KASUS DAN EVALUASI KASUS IKGA 2
1.1 Skenario Kasus
Pasien adalah seorang anak perempuan yang lahir pada 27 september 2003. Pasien tersebut datang ke klinik pada tanggal 21 april 2012, berarti usia pasien 8 tahun 5 bulan. Pasien mengeluhkan gigi geraham kiri bawah berlubang, sakit bila untuk makan dan tersentuh. Gigi tersebut pernah sakit berdenyut kurang lebih 3 bulan yang lalu. Anak tersebut sehat. Terdapat riwayat alergi terhadap antibiotik penisilin.
1.2. Pemeriksaan Subjektif
➢ Identitas diri
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 8 tahun 7 bulan
➢ Anamnesis
Chief Complaint (CC) : Pasien memeriksakan gigi geraham kiri bawahnya yang berlubang.
Present Illness(PI) : Gigi tersebut dirasakan sakit bila untuk makan dan tersentuh.
Past Dental History (PDH) : Gigi tersebut pernah sakit berdenyut kurang lebih 3 bulan yang lalu.
Past Medical history (PMH): Kondisi anak sehat, memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik jenis penisilin.
Family istory (FH) : -
Social History (SH) : -
1.3. Pemeriksaan Objektif
➢ Pemeriksaan tanda vital:
- Tensi : 110/90 mmHg
→ normal (kisaran normal 80-135/50 mmHg)
- Temperatur : 36,5oC
→ normal (kisaran normal 36-37oC)
- Denyut nadi : 85 kali/menit
→ normal (kisaran normal 60-150 kali/menit)
- Respirasi : 38 kali/menit
→normal (kisaran normal 12-35 kali/menit
o Tinggi Badan : 128 cm
o Berat Badan : 25 kg
o Ekstraoral : tidak ada kelainan
16 Kavitas kedalaman email di permukaan oklusal 36 Karies email di permukaan oklusal (fissura)
55 Kavitas di permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
75 Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : (- )
perkusi : ( + ) sakit
Palpasi : (+ ) sakit
CE : ( - )
54 Kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
74 Tumpatan semen ionomer kaca
52 Kavitas di permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin, gusi bagian labial terdapat benjolan kecil berwarna merah
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : + (goyah ± 2 mm)
CE : -
73 Kavitas di permukaan distal kedalaman dentin, warna coklat kehitaman
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
11 Sedang erupsi 32 Sedang erupsi
21 Erupsi sebagian
62 Kavitas berwarna coklat kehitaman di permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
31 Tumbuh ke lingual
63 Kavitas kedalaman email di permukaan distal 41 Tumbuh di lingual
64 Kavitas di permukaan disto oklusal kedalaman dentin dengan warna kecoklatan.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : + (linu)
82 Luksasi kurang lebih 2 mm kearah linguo-labial
65 Kavitas di permukaan mesio oklusal kedalaman dentin dengan warna kecoklatan.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : + (tidak ada reaksi)
83 Kavitas di permukaan distal kedalaman dentin, warna coklat kehitaman
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
26 Fissure dalam 84 kavitas di permukaan disto oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
85 kavitas di permukaan mesio oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
46 Karies email di fisura oklusal
1.4. Odontogram
Keterangan :
: Gigi belum erupsi
: Gigi sudah dicabut atau tanggal
: Karies
: Tumpatan
: Luksasi
1.5. Analisis Foto Rontgen
a. Terdapat area radiolusen pada permukaan distooklusal mencapai pulpa pada gigi 75
b. Terdapat area radiopak pada gigi 74
c. Akar mesial gigi 74 sudah diresorbsi oleh benih gigi permanen dibawahnya
2.1. Pulpitis
2.1.1. Pulpitis Reversibel
A. Pengertian
Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jikapenyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal (Walton dan Torabinejad, 2003).
B. Patofisiologi
Pulpitis awal dapat terjadi karena karies dalam, trauma, tumpatan resinkomposit/ amalgam/ ionomer gelas. Gambaran mikroskopis ditandai oleh lapisanodontoblas rusak, vasodilatasi, udem, sel radang kronis, kadang sel radang akut (Tarigan,2000)
C. Faktor Penyebab
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel adalah stimulusringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal,sebagian besar prosedur operatif, kuretasi periodontium yang dalam, dan frakturemail yang menyebabkan tubulus dentin terbuka (Walton dan Torabinejad, 2003).
D. Gejala
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanyasebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas dan oleh udara dingin. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bilapenyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel danireversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis ireversibel adalah lebih parah danberlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversibel, penyebab sakit umumnya pekaterhadap stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada pulpitisireversibel rasa sakit datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibelasimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik (Grossmanet al, 1995.)
