CARA PEMBAYARAN PROVIDER PELAYANAN KESEHATAN

BAB I
PENDAHULUAN
Pendanaan/pembiayaan kesehatan merupakan kunci utama dalam suatu sistem kesehatan di berbagai negara. Salah satu ukuran terpenting dari sistem pendanaan/pembiayaan yang adil adalah bahwa beban biaya dari kantong perorangan (out of pocket) tidak memberatkan penduduk, aspek pendanaan yang adil tersebut pada umumnya diartikan sebagai pendanaan kesehatan yang adil dan merata (equity). Pendanaan kesehatan yang adil dan merata adalah keadaan seseorang mampu mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya (need) dan membayar pelayanan tersebut sesuai dengan kemampuannya. Di semua negara maju, kecuali
Amerika menerapkan konsep ekuitas ini dalam skala besar yang mencakup seluruh penduduk atau sering disebut cakupan universal. Pendanaan kesehatan di negara-negara tersebut dilaksanakan berdasarkan sistem pelayanan kesehatan nasional (National Health Service/ NHS), sistem asuransi kesehatan nasional atau sosial, atau melalui jaminan sosial.
Secara global pembiayaan kesehatan di Indonesia sebagai negara berkembang tidak hanya bergantung pada pemerintah saja tetapi juga melibatkan sektor swasta. Pembiayaan kesehatan di Indonesia cukup memprihatinkan, pembiayaan sepenuhnya melalui anggaran belanja negara tidak bisa diandalkan. Sehingga alternativeyang paling rasional dan viable (dapat diandalkan untuk jangka panjang dan berkelanjutan) adalah dengan mekanisme asuransi sosial. Alternatif sistem pendanaan melalui mekanisme asuransi sosial sebagai salah satu bentuk reformasi pembiayaan sektor kesehatan di Indonesia, diharapkan melalui mekanisme ini dapat menjadi solusi bagi peningkatan kualitas pelayanan maupun keterjangkauan pelayanan bagi masyarakat.
      Pembayaran Pra-upaya ke Pemberi Pelayanan Kesehatan berupa sejumlah dana yang dibayar di muka oleh Bapel kepada PPK, sehingga PPK tahu batas anggaran yang harus digunakan untuk merencanakan pemeliharaan kesehatan peserta secara efisien dan efektif. Dapat digunakan beberapa cara seperti kapitasi, sistem anggaran, DRG (Diagnostic Related Group), dll. Dalam kapitasi, pembayaran di muka adalah sebesar perkalian jumlah peserta dengan satuan biaya tertentu (Adisasmito, 2008).


BAB II
ISI

A.        Jenis Sistem Pembayaran Provider

1.       Sistem Pembayaran Retrospektif
Sistem pembayaran kesehatan retrospektif yaitu besar biaya kesehatan yang harus dibayar oleh pasien atau pihak pembayar setelah pelayanan diberikan. Salah satu jenis nya adalah fee for service (jasa per pelayanan).
a.       Fee for service
Sistem pembayaran ini adalah setiap dokter mendapatkan gajinya berdasarkan pelayanan yang dia berikan kepada pasiennya. Misalnya saja ada pasien datang, maka dokter akan mendapatkan jasa pelayanan. Kalau kemudian dokter melakukan penyuntikan maka dokter akan mendapatkan jasa dari penyuntikan tersebut. Kalau dokter meresepkan obat pada pasien maka dokter akan mendapatkan uang dari hasil pemberian resep dokter tersebut. Kalau dokter melakukan operasi maka dia akan mendapatkan jasa dari operasi yang telah dilakukannya. Kalau dokter visite, maka juga akan mendapatkan penghasilan tambahan dari jumlah visitenya.(Ahmad, 2011)

2.     Sistem Pembayaran Prospektif
Sistem pembayaran kesehatan prospektif yaitu pembayaran pelayanan kesehatan yang harus dibayar dengan besaran biaya sudah ditetapkan dari awal sebelum pelayanan kesehatan diberikan.

