PERAWATAN SALURAN AKAR

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan mempertahankan gigi agar dapat tetap berfungsi (Grossman dkk., 1995). Pengisian saluran akar dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran akar melalui koronal, mencegah multiplikasi mikroorganisme yang tertinggal, mencegah masuknya cairan jaringan ke dalam pulpa melalui foramen apikal karena dapat sebagai media bakteri dan menciptakan lingkungan biologis yang sesuai untuk proses penyembuhan jaringan (Ford, 2002).
Menurut Hadriyanto (1985) dan Cohen dkk. (1988), keberhasilan perawatan saluran akar dipengaruhi oleh preparasi dan pengisian saluran akar yang baik terutama pada bagian sepertiga apikal serta kualitas bahan pengisi saluran akar. Tindakan preparasi yang kurang baik akan menyebabkan kegagalan perawatan (Weine, 1989).
Kegagalan perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh banyak hal. Menurut Hoen dan Frank (2002), penyebab kegagalan PSA diantaranya obturasi yang tidak sempurna, perforasi akar, resorpsi akar eksternal, lesi periodontal-periradikuler, overfilling, adanya saluran akar yang tertinggal, kista
perapikal, tertinggalnya instrumen yang patah pada saluran akar, asesoris kanal yang tidak terisi bahan obturasi, perforasi dasar foramen nasalis dan kebocoran koronal yang menyebabkan bakteri endotoksin yang berpotensi menyebabkan kegagalan endodontik.
Kegagalan perawatan saluran akar dapat menyebabkan infeksi, salah satunya yaitu abses periapikal. Abses periapikal merupakan lesi likuefeksi yang menyebar atau terlokalisir yang menghancurkan jaringan periradikuler dan merupakan respon inflamasi parah terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis (Torabinejad & Walton, 1994), ditandai dengan lokalisasi nanah dalam struktur yang mengelilingi gigi (Gould, 2010).
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, dan dapat berkembang secara langsung dari periodontitis periapikal akut (Shafer, 1983; Soames & Shoutham, 1985). Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien yang menderita abses periapikal karena kegagalan perawatan saluran akar adalah drainase, pemberian antibiotik, kemudian dilakukan perawatan saluran akar kembali secara hermentis.

B.    Tujuan
1.     Untuk mengetahui penyebab penyakit yang diderita oleh pasien pada kasus
2.     Untuk mengetahui diagnosis dan penatalaksaan penyakit yang diderita pasien pada kasus

C.   Manfaat

1.     Dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang diagnosis penyakit periapikal
3.     Dapat memberikan pemahaman konsep penatalaksanaan penyakit periapikal

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Perawatan Saluran Akar

1.     Definisi
Perawatan saluran akar (PSA) merupakan salah satu jenis perawatan yang bertujuan mempertahankan gigi agar dapat tetap berfungsi. Tahap perawatan saluran akar antara lain: preparasi saluran akar yang meliputi pembersihan dan pembentukan (biomekanis), disinfeksi, dan pengisian saluran akar (Grossman, dkk., 1995). Pengisian saluran akar dilakukan untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam saluran akar melalui koronal, mencegah multiplikasi mikroorganisme yang tertinggal, mencegah masuknya cairan jaringan ke dalam pulpa melalui foramen apikal karena dapat sebagai media bakteri dan menciptakan lingkungan biologis yang sesuai untuk proses penyembuhan jaringan (Ford, 2002).
Menurut Hadriyanto (1985) dan Cohen dkk. (1988), keberhasilan perawatan saluran akar dipengaruhi oleh preparasi dan pengisian saluran akar yang baik terutama pada bagian sepertiga apikal serta kualitas bahan pengisi saluran akar. Tindakan preparasi yang kurang baik akan menyebabkan kegagalan perawatan sebesar 60% (Weine, 1989 dan Gardjito, 1989).
Pasta saluran akar merupakan bahan pengisi yang digunakan untuk mengisi ruangan antara bahan pengisi (semi solid atau solid) dengan dinding saluran akar serta bagian-bagian yang sulit terisi atau tidak teratur. Menurut Cohen dkk. (1988), bahan yang sering digunakan dalam perawatan resorbsi dan perforasi akar adalah kalsium hidroksida [Ca(OH)2].

