APEKSIFIKASI

PENDAHULUAN 
Luka traumatik dan karies gigi merupakan tantangan terbesar pada keutuhan perkembangan gigi. Keduanya dapat menyebabkan pulpa mengalami kerusakan yang ireversibel, jaringan pulpa nekrosis, yang mengakibatkan terhentinya perkembangan akar yang normal. Perkembangan akar yang abnormal akan berpengaruh pada prognosis jangka panjang ketahanan gigi  (Barrington, 2012 & Mohammadi, Dummer, 2012).
Apeksogenesis adalah waktu histologis untuk menggambarkan kelanjutan perkembangan fisiologis dan pembentukan apeks akar. Perkembangan akar gigi permanen berlangsung ketika enamel dan dentin telah mencapai bagian sementoenamel junction, dan akan sempurna setelah 3 tahun masa pertumbuhan gigi (Hargreaves, 2002 & Walton, 1998 & Barrington, 2012).
Adanya keadaan patologis pada gigi muda dengan pulpa vital yang perkembangannya belum sempurna merupakan kasus yang cukup jarang ditemui. Tetapi jika terdapat keadaan seperti ini, maka dibutuhkan beberapa bentuk tindakan endodontik agar perkembangan akar dapat berlanjut (Barrington, 2012). Dibutuhkan pemeriksaan status pulpa dan derajat perkembangan gigi yang adekuat untuk menentukan prioritas rencana perawatan yang juga kondusif untuk retensi gigi dalam jangka panjang (Hargreaves, 2002 & Barrington, 2012).
Tujuan utama dari perawatan pulpa adalah untuk memelihara kesatuan dan kesehatan gigi dan jaringan pendukungnya. Hal ini merupakan tujuan perawatan untuk mempertahankan kevitalan pulpa yang terkena karies, traumatik injuri, atau kasus lainnya. Khusus pada gigi permanen muda, pulpa berhubungan dengan kelanjutan apeksogenensis. Retensi jangka panjang pada gigi permanen membutuhkan akar dengan mahkota yang baik/ rasio akar dan dinding dentin cukup tebal untuk mempertahankan fungsi normal (Budiyanti, 2006 & Barrington, 2012).
Salah satu kasus endodontik yang sering dikeluhkan adalah terjadinya kematian pulpa atau nekrosis pulpa. Perawatan untuk kasus nekrosis pulpa tergantung dengan kondisi gigi yang mengalami nekrosis. Salah satu keadaan gigi yang nekrosis adalah gigi nekrosis dengan apeks gigi yang masih terbuka. Kasus ini biasanya terjadi pada pasien memiliki gigi sulung atau gigi permanen yang masih muda. Perawatan untuk  kasus dimana gigi nekrosis dengan apeks yang masih terbuka adalah apeksifikasi. Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan apeks gigi yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami kematian pulpa dengan membentuk suatu jaringan keras pada apeks gigi tersebut (Grossman, 1978). Perawatan apeksifikasi diindikasikan pada gigi non vital dimana foramen apikalnya masih terbuka atau belum terbentuk sempurna. Perawatan apeksifikasi ini tidak dilakukan jika ada kelainan periapikal. (Soedjadi, 1983).
Dalam makalah ini, kelompok kami akan mencoba menjelaskan mengenai apeksifikasi dan berbagai prosedur perawatannya.

ISI
A.     DEFINISI
Apeksifikasi adalah suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan apeks gigi yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami kematian pulpa dengan membentuk suatu jaringan keras pada apeks gigi tersebut. Apeksifikasi ini merupakan suatu perawatan pendahuluan pada perawatan endodontik dengan menggunakan kalsium hidroksid sebagai bahan pengisian saluran akar yang bersifat sementara pada gigi nonvital dengan apeks gigi yang terbuka atau belum  terbentuk sempurna. Setelah dilanjutkan apeksifikasi diharapkan terjadinya penutupan saluran akar pada bagian apikal. Dengan diperolehnya keadaan tersebut selanjutnya dapat dicapai pengisian saluran akar yang sempurna dengan bahan pengisian saluran akar yang tetap (guta perca) (Grossman, 1978).
Apeksifikasi adalah suatu cara untuk menginduksi perkembangan apeks akar suatu gigi imatur (belum matang), tanpa pulpa, dengan pembentukan osteosementum atau jaringan menyerupai tulang lainnya. ini berbeda dari apeksogenesis, proses fisiologik perkembangan akar (Abyono, 1995).
Apeksifikasi adalah suatu perawatan saluran akar untuk membantu pertumbuhan  penutupan apeks gigi yang belum sempurna pada pulpa nonvital tanpa adanya kelainan periapeks, dengan pembentukan osteodentin atau substansi lain (Tarigan, 2004).
Salah satu penyebab kematian pulpa pada gigi dewasa muda yang foramen apikalnya masih terbuka lebar adalah trauma. Untuk itu perlu dilakukan perawatan saluran akar dengan tujuan penutupan atau penyempitan pada apeks gigi, yang merupakan salah satu faktor untuk mendapakan hasil perawatan endodonti yang baik sehingga memudahkan penutupan daerah apikal yang hermetis (Tarigan, 2004).