a.     Kapitasi
Sistem pembayaran ini adalah sistem pembayaran prospektif dimana dokter memegang sejumlah besar penduduk akan mendapatkan bayaran dari penduduk yang dipegangnya dalam jangka waktu tertentu (biasanya dibayar per bulan) walaupun penduduk tersebut sakit maupun tidak sakit. Misalnya dokter A memegang sebanyak 1000 orang dalam suatu rentang wilayah dan tiap orang tiap bulannya membayar premi kepada dokter sejumlah Rp. 10.000,–. Maka tiap bulan dokter tersebut akan mendapatkan uang sebesar  Rp. 10.000.000. Seribu orang yang dipegangnya bebas datang ke praktik dokter untuk apakah konsultasi atau pengobatan tanpa melihat jumlah dia datang. Istilahnya setiap pengobatan pasien ditangung dokter dengan menggunakan uang premi tadi. Sisa tiap bulan yang tidak digunakan oleh dokter akan menjadi gaji dokter. Tentu saja kasus-kasus yang akan ditangani tidak semuanya dan ada kontrak tersendiri. Sistem pembayaran ini adalah sistem pembayaran yang sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia sekarang dan dipakai dalam sistem asuransi (Ahmad, 2011).

b.     Tarif paket (INA-DRG/INA-CBG’S)
INA-CBG’s merupakan kependekan dari Indonesia Case Base Group’s. Merupakan aplikasi yang digunakan untuk pengajuan klaim pelayanan oleh Penyedia Pelayanan Kesehatan (PPK) yang berupa Rumah Sakit, Puskesmas ataupun Balai Pengobatan kepada warga masyarakat miskin di Indonesia yang dibuktikan dengan kepesertaan JAMKESMAS. JAMKESMAS sendiri merupakan program pemerintah Indonesia yang membebaskan masyarakat miskin dari biaya pelayanan kesehatan.
INA-CBG’s merupakan kelanjutan dari aplikasi INA-DRG yang lisensinya berakhir pada tanggal 30 September 2010. Dengan demikian aplikasi INA-CBG’s akan menggantikan fungsi dari aplikasi INA-DRG (Isnanto, 2010).
Case Base Groups (CBG’s), yaitu cara pembayaran perawatan pasien berdasarkan diagnosis-diagnosis atau kasus-kasus yang relatif sama. Sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan mutu, pemerataan dan jangkauan dalam pelayanan kesehatan yang menjadi salah satu unsur pembiayaan pasien berbasis kasus campuran, merupakan suatu cara meningkatkan standar pelayanan kesehatan rumah sakit. Rumah Sakit akan mendapatkan pembayaran berdasarkan rata-rata biaya yang dihabiskan oleh suatu kelompok diagnosis.
Pengklasifikasian setiap tahapan pelayanan kesehatan sejenis ke dalam kelompok yang mempunyai arti relatif sama. Setiap pasien yang dirawat di sebuah RS diklasifikasikan ke dalam kelompok yang sejenis dengan gejalan klinis yang sama serta biaya perawatan yang relatif sama.
Dalam pembayaran menggunakan CBG’s baik RS maupun pihak pembayar tidak lagi merinci tagihan berdasarkan rincian pelayanan yang diberikan melainkan hanya dengan menyampaikan diagnosis keluar pasien dan kode DRG. Besarnya penggantian biaya untuk diagnosis tersebut telah disepakati bersama antara provider/asuransi atau ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya. Perkiraan waktu lama perawatan (length of stay) yang akan dijalani oleh pasien  juga sudah diperkirakan sebelumnya disesuaikan dengan jenis diagnosis maupun kasus penyakitnya (Basirun, 2011)

B.         Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pembayaran Provider

Prospektif
Retrospektif
Kelebihan
-       Karena dokter dalam hal ini akan dianggap sama seperti profesi yang lainnya yaitu dokter memiliki pendapatan yang tetap per bulan.
-       Dokter akan berusaha melakukan kegiatan promotif preventif daripada kuratif.
-       Dari segi martabat sendiri, dokter dengan sistem ini tidak sama seperti pedagang atau yang lainnya yang jika pelanggannya sedikit maka penghasilannya sedikit dan jika pelanggannya banyak, maka pendapatannya juga banyak. Dengan sistem kapitasi, berapapun pasien yang datang makan dokter sudah mendapatkan income yang tetap.
-       Dari sisi dokter sendiri bahwa dengan sistem kapitasi akan sangat banyak waktu bagi dokter untuk beristirahat dan melakukan kegiatan lainnya diluar praktik karena dokter tidak akan terpengaruh jumlah pasien  sehingga tidak akan takut-takut kehilangan pasien, dokter memiliki waktu refreshing, beban kerja sedikit, banyak waktu dengan keluarga dan berdampak pada kualitas dokter sebagai dokter akan terjaga.
(Ahmad, 2011)