E. Pemeriksaan
Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarkantes klinik. Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, dan umumnyaberhenti bila stimulusnya dihilangkan. Dingin, manis, atau asam biasanyamenyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi kronis. Meskipun masing-masing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung sebentar, paroksismedapat berlanjut berminggu-miggu bahkan berbulan-bulan. Pulpa dapat sembuhsama sekali atau rasa sakit tiap kali dapat berlangsung lebih lama dan intervalkeringanan dapat menjadi lebih pendek, sampai akhirnya pulpa mati.Karena pulpa sensitif terhadap perubahan temperatur, terutama dingin,aplikasi dingin merupakan suatu cara untuk menemukan dan mendiagnosis gigiyang terlibat. Sebuah gigi dengan pulpitis reversibel secara normal bereaksiterhadap perkusi, palpasi, dan mobilitas, dan pada pemeriksaan radiografik jaringan apikal adalah normal (Grossmanet al, 1995.)
F. Perawatan
Menghilangkan iritan dan menutup serta melindungi dentin yang terbukaatau pulpa vital biasanya akan menghilangkan gejala (jika ada) dan memulihkanproses inflamasi jaringan pulpa. Akan tetapi jika iritasi ini berlanjut atauintensitasnya meningkat, inflamasi akan berkembang menjadi sedang bahkanparah yang akhirnya menjadi pulpitis ireversibel dan bahkan nekrosis (Walton danTorabinejad, 2003)
2.1.2. Pulpitis Ireversibel
A. Pengertian
Pulpitis ireversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan daripulpitis reversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak bisapulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadinekrosis (Walton dan Torabinejad, 2003).
B. Patofisologi
Radang pulpa akut akibat karies yang lama. Kerusakan jaringan pulpamengakibatkan gangguan sistem mikrosirkulasi pulpa yang berakibat udem, syaraf tertekan, dan menimbulkan nyeri hebat
C. Faktor penyebab
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selamaporsedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma ataupergerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitisireversibel (Walton dan Torabinejad, 2003).
D. Gejala
Gejala pulpitis ireversibel biasanya asimtomatik atau pasien hanyamengeluhkan gejala yang ringan. Akan tetapi, pulpitis reversibel dapat jugadiasosiasikan dengan nyeri spontan (tanpa stimuli eksternal) yang intermiten atauterus-menerus. Nyeri pulpitis ireversibel dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus(menyebar) dan bisa berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan dengan nyeri periradikulerdan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens. Aplikasi stimulus eksternalseperti dingin atau panas dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan (Walton danTorabinejad, 2003).
E. Pemeriksaan
Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar keperiapeks, respons gigi terhadap palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.Penjalaran inflamasi hingga mencapai ligamen periodontium akan mengakibatkangigi peka terhadap perkusi dan nyerinya lebih mudah ditentukan tempatnya (Walton dan Torabinejad, 2003)
F. Perawatan
Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeksterbuka dan gigi apeks tertutup. Pada dewasa muda dengan pulpitis ringandilakukan pulpotomi (Ca(OH)2) dan pada pulpitis yang berlangsung lamadilakukan pulpotomi foromoeresol menunggu apeksogenesis. Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar dan dilanjutkan restorasi yang sesuai (Tarigan. 2002)
2.2. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat parsial atau total (Tarigan,2006).
Terdapat dua tipe nekrosis pulpa yaitu : (Tarigan,2006)
1.Tipe koagulasi. Di sini terdapat bagian jaringan yang larut , mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat.
2.Tipe liquefaction. Enzim pretoilitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.
A. Gejala
Nekrosis Pulpa biasanya asimtomatik tetapi dapat terkadang nyeri spontan dan ketidak nyamanan atau nyeri tekan (dari jaringan periradikular). Pada gigi dengan nekrosis pulpa, nyeri timbul ketika ada rangsang panas bukan karena adanya peningkatan tekanan intrapulpal yang pada gigi vital(Walton ,2008).
Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit. Petunjuk pertama adanya nekrosis adalah perubahan warna gigi dan gigi tidak peka terhadap preparasi kavitas yang dilakukan sampai kamar pulpa. Kadang kadang gigi terasa sakit jika ada rangsang panas karena terjadi perubahan gas yang akan menekan ujung syaraf jaringan vital yang ada disekitarnya (Tarigan,2006).
Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa pada umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari daerah periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau kehitaman. Perubahan warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat ekstravasasi dan degradasi dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa menyebabkan gigi menjadi mudah untuk retak dan patah. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko terjadi penyebaran fokus infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi sistemik. Nekrosis pulpa dapat disertai atau tanpa adanya penyakit periapikal. Pada pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes dengan suhu dingin, nekrosis pulpa tidak memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih dapat berespon pada tes dengan suhu panas. (Pantera, 1990)
Secara histopatologi, nekrosis pulpa memberikan gambaran anukleasi pada rongga pulpa. Progresitas dari pulpitis menyebabkan terbentuknya nekrosis liquefaction dengan zona inflamasi kronik yang dapat ditemukan disekitar area nekrosis. Jaringan saraf masih dapat ditemukan baik dalam kondisi intak maupun dalam prose’s degenerasi. Beberapa kasus ditemukan dry necrosis atau sicca yaitu rongga pada pulpa yang berisikan debris-debris tanpa materi pulpa. (Pantera, 1990)
B. Tes dan Perawatan
Gigi dengan nekrosis pulpa biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik maupun termal, tetapi kadang kadang memberi respon terhadap rangsang panas. Nekrosis pulpa tipe liquefaction dapat menunjukan kepekaan terhdap tes elektrik karena adanya alran listrik ke jaringan vital sekitarnya (Tarigan,2006).