2.     Indikasi PSA
Menurut Tarigan (2004), indikasi PSA diantaranya adalah sebagai berikut:
  1. gigi sulung dengan infeksi yang melewati kamar pulap, baik pada gigi vital, nekrosis sebagian maupun gigi sudah nonvital.
  2. Saluran akar dapat dimasuki instrumen
  3. kelainan jaringan periapeks dalam gambaran radiografi kurang dari sepertiga apikal
  4. mahkota gigi masih dapat direstorasi dan berguna untuk keperluan prostetik (untuk pilar restorasi jembatan)
  5. gigi tidak goyang dan jaringan periodontal normal
  6. foto rontgen menunjukkan resorpsi akar tidak lebih dari sepertiga akar, tidak ada granuloma pada gigi sulung

3.     Kontraindikasi PSA
Kontraindikasi menurut Grossman dkk. (1995), yaitu:
  1. bila dijumpai kerusakan luas jaringan periapikal yang melibatkan lebih dari sepertiga panjang akar.
  2. bila saluran akar gigi tanpa pulpa dengan daerah radiolusen terhalang oleh akar berkurva/bengkok, akar berliku-liku, dentin sekunder, batu pulpa yang tidak dapat diambil atau dihindari, kanal yang memgapur atau sebagian mengapur, gigi malformasi, atau suatu instrument yang patah.
  3. Bila terdapat perkembangan apeks akar yang tidak lengkap dengan matinya pulpa.
  4. Bila apeks akar terkena fraktur

4.     Faktor yang menyebabkan kegagalan PSA
Menurut Hoen dan Frank (2002), PSA dikatakan berhasil apabila dalam waktu observasi minimal satu tahun tidak terdapat keluhan  dan lesi periapikal yang ada dapat berkurang atau tetap. Keberhasilan perawatan endodontik tergantung banyak faktor antara lain faktor host, preparasi, mikroorganisme dan lain lain (Zehnder, 2006).
Penyebab utama kegagalan perawatan saluran akar adalah persistensi infeksi pada saluran akar yang menghambat penyembuhan daerah apikal. Bakteri yang paling banyak ditemukan dalam saluran akar adalah bakteri anaerob, selain itu juga terdapat bakteri mikroaerofili, fakultatif anaerob serta obligat aerob (Baumgartner dkk., 2002 dan Zehnder, 2006). Bakteri fakultatif seperti Streptococcus non mutans, Enterococcus dan Lactobacillus merupakan bakteri yang sukar dihilangkan meskipun instrumentasi khemomekanikal dan medikasi saluran akar telah dilakukan (Zehnder, 2006). Penyebab kegagalan PSA yang lain diantaranya obturasi yang tidak sempurna, perforasi akar, resorpsi akar eksternal, lesi periodontal-periradikuler, overfilling, adanya saluran akar yang tertinggal, kista perapikal, tertinggalnya instrumen yang patah pada saluran akar, asesoris kanal yang tidak terisi bahan obturasi, perforasi dasar foramen nasalis, dan kebocoran koronal yang menyebabkan bakteri endotoksin yang berpotensi menyebabkan kegagalan endodontik (Hoen dan Frank, 2002).
Menurut Lopes dan Siqueira (1999) dan Siqueira (2001), kegagalan pasca perawatan saluran akar dapat disebabkan oleh faktor bakteri dan faktor non-bakteri yang terdiri atas infeksi ekstraradikular dan/atau intraradikular, dan faktor intrinsic atau ekstrinsik nonbakteri.
a.     Infeksi intraradikular
Mikroorganisme yang berkolonisasi pada saluran akar merupakan hal terpenting terhadap pathogenesis dari lesi periradikular. Apabila mikroorganisme tinggal di saluran akar secara persisten pada saat pengisian saluran akar atau yang masuk setelah pengisian saluran akar, hal ini merupakan faktor risiko terbesar yang dimiliki kegagalan perawatan saluran akar.
b.     Infeksi ekstraradikular
Perkembanan lesi periradikular membuat barrier tubuh untuk mencegah terjadinya penyebaran mikroorganisme.  Persistensi mikroorganisme pada ekstraradikular merupakan salah satu penyebab kegagalan perawatan saluran akar.
c.     Faktor non bakteri
Kegagalan yang dihasilkan oleh faktor non bakteri dapat disebabkan oleh reaksi benda asing pada jaringan periradikular. Dalam hal ini ditemukan adanya kista periradikular pada gigi pasca perawatan saluran akar. Pembentukan kista ini dipengaruhi oleh reaksi imunoogis, yang dapat mengganggu proliferasi epitel