Kelebihan
Pada sistem fee for service/Out of pocket, merupakan cara yang paling banyak diterapkan di Indonesia saat ini, karena dengan cara ini dokter akan mampu mendapatkan gaji yang tidak pernah terbatas. Jika dokter tersebut memliki jumlah pasien banyak dan semakin menambah pelayanan yang dia sediakan maka dia akan semakin mendapatkan banyak pemasukan.
(Ahmad, 2011)

Kekurangan
-       Dokter tidak dapat mencari pendapatan yang sebanyak-banyaknya.
-       Dokter memberikan sesedikit mungkin pelayanan kesehatan dan akan menjadi underservice yaitu dokter akan mengurangi jumlah pelayanannya agar mendapatkan pendapatan yang sebesar-besarnya.
-       karena sistem dan biaya kesehatan Indonesia yang kecil sehingga coverage per orang yang diberikan pemerintah sangat kecil, dampaknya adalah pendapatan dokter yang sangat kecil,
-       Dari hasil penelitian bahwa jika dokter ingin mendapatkan penghasilan yang layak dengan sistem kapitasi maka ia minimal harus mengcover minimal 600 orang. Masalah pembagian jumlah orang yang akan dicover belum tertata dengan baik dan masih kebanyak dibawah 400 orang sehingga tidak menarik minat dokter untuk memakai sistem ini.

(Ahmad, 2011)

Kekurangan
Sistem ini dinilai sering mengakibatkan kenaikan biaya yang cukup tajam karena dokter akan berusaha memperbanyak pelayanan yang dia berikan walaupun pelayanan tersebut sebenarnya tidak perlu diterima pasien tersebut.
(Utami dkk, 2006)



C.        Sistem Pembayaran Provider oleh BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
Sistem pembayaran provider oleh BPJS adalah dengan sistem pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan tarif paket (INA-CBG’s). Mekanisme pembayaran provider oleh BPJS dapat ditinjau dari pemberi pelayanan. Sistem pembayaran yang diberikan kepada pemberi pelayanan kesehatan yang bersifat primer adalah sistem pembayaran kapitasi, sementara kepada pemberi pelayanan sekunder dan tersier adalah tarif paket (INA-CBG’s).

Pelayanan kesehatan dibedakan dalam dua golongan, yakni :

1.     Pelayanan kesehatan primer (primary health care)
Merupakan pelayanan kesehatan masyarakat yang paling depan, yang pertama kali diperlukan masyarakat pada saat mereka mengalami ganggunan kesehatan atau kecelakaan.

2.     Pelayanan kesehatan sekunder dan tersier (secondary and tertiary health care)
Merupakan Rumah sakit, tempat masyarakat memerlukan perawatan lebih lanjut (rujukan). Di Indonesia terdapat berbagai tingkat rumah sakit, mulai dari rumah sakit tipe D sampai dengan rumah sakit kelas A.
Pelayanan kesehatan masyarakat pada prinsipnya mengutamakan pelayanan kesehatan promotif dan preventif. Pelayanan promotif adalah upaya meningkatkan kesehatan masyarakat ke arah yang lebih baik lagi dan yang preventif mencegah agar masyarakat tidak jatuh sakit dan terhindar dari penyakit.

Sebab itu pelayanan kesehatan masyarakat itu tidak hanya tertuju pada pengobatan individu yang sedang sakit saja, tetapi yang lebih penting adalah upaya-upaya pencegahan (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Sehingga, bentuk pelayanan kesehatan bukan hanya puskesmas atau balkesmas saja, tetapi juga bentuk-bentuk kegiatan lain, baik yang langsung kepada peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, maupun yang secara tidak langsung berpengaruh kepada peningkatan kesehatan.