Hasil pemeriksaan palpasi, perkusi, mobilitas, dan pembengkakan adalah negatif, kecuali disertai dengan peradangan periapeks (Tarigan,2006). Sesuai definisinya, pulpa dari sebuah gigi yang pulpanya nekrosis tidak ada respon terhadap tes vitality. Karena penyebaran reaksi inflamasi ke jaringan periradikular, gigi dengan Nekrosis Pulpa sensitif terhadap perkusi. Sensivitas terhadap palpation adalah sebuah indikasi tambahan untuk keterlibatan periradicular. Perawatan saluran akar atau ekstrasi adalah indikasi perawatan untuk gigi ini (Walton ,2008).
Keberadaan berbagai derajat inflamasi pada gigi berakar jamak mulai dari pulpitis irreversibel hingga nekrosis tidak mustahil terjadi dan kadang kadang membingungkan pengetsaan. Lebih lebih efek bekrosis jarang terbatas hanya pada saluran akar. Jadi karena menyebarnya reaksi inflamasi ke jaringan periradikuler, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitif terhadap perkusi. Sensitivitas pada palpasi merupakan indikasi tambahan dari terinflamasinya jaringan periradikuler. Untuk gigi gigi seperti ini tindakan yang diindikasikan adalah perawatan saluran akar atau ekstraksi (Walton ,2008)
C. Etiologi
Etiologi utama dari nekrosis pulpa adalah infeksi bakteri dan respon inflamasi host (Beer, 2004) . Selain bakteri penyebab nekrosis adalah trauma,iritasi terhadap bahan restorasi silikat dan akrilik, atau radang pulpa yang berlanjut. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan devitalisasi, seperti arsen dan paraformaldehid (Tarigan,2006).
Etiologi nekrosis pulpa yang paling sering adalah karies dentis, trauma, dan iatrogenik. Nekrosis pulpa sebagian besar berawal dari pulpitis yang disebabkan oleh karies dentis. Trauma dapat menyebabkan pulpitis yang berakhir dengan nekrosis pulpa1,2. Menurut Robertson dkk, pada obliterasi kanal pulpa akibat trauma pada gigi insisivus permanen didapatkan 16% kasus mengalami nekrosis pulpa melalui tes elektrikal pulpa3. Nekrosis juga dapat disebabkan prosedur medik yang dilakukan oleh klinisi. Menurut Poul dkk, dari 617 gigi dari 51 pasien yang dilakukan osteotomi pada fraktur Le Fort I didapatkan 0,5% gigi mengalami nekrosis pulpa. (Poul, 1989)
2.3. Karies Dentin Insensitif
Karies dentin merupakan proses patologis berupa kerusakan yang terbatas di jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke dentin. Karies dentin ini merupakan masalah mulut utama pada anak dan remaja, periode karies paling tinggi adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia 12-13 tahun pada gigi tetap, sebab pada usia itu email masih mengalami maturasi setelah erupsi, sehingga kemungkinan terjadi karies besar. Jika tidak mendapatkan perhatian karies dapat menular menyeluruh dari geligi yang lain.
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas) (Maulani, 2005).
Dentin yang terkena karies, tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan insensitif dan lapisan sensitif. Lapisan insensitif, merupakan lapisan luar yang telah mati yang mengalami proses demineralisasi yang tinggi, terinfeksi dan tidak dapat diremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang mengalami kerusakan secara ireversibel. Prosesus odontoblast telah hilang. Sedangkan lapisan sensitif merupakan lapisan dalam yang mengalami demineralisasi sebagian, tidak terinfeksi dan dapat teremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang terdenaturasi secara reversibel dan prosesus odontoblasnya masih utuh. (Schmidseder, 2000)
Kondisi gigi pada kasus yang dibahas, gigi tersebut mengalamai karies dentin insensitive dengan kata lain gigi tersebut sudah nonvital karena berdasarkan hasil pemeriksaan vitalitas gigi menunjukkan hasil yang negatif pada semua aspeknya. Menurut Walton dan Torabinejad (2008) Gigi non-vital adalah gigi yang telah mati akibat tidak adanya suplai darah yang masuk. Gigi non-vital tidak dapat merespon terhadap stimuli normal pada pengetesan. Penyebab gigi menjadi non-vital bisa karena injury yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi. Dengan perawatan saluran akar yang adekuat akan menyembuhkan lesi periapeks tetapi tidak akan menyembuhkan defek periodontium.