5.     Tanda-tanda kegagalan PSA
Pemeriksaan klinis dan radiografi merupakan prosedur yang paling umum digunakan untuk menentukan hasil perawatan saluran akar. Pemeriksaan histologis jaringan periapikal dengan intervensi bedah merupakan metode lain untuk mengevaluasi berhasil atau tidaknya perawatan saluran akar (Walton, 2009).
a.     Pemeriksaan klinis
Adanya tanda atau gejala yang persisten umumnya merupakan indikasi penyakit dan kegagalan (Walton, 2009). Kegagalan perawatan saluran akar yang dilihat dari tanda dan gejala klinis, yaitu rasa nyeri baik secara spontan maupun bila kena rangsang, perkusi dan tekanan terasa peka, palpasi mukosa sekitar gigi terasa peka, pembengkakan pada mukosa sekitar gigi dan nyeri bila ditekan serta adanya fistula pada daerah apikal (Mardewi, 2003).
b.     Pemeriksaan radiografi
Penampakan radiografis yang menandakan kegagalan perawatan merupakan persisten atau perkembangan patosis secara radiografis. Khususnya, hal ini adalah lesi radiolusen yang tetap sama, telah membesar, atau telah berkembang sejak perawatan. Tidak berfungsi, gigi simptomatik dengan atau tanpa lesi radiorafis diduga merupakan suatu kegagalan (tidak sembuh).  Tanda-tanda kegagalan perawatan saluran akar secara radiografis adalah adanya Perluasan daerah radiolusen di dalam ruang pulpa (internal resorption), Pelebaran jaringan periodontium dan  Perluasan gambaran radiolusen di daerah periapikal (Walton, 2009 dan Mardewi, 2003).
Radiografi periapikal pada gigi molar satu kiri rahang bawah. Gigi masih tetap simptomatik dan terdapat bukti radiografi periodontitis apikal persisten (ditunjukkan oleh tanda panah) satu tahun setelah perawatan saluran akar non-bedah (Durack dan Patel, 2012).
c.     Pemeriksaan histologis
Karena kurangnya penelitian histologis yang terkendali dengan baik, ada ketidakpastian mengenai derajat korelasi antara temuan histologis dengan gambaran radiologisnya. Pemeriksaan histologis rutin jaringan periapikal pasien jarang dilakukan. Tanda-tanda kegagalan secara histologis adalah adanya sel-sel radang akut dan kronik di dalam jaringan pulpa dan periapikal, ada mikro abses dan jaringan pulpa mengalami degeneratif sampai nekrotik (Mardewi, 2003).