B.     TUJUAN
Tujuan apeksifikasi adalah untuk menginduksi sepertiga apikal saluran akar yang terbuka atau pembentukan suatu “barier mengapur” apikal yang dengan cara ini obturasi dapat dilakukan (Abyono, 1995).
Tujuan perawatan ini adalah untuk mendapatkan sebuah penghalang pada ujung apikal untuk mencegah masuknya toksin dan bakteri ke dalam jaringan periapikal melalui saluran akar (Simon et al, 2007).

C.     INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
Perawatan apeksifikasi diindikasikan pada gigi nonvital dimana foramen apikalnya masih terbuka atau belum terbentuk sempurna. Perawatan apeksifikasi ini tidak dilakukan jika ada kelainan periapikal (Grossman, 1978). Penutupan ujung akar diperlukan agar gigi nekrosis yang belum sempurna pembentukan akarnya dapat direstorasi (Walton, 2001).

Kontraindikasinya mencakup keadaan sebagai berikut :
1.     Semua fraktur akar baik vertikal maupun horizontal
2.     Resorpsi penggantian (ankilosis)
3.     Akar yang sangat pendek
4.     Kerusakan pada tepi periodontium
5.     Pulpa vital
(Walton, 2001)

D.     PROSEDUR
Pada prosedur apeksifikasi, setiap upaya harus dibuat untuk mempertahankan jaringan pulpa apikal vital yang dapat membantu penutupan apeks imatur. Berikut merupakan langkah-langkah teknik perawatan apeksifikasi :
  1. Anestesi dan pemasangan rubber dam
  2. Akses kavitas harus mencukupi agar dapat mengakses seluruh bagian dari saluran akar. Pembuatan kavitas akses dengan menggunakan bur kecepatan tinggi dan semprotan air sebagai pendingin.
  3. Dilakukan debridement yakni pembuangan debris-debris nekrosis dan serabut pulpa dari korona sampai daerah yang diamputasi dengan menggunakan barbed broach dan irigasi sodium hipoklorit. Amputasi pulpa pada korona di daerah servikal dilakukan dengan menggunakan ekskavator bulat dan tajam atau menggunakan bur besar bulat steril ukuran 6 atau 8 atau secara bergantian bur intan bulat kecepatan tinggi.
  4. Setelah melakukan debridement dan irigasi, kanal saluran akar dikeringkang dengan menggunakan paper point yang besar.
  5. Kalsium hidroksid diletakkan di dalam kanal. Syringe pre-mixed pulp dent yang berisi pasta kalsium hidroksid-methylcellulose siap untuk diinjeksikan. Jarum yang digunakan adalah jarum 18-G karena biasanya sesuai dengan ukuran kanal, namun ukuran yang lebih kecil juga dapat digunakan apabila perlu. Jarum tersebut diukur agar mencapai 2-3mm dari apeks, kemudian ditandai dengan menggunakan rubber stop. Lalu jarum dipasang pada syringe, dimasukkan ke dalam kanal hingga kedalaman yang telah ditentukan. Kemudian pasta tipis didepositkan. Cotton pellet digunakan untuk mengkondensasi pasta yang telah didepositkan. Setelah itu cotton pellet tersebut ditinggalkan tetap di orifice koronal dari kanal.
  6. Ruang pulpa dan akses kavitas ditutup dengan semen zinc oxide-eugenol dengan material reinforce.
(Ingle and Bakland, 2002)

Instrumentasi dari saluran akar yang divergen dilakukan dengan tekanan yang lembut terhadap dinding akar, disertai dengan irigasi.

A, Saluran akar diisi dengan pasta kalsium hidroksid (a) dengan menggunakan syringe dan jarum (b) untuk mendepositkan material. B, jarum dikeluarkan bersamaan dengan mendepositkan pastanya sampai area servikal


A, Gigi yang sedang menjalani proses apeksifikasi. Pasta kalsium hidroksid (a), cotton pellet (b), semen zink okside eugenol (c). B, tujuan utama untuk menginduksi batasan jaringan keras (d)


Diagram setelah prosedur apeksifikasi untuk mencapai penutupan apical pada pulpa nonvital. Pasta apeksifikasi terdiri dari kalsium hidroksid dan CMCP atau kalsium hidroksid dalam metil selulosa dan diletakkan pada saluran akar sedekat mungkin dengan apeks. Cotton pellet (C) diletakkan pada ruang pulpa, diikuti dengan ZOE kemudian ditutup dengan tambalan sementara (T).

Empat hasil klinis yang berhasil setelah perawatan apeksifikasi. 
A, Penutupan kanal dan apeks yang berkelanjutan menjadi normal. 
B, Apeks tertutup, tetapi kanal nya masih dalam konfigurasi “blunderbuss”. 
C, Tidak ada perubahan radiografik akan tetapi terdapat lapisan semacam tulang yang tipis yang terletak di dekat apeks. 
D, Bukti radiografik dari pemendekan ujung batas apeks.