2.4. Malposisi Gigi
Gigi perlu dirawat sejak dini agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang gigi, di samping mempertahankan keadaan gigi yang normal, sehingga saat dewasa memperoleh oklusi gigi yang harmonis, fungsional, dan estetis. Kebiasaan mengemut makanan, minum susu dalam botol dot menjelang tidur, mengisap jari, dan penyakit talasemia merupakan beberapa faktor penyebab gangguan pertumbuhan gigi (Siswono,2001).
Penyebab ketidakteraturan letak gigi (mal posisi) ini karena adanya ketidakharmonisan ukuran gigi dengan rahang atau dengan otot sekitar mulut. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor genetik/keturunan, pola makan, dan perilaku. Pola makan yang membiasakan anak untuk terlalu lama makan makanan lunak menyebabkan rahang kurang berkembang. Demikian juga dengan perilaku yang tidak baik seperti menghisap jari, pemakaian dot yang terlalu lama, bernafas melalui mulut, maupun cara menelan yang salah (www.pdgionline.com).
Maloklusi adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II,dan III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga. Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut. Gigi-gigi yang sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan in I mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah timbulnya gangguan tersebut (Thomson, 2007).
Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal.
1. Mesioversi :lebih ke mesial dari posisi normal
2. Distoversi :lebih ke distal dari posisi normal
3. Lingouversi :lebih ke lingual dari posisi normal
4. Labioversi :lebih ke labial dari posisi normal
5. Infraversi :lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
6. Supraversi :lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
7. Axiversi :inklinasi aksial yang salah, tipped.
8. Torsiversi :rotasi pada sumbunya yang panjang
9. Transversi :perubahan pada urutan posisi.
Penyebab Gigi Berjejal (Crowding)
Keberjejalan merupakan sebuah ketidaksesuaian kuantitas antara panjang klinis dari lengkung gigi dan jumlah lebar mesiodistal dari gigi geligi. Gigi berjejal terjadi ketika ada ketidakharmonisan hubungan gigi dengan ukuran rahang atau ketika gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia. Crowding dapat disebabkan oleh kesalahan erupsi gigi dan terlalu cepat atau lambatnya kehilangan gigi primari. Gigi berjejal sebaiknya di koreksi, karena dapat :
1.Mencegah pembersihan yang tepat pada permukaan gigi
2.Menyebabkan kerusakan gigi
3.Memberi kesempatan terjadinya penyakit gusi yang dapat mencegah gigi berfungsi secara tepat
4.Mencegah gigi berfungsi dengan baik
5.Membuat senyum kurang atraktif dan menarik
Gigi berjejal merupakan masalah umum dalam ortodonsi. Hal ini pada dasarnya terdengar seperti, gigi terlalu ramai bersama-sama dan menjadi berliku-liku. Peck dan Peck melaporkan sebuah hubungan yang jelas antara bentuk gigi insisivus rahang bawah dan ketidakteraturannya, Smith menemukan sedikit korelasi antara bentuk gigi insisivus rahang bawah dan derajat gigi. Ada beberapa perbedaan pendapat tentang peran crowding insisivus terhadap penyakit periodontal, namun tidak ada perselisihan tentang perbaikan dalam hal estetika oral yang dapat dicapai oleh perbaikan gigi. Meskipun perawatan berjejal anterior mandibula harus individual, dokter harus selalu diingat potensi tinggi untuk relaps karena mereka mempertimbangkan estetika, mekanik perawatan, kondisi periodontal, dan retensi tertinggi (MK Alam, 2009).
Faktor yang menyebabkan susunan gigi tak beraturan:
A. Penyebab tidak langsung
1.Faktor genetik.
Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang rahang) dengan rahang bawah lebih maju ke depan di banding rahang atas kemungkinan akan mempunyai anak dengan kondisi rahang yang serupa.
2.Faktor kongenital
Misalnya mengkonsumsi obat-obatan pada saat hamil, menderita trauma/penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital ini harus menjadi perhatian bagi para calon orang tua.
3.Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh termasuk rahang dan gigi.
4.Penyakit
Misalnya penyakit thalasemia.anak talasemia mengalami hambatan tumbuh kembang fisik (berat dan tinggi badan kurang) serta hambatan pertumbuhan tulang penyangga gigi. Rahang bawah pendek sehingga muka bagian atas tampak maju. Pertumbuhan vertikal juga terganggu sehingga tampak divergen, muka lebih cembung. Wajah tidak proporsional, pipi lebih tinggi, jarak kedua mata lebih lebar.