B.    Kelainan Apikal dengan Penampakan Radiolusen pada Radiografi

1.     Periapikal granuloma
Periapikal granuloma merupakan lesi yang berbentuk bulat dengan perkembangan yang lambat yang berada dekat dengan apex dari akar gigi, biasanya merupakan komplikasi dari pulpitis. Terdiri dari massa jaringan inflamasi kronik yang berprolifersi diantara kapsul fibrous yang merupakan ekstensi dari ligamen periodontal (Rima, 1994).
a.     Etiologi
            Granuloma periapikal dapat disebabkan oleh berbagai iritan pada pulpa yang berlanjut hingga ke jaringan sekitar apeks maupun yang mengenai jaringan periapikal. Iritan dapat disebabkan oleh organisme seperti: bakteri dan virus; dan non-organisme seperti: iritan mekanis, thermal, dan kimia.
            Penelitian yang dilakukan terhadap spesimen periapikal granuloma, sebagian besar merupakan bakteri anaerob fakultatif dan organisme yang tersering adalah Veillonella species (15%), Streptococcus milleri (11%), Streptococcus sanguis (11%), Actinomyces naeslundii (11%), Propionibacterium acnes (11%), dan Bacteroides species (10%) (Iwu, 1990). Sedangkan faktor non-organisme adalah karena iritan mekanis setelah root canal therapy, trauma langsung, trauma oklusi, dan kelalaian prosedur endodontik; dan bahan kimia seperti larutan irigasi (Torabinejad, 2002)
b.     Patogenesis
            Patogenesis yang mendasari granuloma periapikal adalah respon system imun untuk mempertahankan jaringan periapikal terhadap berbagai iritan yang timbul melalui pulpa, yang telah menjalar menuju jaringan periapikal. Terdapat berbagai macam iritan yang dapat menyebabkan peradangan pada pulpa, yang tersering adalah karena bakteri, proses karies yang berlanjut akan membuat jalan masuk bagi bakteri pada pulpa, pulpa mengadakan pertahanan dengan respon inflamasi.
            Terdapat tiga karakteristik utama pulpa yang mempengaruhi proses inflamasi. Pertama, pulpa tidak dapat mengkompensasi reaksi inflamasi secara adekuat karena dibatasi oleh dinding pulpa yang keras. Inflamasi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah dan meningkatnya volume jaringan karena transudasi cairan. Kedua, meskipun pulpa memiliki banyak vaskularisasi, namun hanya disuplai oleh satu pembuluh darah yang masuk melalui saluran sempit yang disebut foramen apikal, dan tidak ada suplai cadangan lain. Edema dari jaringan pulpa akan menyebabkan konstriksi pembuluh darah yang melalui foramen apikal, sehingga jaringan pulpa tidak adekuat dalam mekanisme pertahanan, terlebih lagi edema jaringan pulpa akan menyebabkan aliran darah terputus, menyebabkan pulpa menjadi nekrosis. Ruangan pulpa dan jaringan pulpa yang nekrotik akan memudahkan kolonisasi bakteri. Ketiga, karena gigi berada pada rahang, maka bakteri akan menyebar melalui foramen apikal menuju jaringan periapikal (Radics, 2004 ; NDC, 2006 ; Hollender, 2008 ; Khan, 2007 ; Crawford, 2008).
            Meskipun respon imun dapat mengeliminasi bakteri yang menyerang jaringan periapikal, eradikasi bakteri pada saluran akar tidak dapat dilakukan, sehingga saluran akar akan menjadi sumber infeksi bakteri. Infeksi yang persisten dan reaksi imun yang terus menerus pada jaringan periapikal akan menyebabkan perubahan secara histologis. Perubahan ini akan dikarakteristikkan dengan adanya jaringan sel yang kaya granulasi, terinfiltrasi dengan makrofag, neutrofil, plasma sel dan elemen fibrovaskular pada jumlah yang bervariasi. Kerusakan jaringan periapikal akan tejadi bersamaan dengan resorbsi dari tulang alveolar (Radics, 2004 ; NDC, 2006 ; Hollender, 2008 ; Khan, 2007 ; Crawford, 2008).
c.     Gambaran klinis
            Pasien dengan granuloma periapikal umumnya tidak bergejala, namun jika terdapat eksaserbasi akut maka akan menunjukkan gejala seperti abses periapikal (Crawford, 2008)
d.     Gambaran histopatologis
            Secara histologi, granuloma periapikal didominasi oleh jaringan granulasi inflamasi dengan banyak kapiler, fibroblast, jaringan serat penunjang, infiltrat inflamasi, dan biasanya dengan sebuah kapsul. Jaringan ini menggantikan kedudukan dari ligamen periodontal, tulang apikal dan kadangkala dentin dan sementum akar gigi, yang diinfiltrasi oleh sel plasma, limfosit, mononuklear fagosit, dan neutrofil (Torabinejad, 2002).
e.     Diagnosis
            Kebanyakan dari periapikal granuloma ditemukan secara tidak sengaja selama pemeriksaan rutin. Karena granuloma periapikal merupakan kelanjutan dari nekrosis pulpa maka pada pemeriksaan fisik akan didapatkan tes thermal yang negatif dan tes EPT yang negatif. Pada gambaran radiografi lesi yang berukuran kecil tidak dapat dipisahkan secara klinis dan radiografi. Periapikal granuloma terlihat sebagai gambaran radiolusen yang menempel pada apex dari akar gigi. Sebuah gambaran radiolusensi berbatas jelas atau difus dengan berbagai ukuran yang dapat diamati dengan hilangnya lamina dura, dengan atau tanpa keterlibatan kondensasi tulang (Lia, 2004).
Description: clip_image003
Granuloma periapikal
(Hollender dan Omnell, 2008)
f.      Diferensial diagnosis
Diferensial diagnosis termasuk kista periapikal dan abses periapikal. Gejala klinis dari granuloma periapikal dan kista periapikal sangat sulit dibedakan, biasanya pasien tidak mengeluhkan adanya nyeri, dan tes perkusi negatif. Oleh karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis, stimulasi thermal akan menunjukkan nilai yang negatif. Gambaran radiografi akan menunjukkan adanya radiolusen dengan batas yang jelas. Meskipun pemeriksaan dengan radiografi merupakan kunci diagnostik, satu satunya cara untuk dapat membedakan keduanya secara akurat adalah dengan menggunakan pemeriksaan mikroskopik; gambaran histopatologis granuloma periapikal telah dijelaskan sebelumnya, sedangkan gambaran histopatologis kista periapikal ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel jenis non-keratinizing stratified squamous dengan ketebalan yang bervariasi, dinding epitelium tersebut dapat sangat proliferatif dan memperlihatkan susunan plexiform. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel radang, yaitu sel plasma dan sel limfosit pada dinding kista tersebut. Rousel body atau round eusinophilic globule banyak ditemukan didalam atau diluar sel plasma sehingga terjadi peningkatan sintesis immunoglobulin (Danudiningrat, 2006).
Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas (Torabinejad, 2002 dan Chandler, 2002)
Tabel 1. Diferensial diagnosa
Pemeriksaan
Granuloma periapikal
Kista periapikal
Abses periapikal
Nyeri spontan
-
-
+
Tes perkusi
-
-
+
Tes palpasi
-
-
+
Tes vitalitas
-
-
-
radiologis
Radiolusensi batas jelas
Radiolusensi batas jelas
Radiolusensi  difus