Pada umumnya, prosedur apeksifikasi memiliki tingkat keberhasilan yang baik. Meskipun demikian gigi yang sangat belum sempurna (dinding dentinya tipis) mempunyai resiko fraktur akar yang sangat tinggi baik selama maupun setelah perawatan. Dengan demikian, resiko fraktur bergantung pada tahap perkembangan akarnya. Juga, pembentukan barier akan terjadi lebih mudah jika lubang akarnya tidak begitu besar. (Walton dan Torabinejad, 2003)

E.      KONTROL KEBERHASILAN APEKSIFIKASI
Keberhasilan perawatan afeksifikasi secara klinis jika proses penyembuhan mulai berlangsung, pasien akan terbebas dari rasa sakit dan penutupan apeks akan terbentuk. Dalam hal ini pasien terbebas dari rasa sakit spontan, demikian pula rasa sakit waktu perkusi dan palpasi (1,3)
Secara rontgen foto keberhasilan perawatan apeksifikasi terlihat gambaran radiopak di sepanjang bagian saluran akar yang berarti telah terjadi penutupan tepi saluran akar yang berarti terjadi penutupan pada bagian apeks gigi dan tidak dijumpai adanya gambaran radiolusen yang merupakan tanda patologis dibagian periapikal (1,2,3)
Menurut Frank (1996) ada 4 tipe hasil perawatan apeksifikasi (4) :
1.     Terjadi penutupan saluran akar dan apeks gigi secara normal
2.     Penutupan apeks gigi tanpa terjadinya perubahan ruang saluran akar
3.     Terlihat gambaran secara rontgen foto pada apeks dan saluran akar berupa  calcific brigde yang letaknya lebih ke korona
4.     Tidak ada perubahan secara rontgen foto pada apeks tetapi dengan memakai alat terasa ada sumbatan di bagian
Setelah 6 bulan pengisian saluran akar dengan kalsium hidroksida-CMCP pada perawatan apeksifikasi, pasien disuruh kembali dan dibuat rontgen foto. Pada rontgen foto terlihat 4 gambar hasil perawatan apeksifikasi yang berhasil seperti gambar berikut:

  
PENUTUP

KESIMPULAN
Apeksifikasi merupakan suatu perawatan endodontik yang bertujuan untuk merangsang perkembangan lebih lanjut atau meneruskan proses pembentukan apeks gigi yang belum tumbuh sempurna tetapi sudah mengalami kematian pulpa. Perawatan apeksifikasi diindikasikan pada gigi non vital dimana foramen apikalnya belum terbentuk sempurna, sedangkan perawatan apeksifikasi ini tidak dilakukan jika ada kelainan periapikal. Apeksifikasi merupakan suatu perawatan pendahuluan pada perawatan endodontik dengan menggunakan bahan pengisian saluran akar yang bersifat sementara pada gigi non vital dengan apeks gigi yang terbuka atau belum terbentuk sempurna. Setelah terjadi penutupan saluran akar pada bagian apikal maka dapat dicapai pengisian saluran akar yang sempurna dengan bahan pengisian saluran akar yang tetap yaitu gutta percha. Pada umumnya, prosedur apeksifikasi memiliki tingkat keberhasilan yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Abyono, Arifah. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek, Edisi 11. EGC : Jakarta.
Barrington C. Apexogenesis in an  Incompletely Developed Permanent  Tooth with Pulpal Exposure. http://www.endoexperience.com. 10 Oktober 2012.
Budiyanti A. Perawatan Endodontik pada Anak. Jakarta: EGC, 2006: 50-55.
Grossman, LI. 1978. Endodontics Practice. 9th Edition. Lea & Febiger : Philadelphia.
Hargreaves MK, eds. Pathway of The Pulp. Missouri: Mosby Elseviers, 2002: 864-866.
Ingle JI, Bakland LK. Endodontics 5th ed. London: BC. Decker; 2002. p. 25, 179-186.
Mohammadi Z, Dummer. Properties and applications of Calcium Hydroxide in Endodontics and Dental Traumatology. 11 Oktober 2012.
Simon, S.; Rilliard, F.; Berdal, A.; Machtou, P. 2007. The Use of Mineral Trioxide Aggregate in One-Visit Apexification Treatment : A Prospective Study. International Endodontic Journal. 40, 186-197.
Soedjadi O. Apeksifikasi pada gigi non vital dengan foramen apikal masih  terbuka, Kumpulan ceramah ilmiah, HUT ke XXII, FKG USU, 1983: 71-6.
Tarigan, Rasinta. 2004. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti), edisi 2. EGC : Jakarta.
Walton RE. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. Alih bahasa. Sumawinata N. Jakarta: EGC, 1998: 495-498.
Walton, Richard E.; Torabinejad, Mahmoud. 2001. Principles and Practice of Endodontics, 3rd Edition. Elsevier : India.








Comments

Popular posts from this blog

KUMPULAN SOAL OSCE, PRETEST, DAN UKMP PART 2

KUMPULAN SOAL CBT, OSCE, UKMP, PRETEST PART 12