B. Penyebab langsung
1.Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya
Pergeseran gigi di sebelahnya menyebabkan penyempitan ruang pada lengkung gigi. Akibatnya, gigi permanen tidak memperoleh ruang cukup dan akan tumbuh dengan susunan gigi berjejal.
2.Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.
Lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak celah antara gigi (diastema).
3.Gigi yang berlebih
Gigi berlebih tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi berjejal (crowding).
4.Tanggalnya gigi tetap
Gigi permanen yang tanggal dengan cepat dan tdak diganti segera dengan protesa akan menyebabkan gigi lainnya mengisi ruangan kosong bekas gigi yang tanggal tadi.
5.Gigi susu tidak tanggal
Walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens) gigi tetap muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal.
6.Bentuk gigi tetap tidak normal.
Misalnya ada gigi permanen yang makrodontia ada juga yang mikrodontia. Atau bisa saja jika ukuran gigi besar dan rahang kecil, hingga gigi berjejal.
7.Kebiasaan-kebiasaan buruk, antara lain:
Bernapas lewat mulut,menghisap jari,proses penelanan yang salah, minum susu dengan botol dot menjelang tidur,menggigit pensil atau membuka jepit rambut dengan gigi, meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi rahang bawah dll. Beberapa kebiasaan sebagian normal dilakukan oleh bayi,misalnya mengisap jari.namun jika hal ini berkelanjutan sampai dewasa dapat menyebabkan ketdakteraturan gigi (Anonymous, 2008).
2.5. Perawatan Pulpa Gigi Anak
Perawatan pulpa gigi sulung berbeda dengan perawatan gigi permanen. Hal ini disebabkan morfologi gigi sulung yang kecil, ruang pulpa yang besar dan kecepatan terkenanya pulpa oleh karies.
2.5.1 Pulp Capping
Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium yang akan merangsang pembentukan dentin reparative. Tujuan pulp capping adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan menempatkan selapis material proteksi / terapeutik yang sesuai, baik secara langsung pada pulpa yang terbuka berdiameter kurang lebih 1 mm atau di atas lapisan dentin yang tipis dan lunak. Bahan yang dipakai Ca(OH)2 yang mempunyai khasiat merangsang odontoblas membentuk dentin reparatif. Pemberian Ca(OH)2 langsung mengenai pulpa pada gigi sulung dapat merangsang odontoblas yang berlebihan sehingga menyebabkan resorpsi interna.
Teknik pulp capping ini ada dua cara :
• Pulp Capping Indirek
Prosedur kaping pulpa indirek digunakan dalam manajemen lesi karies yang dalam yang jika semua dentin yang karies dibuang mungkin akan menyebabkan terbukanya pulpa. Kaping pulpa indirek hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversible. (Walton & Torabinejad, 2008; 429)
Indikasi :
- Karies yang dalam, dimana lapisan dentin di atas pulpa sudah sedemikian tipis
- Tanpa adanya gejala inflamasi.
Kontra Indikasi :
- Adanya rasa sakit spontan.
- Adanya tanda – tanda kondisi patologi klinis maupun radiografis.
- Riwayat sakit pulpa.
- Rasa sakit spontan dan berdenyut.
- Rasa sakit karena rangsangan.
- Gambaran patologis pulpa.
- Resorpsi interna.
- Kalsifikasi pada pulpa.
- Radiolusen di daerah furkasi atau periapikal.
- Penebalan periodontal membrane di daerah apikal.
- Resorpsi akar pada gigi sulung mencapai 2/3 akar atau lebih.
- Perubahan jaringan periodonsium yang berhubungan dengan pulpa.
- Kegoyangan gigi.
- Perdarahan gingiva.
Teknik pulp capping indirek :
1. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies.
2. Isolasi daerah kerja.
3. Gunakan bur bulat untuk membuka daerah karies. Gunakan bur kecepatan rendah (carbide bor) untuk mengangkat dentin karies, kemudian irigasi dengan aquadest steril. Keringkan kavitas setelah dibersihkan.
4. Tempatkan basis kalsium hidroksida Ca(OH)2 di atas selapis tipis dentin yang tersisa 1 mm kemudian tutup dengan semen fosfat sebagai basis tumpatan
5. Lakukan restorasi amalgam / mahkota stainless steel (Gambar 1-C)
• Pulp Capping Direk
Ada dua hal yang menyebabkan prosedur ini harus dilakukan yakni jika pulpa terbukas secara mekanis (tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara mekanis dapat terjadi pada preparasi kavitas atau preparasi mahkota yang berlebihan, penempatan pin atau alat bantu retensi. Kedua tipe terbukanya pulpa ini berbeda ; jaringan pulpanya masih normal pada kasus pemajanan mekanis yang tidak sengaja, sementara pada pulpa yang terbuka karena karies yang dalam kemungkinan besar pulpanya telah terinfalamsi. (Walton & Torabinejad, 2008 ; 429)
Indikasi :
- Pulpa vital terbuka kecil (pin point) seujung jarum karena kesalahan waktu preparasi kavitas atau ekskavasi jaringan dentin lunak.