2.     Kista radikular
Kista radikuler berkembang dari periapical granuloma yang terdiri dari jaringan epithel yang membentuk kista sejati. Terbentuk dari iritasi kronis gigi yang sudah tidak vital. Kista tumbuh dari epitel rest of Malassez yang mengalami proliferasi oleh karena respon terhadap proses radang yang terpicu oleh karena infeksi bakteri pada pulpa yang nekrosis.
Secara histopatologis kista ini ditandai dengan adanya suatu rongga yang berlapiskan epitel yang tidak mengalami keratiisasi skuamosa dan mempunyai ketebalan yang bervariasi. Secara khas dapat dilihat adanya proses radang dengan ditemukannya banyak sel neutrofil pada dinding kista tersebut. Pada dinding kista sering didapatkan kerusakan karena proses radang.
Penampakan klinis dan radiografis mempunyai kesamaan yang serupa dengan periapical granuloma. Kista radikuler memiliki gambaran radiologist berupa lesi bulat berbatas jelas di regio apical gigi (Neville, 2003).
(Neville, 2003)

3.     Abses apikal akut
a.     Etiologi
Kondisi ini dikatikan dengan adanya invasi bakteri pada daerah periradikular yang berasal dari kanal pulpa yang terinfeksi dan ataupun nekrosis. Abses dapat berkembang secara spontan dari gigi nekrosis atau didahului oleh perawatan endodontik yang menyebabkan bakteri terdesak ke jaringan periradikular.
Pada beberapa kejadian, awalnya terasa sedikit ketidaknyamanan namun lama kelamaan intensitas semakin bertambah seiring dengan pembesaran abses dan juga semakin keras. Ketika tulang alveolar semakin “terkikis” oleh proses pembesaran abses menjadi pus yang terlihat jelas, keseluruhan daerah abses menjadi melunak dan terasa fluktuatif ketika di palpasi, dan rasa nyeri semakin berkurang. (Ingle dan Bakland, 2002)
b.     Penampakan Klinis
Pembengkakan tidak selalu dapat dilihat oleh klinisi, namun pasien dapat merasakan pembengkakan pada gusinya. Derajat pembengkakan bervariasi dari inisial, pembengkakan yang tidak terdeteksi hingga selulitis yang besar dan asimetri yang masiv. Secara radiografis, gambaran dapat bervariasi dari pelebaran celah periodontal hingga radiolusen di tulang alveolar yang cukup besar. (Ingle dan Bakland, 2002)
(Ingle dan Bakland, 2002)

4.     Abses apikal kronis
a.     Etiologi
            Abses apikal kronis adalah respon inflamasi kepada infeksi bakteri yang memiliki virulensi rendah yang berasal dari saluran akar. Ketidaknyamanan yang dihasilkan abses apikal kronis berkaitan dengan terjadinya penutupan jalur drainase fistula serta terdapat tekanan. Lesi kronis ini dapat menyebabkan eksaserbasi akut. Rasa nyeri dan pembengkakan dapat membesar seiring dengan pembesaran lesi.Abses apikal kronis seringkali dikaitkan dengan restorasi gigi yang cukup lama seperti mahkota jaket, restorasi komposit atau amalgam yang banyak, dan GTC yang berlebihan (Ingle dan Bakland, 2002).
b.     Penampakan klinis
            Lesi abses apikal kronis mudah dideteksi, memiliki hubungan dengan drainase fistula, biasanya intraoral, terkadang kutaneous. Saluran sinus dilapisi jaringan yang terinflamasi, mengeringkan abses melalui stoma menuju rongga mulut. Pemeriksaan radiografi dapat mendeteksi abses apikal kronis dengan tampakan area radiolusen yang difus disekeliling apeks dari gigi yang dicurigai dan kemungkinan terdapat kerusakan tulang. Resorpsi eksternal dari akar mungkin ditemukan (Ingle dan Bakland, 2002).

