan komposit yang berbasis metakrilat dapat
dihubungkan dengan penurunan jumlah filler berbanding volume (55%) pada
komposit berbasis silorane. Pada studi sebelumnya, peningkatan konten partikel
inorganik dan peningkatan derajat konversi pada komposit bebasis metakrilat
dapat menghasilkan surface hardness
yang lebih tinggi, meskipun meningkatkan derajat konversi dapat berakibat pada volumetric shrinkage yang lebih tinggi
dengan tekanan kontraksi yang lebih tinggi pula. Selanjutnya, tipe, struktur
kimia, morfologi dan ukuran filler dapat memengaruhi kekerasan suatu material.
Terlepas dari jumlah filler berbanding volume yang paling rendah dibandingkan
lima komposit berbasis metakrilat, komposit berbasis silorane menunjukkan volumetric shrinkage yang paling rendah
karena reaksi photo-cationic,
terbukanya cincin molekul oxirane dan
siloxane yang mengakibatkan jaringan cross-linking polymer meluas. Akan
tetapi, bagaimana derajat konversi dari polimer berbasis silorane memengaruhi surface hardness, shrinkage polimerisasi dan tekanan kontraksi masih belum
diketahui. (Vandewalle ,2010)
Diskolorisasi
Struktur
siloxane digunakan untuk memberikan sifat hidrofobik yang menyebabkan
berkurangnya diskolorisasi eksternal dan absorbsi air (Illie et al, 2007).
Aromi et al (2012) melakukan penelitian untuk mengetahui perbedaan stabilitas
warna antara resin komposit berbasis silorane dan resin komposit berbasis
metakrilat. Kedua macam resin tersebut direndam di dalam larutan berwarna yaitu
kopi, wine merah, porcine esterase dan air suling selama 7 hari. Dari hasil
yang didapat, terlihat bahwa resin komposit berbasis silorane yang direndam di
dalam kopi dan wine merah memiliki perubahan warna yang lebih rendah dibanding
dengan resin komposit berbasis metakrilat. Sedangkan resin komposit yang
direndam dalam larutan pornice liver esterase dan air suling tidak menunjukkan
perbedaan yang signifikan diantara resin komposit berbasis silorane dan
metakrilat. Pada kesimpulannya, resin komposit berbasis silorane menunjukkan
stabilitas warna yang lebih baik dibandingkan resin komposit berbasis
metakrilat (aromi et al, 2012). Furuse et al (2008) juga dalam penelitiannya
menyatakan bahwa silorane memiliki kestabilan warna yang lebih baik dan hanya
sedikit mengalami perubahan warna setelah pemakaian yang lama.
Kekasaran
Permukaan
Pada
penelitian yang lain ditemukan pula bahwa resin komposit berbasis silorane
memiliki polishability yang lebih
baik dibandingkan dengan resin komposit hibrid. Namun, baik pada resin komposit
berbasis silorane maupun resin komposit berbasis hibrid memiliki kekasaran
permukaan yang hampir sama (Jamini et al, 2011).
Shrinkage
Resin
komposit silorane memiliki shringkage atau penyusutan yang rendah (<1%),
biokompatibilitas yang baik. Sifat shrinkage yang rendah pada polimerisasi
sangat baik untuk adaptasi tepi resin. (Devlin, Hugh. 2006)
Kekuatan
fisik
Struktur
siloxane digunakan untuk memberikan sifat hidrofobik (Illie et al,
2007). Sifat ini sangat penting pada bahan restorasi karena penyerapan air yang
terlalu tinggi dapat mengurangi kekuatan
fisik jangka panjang pada bahan restorasi resin komposit.
Solubilitas
Illie
et al (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa silorane lebih sedikit
menyerap air dan memiliki solubilitas yang tinggi sehingga menghasilkan
kestabilan hidrolitik.
II.8 Sifat Mekanik
Secara umum sifat mekanik dari silorane komposit
mirip dengan komposit konvensional (Dumitiru dan Popa, 2013). Silorane
dihasilkan dari reaksi molekul oxirane dan siloxane, yang mekanismenya dapat
mengurangi stress dengan cara terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi. Silorane memiliki bahan pengisi dasar berukuran partikel
0,1-1 μm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat. Keuntungan dari
penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin (Weinman
et al, 2005).
Menurut Lien et al (2010) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa silorane memiliki flexural
strength/modulus dan fracture
toughness yang lebih tinggi, namun sekaligus memiliki compressive strength dan microhardness
yang lebih rendah dibandingkan dengan kelima jenis resin komposit berbasis
methacrylate yaitu compomer, giomer, nanocomposite, hybrid dan micro-hybrid.
Dalam sumber lain yakni menurut Prachi Joshi et al (2008) menyatakan bahwa
silorane merupakan resin komposit yang kuat dan tahan lama serta diindikasikan
untuk kavitas klas I dan II posterior dengan sistem adhesif self-etch untuk
mendapatkan tensile bond strength
yang baik.