- Terbukanya pulpa kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1 mm.
- Untuk gigi tetap muda pembentukan akar dan apeks belum sempurna.
Kontra indikasi :
Kontra indikasi pada pulp capping direk sama dengan kontra indikasi pulp capping indirek.
Teknik pulp capping direk :
1. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies.
2. Isolasi daerah kerja.
3. Perdarahan yang terjadi akibat perforasi dihentikan.
4. Irigasi kavitas dengan aquadest untuk mengeluarkan kotoran dari dalam kavitas, kemudian dikeringkan kavitas tersebut.
5. Letakkan bahan kalsium hidroksid pada daerah pulpa yang terbuka dan biarkan sampai kering.
6. Kemudian beri semen fosfat dan tambalan sementara.
7. Setelah 6 minggu, bila reaksi pulpa terhadap panas dan dingin normal dapat dilakukan restorasi tetap.
Evaluasi :
Pemeriksaan ulang perawatan dilakukan minimal 4 – 6 minggu. Perawatan dikatakan berhasil jika :
- Tidak ada keluhan subyektif.
- Gejala klinis baik.
- Pada gambaran radiografik terbentuk dentin barrier pada bagian pulpa yang
terbuka.
- Tidak ada kelainan pulpa dan periapikal.
2.5.2 Pulpotomi
Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa vital yang terinflamasi dari dalam kamar pulpa dengan tujuan untuk menjaga vitalitas dan fungsi pulpa radikular yang tersisa.
Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian :
• Pulpotomi vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa.
Indikasi
- Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
- Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pula capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
- Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi.
- Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
- Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi
- Rasa sakit spontan.
- Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
- Ada mobiliti yang patologik.
- Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun eksterna.
- Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah
- Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Teknik pulpotomi vital
a. Kunjungan pertama
1. Pengambilan Ro-foto.
2. Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
3. Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan, kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium
4. Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah
5. Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah masuknya sisa – sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular. Hindarkan penggunaan semprotan udara.
6. Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 – 5 menit.
7. Kapas diambil dengan hati – hati. Hindari pekerjaan kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan kembali.
8. Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap
9. Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna coklat tua atau kehitam – hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol
10. Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di atasnya tempatkan tambalan tetap
b. Kunjungan kedua
Dilakukan apabila perdarahan tidak dapat dihentikan setelah amputasi pulpa oleh karena peradangan berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan 2 kali kunjungan.
Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
1. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol diambil dari kamar pulpa.
2. Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.
3. Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan tetap.
• Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation
Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta paraformaldehid.
Indikasi :
- Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
- Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
- Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
- Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior.
- Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi
- Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan.
- Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
- Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.
Teknik pulpotomi devital :
a. Kunjungan pertama
1. Ro-foto, isolasi daerah kerja.
2. Karies disingkirkan kemudian pasta devital para formaldehid dengan kapas kecil diletakkan di atas pulpa.
3. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa.
4. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu – waktu jika timbul rasa sakit pada malamnya.
b. Kunjungan kedua (setelah 7 – 10 hari)
1. Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan.
2. Diperiksa apakah gigi goyang.
3. Gigi diisolasi.
4. Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.
5. Buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa.
6. Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1.
7. Tutup ruang pulpa dengan semen kemudian restorasi.
• Pulpotomi non vital / amputasi mortal.
Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik. Tujuan pulpotomi non vital adalah mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer.
Indikasi
- Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
- Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan sebagai space maintainer.
- Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
- Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.
Obat yang digunakan :
- Formokresol
- CHKM
Teknik non vital pulpotomi :
a. Kunjungan pertama
1. Ro-foto daerah kerja.
2. Buka atap pulpa / ruang pulpa
3. Singkirkan isi ruang pulpa dengan ekskavator atau bur bulat yang besar sejauh mungkin dalam saluran akar.
4. Bersihkan dari debris dengan aquadest kemudian keringkan dengan kapas.
5. Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan dengan kapas kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal sementara.
b. Kunjungan kedua (setelah 2 – 10 hari)
1. Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda – tanda infeksi.
2. Buka tumpatan sementara, bersihkan kavitas dan keringkan.
3. Letakkan pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1) dalam kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin masuk dalam saluran akar.
2.5.3 Pulpektomi
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas.
Indikasi
- Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital.
- Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
- Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
- Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
Kontra indikasi
- Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
- Resorpsi akar gigi yang meluas.
- Kesehatan umum tidak baik.
- Pasien tidak koperatif.
- Gigi goyang disebabkan keadaan patologis
Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa bertambah luas.
Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor – faktor lainnya seperti :
- Berapa lama gigi masih ada di mulut.
- Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).
- Apakah gigi masih dapat direstorasi.
- Kondisi jaringan apikal.
Teknik pulpektomi (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002) :
1. Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet
2. Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa
dengan ekskavator atau kuret.
3. Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran
akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller.
4. Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan
instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan kikir (file) sesuai panjang kerja.
5. Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium
hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan poin kertas isap (absorbent point) steril.
6. Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan pereda sakit, misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro phenol) ke dalam kamar pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan sementara, misalnya cavit atau semen seng oksida eugenol, hindari trauma oklusal.
7. Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit. Premedika atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan bila kondisi pasien secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik timbul kemudian.
Keberhasilan pulpektomi
Seperti juga pada pulp capping, gigi tidak terdapat gejala infeksi dan Rofoto tidak terlihat adanya perubahan patologi.
Tanda – tanda perawatan yang gagal
- Resorpsi interna
Resorpsi interna dari dentin yang merupakan tanda kegagalan yang sering ditemukan, hal ini disebabkan oleh aktifitas osteoblas pada daerah amputasi pulpa yang meradang
- Abses alveolar
- Gigi terlalu cepat atau terlambat tanggal
Gigi infeksi kronis dapat menyebabkan gigi tanggal lebih cepat karena gigi mengalami resorpsi tidak normal. Kemungkinan juga tanggalnya gigi menjadi terlambat sehingga mengganggu erupsi gigi permanen.
2.6. Perawatan Eksodonsi Gigi Anak
Salah satu perawatan dalam bidang kedokteran gigi anak adalah prosedur pencabutan gigi desidui. Pencabutan gigi desidui pada dasarnya memiliki prosedur yang tidak berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa. Dengan memperhatikan beberapa aspek, maka prosedur ini bisa dilakukan dengan mudah. (Rao, 2006)
Aspek-aspek yang menjadi perhatian dalam pencabutan (ekstraksi) gigi desidui:
• Aspek Psikologis
Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter gigi harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana sikap anak untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan, berinteraksi dengan bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter gigi untuk mengetahui hal ini. (Rao, 2006)
• Aspek Etiologis
Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi anak tidak dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan gigi anak jelas karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi patologis yang sering sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada umumnya. (Rao, 2006)
• Aspek Tumbuh dan Kembang Anak
Tidak hanya berdasarkan etiologi pencabutan karena karies gigi. Pencabutan gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan adanya keterlambatan dalam faktor pertumbuhan gigi geligi anak (Rao, 2006).
Sebelum melakukan tindakan pencabutan, ada beberapa hal yang harus dilakukan ( Rao, 2006) :
• Persiapan penderita
- Jelaskan pada penderita bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan
- Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan dan penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau merasa tebal (bila menggunakan lidocain)
- Minta ijin kepada penderita/ pengantar untuk dilakukan tindakan
• Mempersiapkan alat dan obat anastesi serta alat tindakan pencabutan gigi desidui yang telah di sterilkan
• Lakukan tindakan anestesi
Indikasi (Marwah dan Parbha, 2008) :
- Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi mobiliti, dapat mengiritasi, mengganggu untuk menyusui
- Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
- Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan pencabutan.
- Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau erupsi.
- Gigi sulung yang persistensi
- Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi tetap.
- Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
- Untuk perawatan ortodonsi
- Supernumerary tooth.
- Gigi penyebab abses dentoalveolar
Kontra Indikasi :
- Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya.
Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.
- Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah.
- Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease.
- Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
- Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan metastase.
- Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi. Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi haruslah lebih dahulu mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut atau konsultasi ke bagian internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan :
o Penyembuhan lukanya agak sukar.
o Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan
o Bisa terjadi perdarahan berulang kali.
- Irradiated bone
- Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.
(Marwah dan Parbha, 2008)
Teknik pencabutan gigi sulung
Teknik pencabutan tidak berbeda dengan orang dewasa. Karena pada anak-anak ukuran gigi dan mulut lebih kecil dan tidak memerlukan tenaga yang besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Harus diingat juga bentuk akar gigi sulung yang menyebar dan kadang-kadang resorpsinya tidak beraturan dan adanya benih gigi permanen yang ada di bawah akar gigi sulung. Seperti juga orang dewasa, pada waktu melakukan pencabutan perlu dilakukan fiksasi rahangnya dengan tangan kiri.
Jika resorpsi akar telah banyak, maka pencabutan sangat mudah, tetapi jika rsorpsi sedikit terutama gigi molar pencabutan mungkin sulit dilakukan, apalagi bila terhalang benig gigi permanen di bawahnya (Pedersen, 1996).
Untuk gigi sulung berakar tunggal, yaitu gerakan rotasi dengan satu jurusan diikuti dengan gerakan ekstraksi (penarikan) (Pedersen, 1996).
Untuk gigi berakar ganda, yaitu gerakan untuk melakukan pencabutan adalah gerakan luksasi pelan-pelan juga. Gerakan luksasi ini ke arah bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga harus hatihati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan luksasi diikuti dengan gerakan ekstraksi (Pedersen, 1996).