BAB III
PEMBAHASAN

Seorang laki-laki datang ke RSGM dengan keluhan sakit pada gigi taring kanan atas. Hasil anamnesis pasien mengatakan 3 hari yang lalu dilakukan perawatan saluran akar. Setelah dilakukan pemeriksaan terlihat gigi kaninus kanan atas ada tambalan komposit, hasil rontgen foto menunjukkan area radiolusen pada apeks gigi dan pelebaran ligamen periodontal pada setengah akar gigi dari arah apikal.
a.   Pemeriksaan subjektif
CC         : gigi taring kanan atas sakit
PI           : -
PDH      : perawatan saluran akar 3 hari yang lalu
PMH      : (tidak dijelaskan di dalam kasus)
FH         : (tidak dijelaskan di dalam kasus)
SH         : (tidak dijelaskan di dalam kasus)

b.   Pemeriksaan objektif
Ekstra oral       : (tidak dijelaskan di dalam kasus)
Intra oral          : Terdapat restorasi komposit pada gigi kaninus kanan atas

c.   Pemeriksaan radiograf
Area radiolusen pada apeks gigi dan pelebaran ligamen periodontal pada setengah akar gigi dari arah apikal.

d.     Diagnosis
Abses periapikal
Abses apikal akut atau yang biasa dikenal dengan abses periapikal akut, abses dentoalveolar akut, atau abses periradikuler akut merupakan suatu gejala dari respon inflamasi jaringan ikat periapikal (Matthews dkk., 2003). Abses ini merupakan lesi likuefeksi yang menyebar atau terlokalisir yang menghancurkan jaringan periradikuler dan merupakan respon inflamasi parah terhadap iritan mikroba dan iritan non mikroba dari pulpa yang nekrosis (Torabinejad & Walton, 1994), ditandai dengan lokalisasi nanah dalam struktur yang mengelilingi gigi (Gould, 2010).
Diagnosis abses periapikal akut sangat jelas. Pasien akan mengalami pembengkakan difus dan gigi yang bersangkutan akan terasa sakit pada pemeriksaan perkusi. Pasien mengeluh gigi tersebut mengganjal apabila menyentuh gigi lawan jika berada dalam oklusi. Selain itu gigi tidak merespon terhadap tes pulpa. Pemberian rangsangan es akan sedikit mengurangi rasa sakit, berbeda dengan panas yang mengintensifkan rasa sakit. Gigi tersebut juga dapat menunjukkan adanya mobilitas (Weine, 2004). Menurut Glenny (2004), gejala abses periapikal akut secara umum adalah: gigi non-vital, nyeri berdenyut onset cepat, nyeri saat menggigit atau perkusi, pembengkakan, radiografi tidak menunjukkan perubahan untuk radiolusensi periapikal.

e.     Etiologi
Abses periapikal biasanya terjadi sebagai akibat dari infeksi yang mengikuti karies gigi dan infeksi pulpa, setelah trauma pada gigi yang mengakibatkan pulpa nekrosis, iritasi jaringan periapikal baik oleh manipulasi mekanik maupun oleh aplikasi bahan-bahan kimia di dalam prosedur endodontik, dan dapat berkembang secara langsung dari periodontitis periapikal akut (Shafer, 1983; Soames & Shoutham, 1985). Abses periapikal akut juga dapat berkembang dari abses periapikal kronis yang mengalami eksaserbasi akut (Farmer & Lawton, 1966).
Pasien dengan abses periapikal mungkin dapat dengan atau tanpa tanda-tanda peradangan, yang difus atau terlokalisasi. Pada pemeriksaan perkusi dan palpasi dapat ditemukan tanda-tanda sensitifitas dengan derajat yang bervariasi. Pulpa tidak bereaksi terhadap stimulasi thermal karena berhubungan dengan pulpa yang telah nekrosis. gambaran radiografi dapat bervariasi dari penipisan ligamen periodontal hingga lesi radiolusensi dengan batas yang tidak jelas (Torabinejad dkk., 2008; Chandler dkk., 2002)
Pada kasus diketahui bahwa pasien pernah dimenerima PSA dan ditemukan adanya tumpatan komposit serta pada pemeriksaan radiografi ditemukan adanya tampakan radiolusen. Tanda-tanda yang ditemukan ini berkaitan dengan abses periapikal yang dapat terjadi akibat dari gagalnya perawatan saluran akar yang diterima. Mayoritas faktor yang menyebabkan terjadinya kegagalan perawatan saluran akar terkait dengan infeksi bakteri yang persisten pada saluran akar dan/atau di daerah periradikular. Beberapa faktor dapat dikaitkan dengan adanya kegagalan perawatan saluran akar yaitu faktor bakteri, yang terdiri atas infeksi ekstraradikular dan/atau intraradikular, dan faktor intrinsik atau ekstrinsik nonbakteri (Nair dkk. 1990, Lin dkk. 1992, Nair dkk. 1993, Sjögren 1996, Sundqvist&Figdor 1998, Lopes &Siqueira 1999, Nair dkk. 1999).