Adapun dari segi tensile bond strength Garcia et al (2011) dalam penelitiannya mengevaluasi sifat ini antara self-etch
two-step dengan resin komposit yang berbeda (Adper SE Plus / Filtek Z350
dan silorane system adhesive / Filtek P90). Dari penelitiannya, diperoleh hasil
yang menunjukkan bahwa kedua jenis resin komposit berbasis silorane dan
methacrylate memiliki tensile bond strength yang secara signifikan tidak berbeda
(sama).
BAB III
KESIMPULAN
Low Shrink Posterior Restorative System mewakili generasi baru
sebagai bahan tumpatan, yang menggabungkan estetika dengan sifat mekanik yang
baik. Terobosan ilmiah baru ini adalah solusi yang menggabungkan penyusutan
volumetrik terendah dengan biokompatibilitas. Material tumpat ini digunakan untuk
terapi tumpatan direct yang memiliki matriks baru berdasarkan bahan kimia
Silorane.
DAFTAR PUSTAKA
Asmussen
E, Peutzfeldt. Polimerization contraction of a silorane-based resin composite and four methacrylate-based
composites. European cell and materials
2005: Vol 10.
Barcellos
DC, Pleffken PR, Pucci CR, Goncalves CPSEP, Torres CRG. Effectiveness of
Silorane-based Composite as a Repair Filling for Dimethacrylate-or
Silorane-based Composite Restorations. World
Journal of Dentistry, April-June 2012;3(2): 161-165.
Devlin H. 2006. Operative dentistry : a practical guide to
recent innovations. Springer: Germany.
Dumitiru
S dan Popa V. 2013. Polymeric
Biomaterials: Structure and Function. USA: CRC Press Taylor & Francis
Group.
Ernst C P, Meyer G R, Klöcker K, Willershausen B.
Determination of polymerization shrinkage stress by means of a photoelastic
investigation. Dent Mater
2004;20:313–321.
Furuse AY, Gordon K, Rodrigues FP, Silikas N, Watts DC.
Colourstability and gloss-retention of silorane and dimethacrylate composite
with accelerated aging. J Dent
2008;36:945–952.
Garcia RN,
Alvarez AEG, Dias CE, dkk. Bond strength of contemporary restorative systems to
enamel and dentin. RSBO. 2011
Jan-Mar;8(1):54-60.
Geissberger,
Marc. 2010. Esthetic Dentistry in Clinical Practice. Wiley Blackwell: USA.
Ilie
N and Hickel R. 2006.Silorane-based Dental Composite : Behavior and Abilities. Dental Materials Journal.25 :3
Ilie N, Jelen E, Clementino-Luedemann T, Hickel R. 2007. Low-shrinkage
composite for dental application. Dental Material Journal. Vol 26: 149–55.
Jamini
N; Gayatri N; Geena Mary G; Usha C. 2011. Polishability of Silorane Based
Composite Resin – A Pilot Study. Journal
of Scientific Dentistry, vol1(2):p.19-22.
Joshi P, Chitnis R. 2008. Silorane Composite System – Review
Article. Scientific Journal. Vol. II.
1-5
Kang,
Aromi; Son, Sung-ae; Hur, Bock; Kwon, Young Hoon; Ro, Jung Hoon; Park,
Jeong-Kil. 2012. The Color Stability of Silorane and Methacrylate-Based Resin
Composites. Dental Materials Journal. 31(5): 879–884
Lien
W, Vandewalle KS. 2010. Physical Propertes of A New Silorane-Based Restoration
System. Journal of Dental Materials,
Vol 26: 337-344
Naho
H,Yu-Chih C, Indra N, Hiroaki Y,Satoshi I, Reinhard H, Karl-Heinz K. Repair of
Silorane-based Dental Composites: Influence of Surface Treatments. Dental Materials, Vol: 28 (2012):
894–902.
Odian,
G. 2004.Principles of Polymerization, 4th
edition.New York : A John Wiley &
Sons, Inc.
Palin WM, Fleming GJ, Burke FJ, Marquis P M, Randall RC. The
influence of short and medium- term water immersion on the hydrolytic stability
of novel low-shrink dental composites. Dent
Mater 2005;21:852–863.
Ratner,
Buddy D. 2013. Biomaterial Science, an Introduction to Materials in Medicine 3rd
edition. Elsevier: USA.
Siswandi YLS, Iskandar B. 1999. Aplikasi tumpatan
resin komposit dengan tepat. M. I. ked Gigi FKG Usakti. 14(38): 95-103.
Vandewalle, S. Kraig and Lien, Wen. Physical Properties of a
New Silorane-baseed Restorative System. Dental
Materials 26 (2010) 337-344.
Weinmann
W, Thalacher C, Guggenberger R., 2005. Siloranes in dental composites. Dent Mater. 21:68-78.
Zimmerli
B, Strub M, Jeger F, Stadler O, Lussi A. 2010. Composite Materials:
Composition, Properties and Clinical Applications. Schweiz Monatsschr Zahnmed, Vol 120: 972-979.
Comments
Post a Comment