Bentuk-bentuk pelayanan kesehatan tersebut antara lain berupa Posyandu, dana sehat, polindes (poliklinik desa), pos obat desa (POD), pengembangan masyarakat atau community development, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya
peningkatan pendapatan (income generating) dan sebagainya.

Pelayanan kesehatan rujukan adalah rumah sakit mulai dari tipe D sampai dengan tipe A di Indonesia sampai pada pertengahan tahun 1997 berjumlah 858
rumah sakit dengan jumlah tempat tidur 102.042 TT.

Pengelola atau pemilik rumah sakit di Indonesia dikelompokkan menjadi empat yakni :

1.     Rumah sakit pemerintah, yang dibedakan menjadi rumah sakit Departemen
Kesehatan dan Rumah sakit Pemda (Pemerintah Daerah), yang dibedakan lagi menjadi rumah sakit Pemda Provinsi dan rumah sakit Pemda Kodia/Kabupaten.
Jumlah rumah sakit jenis rumah sakit ini sampai dengan tahun 1997 adalah 340 unit dengan jumlah tempat tidur 49.622.

2.     Rumah sakit ABRI, yang dibedakan menjadi rumah sakit Angkatan Darat,
Angkatan Udara, Angkatan Laut dan Rumah sakit Polri, berjumlah 111 dengan jumlah tempat tidur 10.386.

3.     Rumah sakit Departemen lain yang biasanya dimiliki BUMN, seperti rumah sakit Pertamina, rumah sakit Perkebunan dan sebagainya, berjumlah 72 dengan jumlah tempat tidur 7.283.

4.     Rumah sakit swasta yang dikelola LSM atau perusahaan LSM penyelenggaraan rumah sakit swasta ini biasanya dibedakan menjadi rumah sakit yang didirikan lembaga keagamaan dan rumah sakit netral. Jumlah seluruh rumah sakit swasta sampai dengan tahun yang sama adalah 35 unit dengan jumlah tempat tidur 34.303 (Notoatmodjo Soekidjo, 2001).


BAB III
KESIMPULAN

Jenis sistem pembayaran provider pelayanan kesehatan terbagi menjadi dua, yakni sistem pembayaran retrospektif dan sistem pembayaran prospektif. salah satu jenis dari sistem pembayaran retrospektif adalah fee for service, sedangkan sistem pembayaran prospektif terdiri dari kapitasi dan tarif paket (INA-DRG/INA-CBG’S). Dengan mempertimbangkan segala kekurangan dan kelebihannya, sistem pembayaran provider yang digunakan oleh BPJS di Indonesia saat ini adalah sistem pembayaran prospektif yaitu kapitasi dan tarif paket (INA-CBG’s). 



DAFTAR PUSTAKA


Adisasmito, Wiku. 2008. Kebijakan Standar Pelayanan Medik dan Diagnosis Related Group (DRG), Kelayakan Penerapannya di Indonesia. Fak. Kesehatan Masyarakat UI : Jakarta

Ahmad, Rizqi. 2011. Fee for Service atau Kapitasi. The Health System Of Indonesia. From http://thehealthsystemofindonesia.blogspot.com/2011/02/fee-for-service-atau-kapitasi.html (diakses pada 14 Mei 2013).

Basirun. 2011. Sistem Pembiayaan dan Pembayaran Pelayanan Kesehatan. http://basirun.hostzi.com/ina%20cbgs.html. (Diakses pada 14 Mei 2013)
Isnanto. 2010. Persipan Menuju INA-CBG’s.
Notoatmodjo Soekidjo. 2001. Peran Pelayanan Kesehatan Swasta dalam Menghadapi
Masa Krisis. Suara Pembaruan Daily
Utami, Sri Budi dan Julita Hendrartini. 2006. Evaluasi Penerapan Tarif Paket Pelayanan Esensial Pada Pelayanan Kesehatan Bagi Keluarga Miskin. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Vol. 09, No.1.



Comments

Popular posts from this blog

KUMPULAN SOAL OSCE, PRETEST, DAN UKMP PART 2

KUMPULAN SOAL CBT, OSCE, UKMP, PRETEST PART 12