f.      Penatalaksanaan
Dalam kasus abses lokal dan menyebar, drainase harus dimulai sesegera mungkin. Jika drainase segera tidak memungkinkan, analgesia yang sesuai (NSAID) harus direkomendasikan sampai infeksi dapat dibuang secara memadai. Pasien harus diberi dosis analgesik (NSAID jika tidak kontra-indikasi) pra-bedah, dan / atau segera setelah operasi (Glenny,2004).
Terapi Antibiotik tidak diindikasikan pada pasien dinyatakan sehat dan ketika abses terlokalisir. Antibiotik sistemik tidak memberikan manfaat tambahan atas drainase dari abses dalam kasus infeksi lokal kecuali terdapat komplikasi sistemik (misalnya demam, limfadenopati, cellulitis), bengkak menyebar atau untuk pasien immunocompromised (Matthews dkk., 2003).
Penatalaksanaan abses periapikal menurut Ghom (2007)  dan Garg dkk. (2008) yaitu sebagai berikut :
1.     Drainase
Drainase dapat dilakukan antara lain dengan beberapa cara yaitu :
-       membuka kamar pulpa dan memasukkan file melalui saluran akar ke daerah periapikal
-       trepanasi melalui pembukaan mukosa di bagian abses
-       menggunakan metode through and through drain dengan larutan irigasi campuran 1:1 H2O2 3% dan larutan saline.
2.     Pemberian antibiotik penisiline 500 mg selama 5 hari disertai dengan analgesia
3.     Setelah 24 hingga 48 jam barulah dapat ditentukan penatalaksanaan selanjutnya yaitu berupa perawatan endodontic ataupun ekstraksi.


BAB IV
KESIMPULAN

Diagnosis dari pasien laki-laki pada kasus adalah abses periapikal. Etiologi dari kasus ini karena kegagalan perawatan saluran akar sehingga menyebabkan terjadinya infeksi di daerah periapikal gigi. Perawatan yang dapat dilakukan pada pasien adalah drainase, pemberian antibiotik, kemudian dilakukan perawatan saluran akar kembali secara hermentis.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Kandari AM, Al-Quoud OA. Healing of a large periapical lesion in the palate    following nonsurgical endodontic treatment. Saudi dental journal,  (online),         (http://www.sdsjournal.org/1990/volume-2-number-2/1990-2-2-62-65-full.html,          diakses 4 Desember 2013).
Baumgartner JG, Bakland LK, Sugitan El: Microbiology of endodontics and asespsis in endodonticspractice, in Ingle, J.I., and Bakland, L. K., (eds).  Endodontics 5th ed., London, BC Deckle Inc, 2002; 67.
Chandler NP, Koshy S. 2002. clinical review : The changing role of the apicectomy            operation in dentistry. Department of Oral Rehabilitation, School of Dentistry,         University of Otago, New Zealand. (online),    (http://www.rcsed.ac.uk/Journal/vol47_5/47500002.html, diakses 4 Desember       2013).
Cohen, SC and Burns, RC. 1988. Pathway of the pulp. 6th ed.CV Mosby Co : St.Louis.
Crawford WH. 2008. Oral and Maxillofacial Pathology in Teeth and Jaws: Dental             Caries, Inflammatory Pulp, and Inflammatory Periapical Conditions. (online),    (http://www.usc.edu/hsc/dental/PTHL312abc/312b/09/Reader/reader09.pdf,           diakses 4 Desember 2013).
Danudiningrat CP. 2006. Kista Odontogen dan Nonodontogen. Airlangga University          Press. Surabaya.
Durack C and Patel S. 2012. Cone beam computed tomography in endodontics. Braz Dent J. 23(3): 179-191.
Farmer ED, Lawton FE. 1966. Stones’ Oral and Dental Diseases. 5th ed. The English Language Book Society and E. &S. Livingstone Ltd.
Ford, TRP. 2002. Endodontics. Martin Dunitz Ltd : London.
Gardjito K. 1989. Beberapa Teknik Pengisian Saluran Akar dengan Gutta Percha. Simposium Mempertahankan Gigi Selama Mungkin: Lustrum Unair VII.
Garg, N., Garg, A., 2010, Textbook of Endodontics, 2nd ed., India: Jaypee.
Ghom, A.G., 2007, Textbook of Oral Medicine, Unipress, New Delhi, h.391
Glenny, M. 2004. Clinical practice guideline on emergency management of acute apical periodontitis (AAP) in adults. Evidence-Based Dentistry  5 :7–11
Gould, J., 2010,  Dental Abscess, WebMed (4/12/2013)
Grossman LI, Oliet S, Rio CED. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Edisi 11. (Rafiah Abyono). EGC : Jakarta.
Hadriyanto W. 1985. Apical Leakage Akibat Teknik Kondensasi Vertikal dan Lateral pada Pengisian Saluran Akar dengan Gutta Point. Lustrum V FKG UGM: 109.
Hoen MM, Frank E., Contemporary endodontic retreatments: An analysis based on clinical treatment findings. J endod 2002; 28: 834-7.
Hollender L, Omnell K. 2008. Dental Radiology Pathology. (online),    (http://www.medcyclopaedia.com/library/radiology/chapter11/11_4.aspx, diakses 4 Desember 2013).
Ingle, J.I, Bakland, L.K., 2002, Endodontics, 5th ed., Ontario: Decker.
Iwu C, MacFarlane TW, MacKenzie D, Stenhouse D. Microbiology of Periapical Granulomas. Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 1990 Apr ;69 (4):502-5 2183126 ,   (online), (http://lib.bioinfo.pl/meid:121365, diakses 4 Desember 2013).
Khan AU, Qayyum Z, Farooq MU. 2007. Characteristics and etiology of radicular            cyst. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 27, No. 1, (online),             (http://www.podj.com.pk/PODJ/Vol.%2027%20(1)%20(June%202007)/18-Podj.pdf,            diakses 4 Desember 2013).
Lia RCC, Garcia JMQ, Sousa-Neto MD, dkk. clinical, radiographic and histological           evaluation of chronic periapical inflammatory lesions. J Appl Oral Sci          2004; 12(2):117-20 (online), (http://www.scielo.br/pdf/jaos/v12n2/20737.pdf,        diakses 4 Desember 2013).
Lopes HP, Siqueira JF Jr (1999) Endodontia: Biologia E Técnic . Rio de Janeiro: Medsi.
Mardewi, S. K.S.A. 2003. Endodontologi, Kumpulan naskah. Jakarta : Hafizh.
Matthews, D.C., Sutherland, S., Basrani, B., 2003, Emergency management of acute apical abscesses in the permanent dentition: a systematic review of the literature, J Can Dent Assoc.; 69 (10): 660.
Nair PNR, Sjögren U, Figdor D, Sundqvist G (1999) Persistent periapical radiolucencies of root-filled human teeth, failed endodontic treatments, and periapical scars. Oral Surgery, Oral Medicine, Oral Pathology, Oral Radiology and Endodontics 87, 617–27.
Nair PNR, Sjögren U, Krey G, Kahnberg K-E, Sundqvist G (1990a) Intraradicular bacteria and fungi in root-filled, asymptomatic human teeth with therapy-resistant periapical lesions: a long-term light and electron microscopic follow-up study. Journal of Endodontics16 , 580–8.
Nair PNR, Sjögren U, Krey G, Sundqvist G (1990b) Therapyresistant foreign body giant cell granuloma at the periapex of a root-filled human tooth. Journal of Endodontics 16 , 589–95.
Nair PNR, Sjögren U, Schumacher E, Sundqvist G (1993) Radicular cyst affecting a root-filled human tooth: a long-term post-treatment follow-up. International Endodontic Journal 26, 225–33.
Neville, B. W. et al, 2003. Color Atlas of Clinical Oral Pathology 2nd Ed. USA : Lippincot Williams & Wilkins
Norge dental center. 2006. Periapical Granuloma. (online), (http://www.williamsburgdds.com/dhg/viewarticle.php?article_id=233, diakses 4 Desember 2013).
Radics T. 2004. The Role of Inflammatory and Immunological Processes in Development of chronic apical periodontitis. University of debrecen, medical and health         science center, faculty of dentistry. (online),    (http://dspace.lib.unideb.hu:8080/dspace/bitstream/2437/2423/2/Radics_Tunde_te zis_angol.pdf, diakses 4 Desember 2013).
Rima M, Andry H, Willie J. (eds). 1994. Kamus Kedokteran Dorland 26th ed. Jakarta: EGC.
Siqueira, J.F., 2001, Review Aetology of root canal treatment failure: why well-treated teeth can fail. International Endodontic Journal, 34: 1–10.
Sjögren U (1996) Success and failure in endodontics. Odontological Dissertations. Umea, Sweden: Umea University.
Sundqvist G, Figdor D (1998) Endodontic treatment of apical periodontitis. In: Orstavik D, Pitt Ford T. Essential Endodontology. Oxford, UK: Blackwell Science Ltd, 242–77.
Tarigan, Rasinta. 2004.Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti). EGC : Jakarta.
Torabinejad M and Walton RE. 2002. Endodontics 3rd Ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Walton RE. 2009. Endodontics: Principles and Practice. Missouri: Saunders Elsevier.
Weine, FS. 1989. Endodontic therapy. 4rd ed. Mosby Co : St. Louis.
Zehnder M : Root Canal Irrigants. J Endod. 2006; 32: 389-398.


Comments

Popular posts from this blog

KUMPULAN SOAL OSCE, PRETEST, DAN UKMP PART 2

KUMPULAN SOAL CBT, OSCE, UKMP, PRETEST PART 12