2.7. Operative Dentistry
Tujuan utama penanganan segala kondisi patologis pada gigi geligi anak adalah agar mempertahankan kondisi gigi desidui tetap sehat hingga dapat berfungsi secara normal dan kemudian tanggal secara fisiologis. Gigi yang sehat, dan pertumbuhan gigi yang sesuai didalam lengkung giginya akan berpengaruh terhadap kesehatan anak secara holistik. Penanganan pada pasien anak berbeda dengan dewasa. Perbedaan terletak pada morfologi gigi dan adanya proses fisiologis tanggalnya gigi geligi. Sehingga itu, penanganan operatif dentistri pada anak membutuhkan pendekatan yang berbeda dari orang dewasa (Sim dan Finn,1973).
Penentuan untuk merestorasi gigi desidui harus didasarkan pada banyak hal, tidak semata-mata karena gigi tersebut mengalami karies. Beberapa faktor yang harus diperhatikan ketika akan memutuskan untuk merestorasi gigi geligi desidui adalah :
1. Usia anak
2. Derajat keparahan karies
3. Gambaran radiografis kondisi gigi dan jaringan pendukung
4. Waktu tanggalnya gigi
5. Efek mempertahankan atau mencabut gigi tersebut terhadap kesehatan anak
6. Pertimbangan ruang dari lengkung gigi
Klasifikasi menurut black mengenai kavitas pada gigi permanen dapat dimodifikasi dan diaplikasikan untuk gigi desidui. Modifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
- Kavitas kelas I : kavitas terletak pada daerah pit dan fissura pada permukaan oklusal gigi molar dan permukaan bukal atau pit lingual gigi-geligi anterior
- Kavitas kelas II : kavitas pada seluruh permukaan proksimal gigi molar dengan akses terbuka dari permukaan oklusal
- Kavitas kelas III : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan atau tanpa perluasan ke arah labial atau lingual
- Kavitas kelas IV : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan melibatkan permukaan incisal
- Kavitas kelas V : kavitas pada daerah 1/3 servikal permukaan labial atau buccal, lingual atau palatar pada seluruh gigi.
Cavity Preparation
Tahapan preparasi gigi desidui sama dengan tahapan preparasi gigi permanen, yaitu :
1. Menentukan outline form
2. Membuat retensi dan resitensi
3. Membuat convenience form
4. Menghilangkan seluruh jaringan karies
5. Menghilangkan email yang tidak didukung dentin
6. Membersihkan kavitas
Tahapan tersebut diatas merupakan prinsip dasar dalam prosedur restoratif. Jika melakukan restorasi dengan memenuhi prinsip dari tahapan diatas maka hasil restorasi yang didapatkan akan semakin baik, retensi dan resistensi tinggi pada daerah yang mendapatkan tekanan mastikasi serta meminimalisir kemungkinan terbentuknya karies sekunder.
Prosedur dalam merestorasi gigi desidui pada prinsipnya sama dengan gigi permanen, hanya perlu memodifikasi sebagian teknik karena keunikan morfologi gigi desidui itu sendiri. Gigi desidui secara anatomis berbeda dengan gigi permanen dimana ketebalan email hanya 1 mm dengan proporsi kamar pulpa yang sangat besar, selain itu bentuk oklusal yang sempit dan leher gigi yang sempit dengan kontak proksimal yang berupa bidang (flat) (Sim dan Finn,1973).
Untuk merostarasi gigi , banyak pilihan material yang dapat digunakan. Diantaranya adalah restorasi amalgam, restorasi komposit dan berbagai alternatif pilihan mahkota jaket.
2.7.1 Restorasi amalgam.
Restorasi jenis ini merupakan restorasi yang masih kontroversial. Hal tersebut dikarenakan komposisi merkuri pada amalgam. Namun, Black menyatakan dalam bukunya bahwa kegagalan restorasi amalgam dapat diminimalisir jika menggunakan prinsip preparasi ideal. Preparasi yang ideal juga melindungi integritas rongga pulpa dan mencegah kerusakan ulang (karies sekunder). Kelebihan restorasi amalgam adalah retensi axial interproksimal dengan resistensi yang lebih tinggi terhadap fraktur jika dibandingkan dengan tipe restorasi jenis lain (Barber,1982).
• Restorasi amalgam kelas I
1. Buat akses kedalam kavitas menggunakan pear-shaped diamond bur hingga kedalaman 1,5 mm yang konvergen ke arah oklusal. Perluas gerakan bur ke arah lateral untuk menghilangkan daerah yang karies dan membebaskan daerah yang berpotensi terbentuknya karies baru. Perlu diperhatikan dalam menjaga luas daerah yang dipreparasi. Semakin kecil daerah yang dipreparasi maka akan semakin baik.
2. Bersihkan kavitas , kemudian aplikasikan bahan pelindung pulpa pada bagian kavitas yang paling dalam. Biasanya digunakan copal varnish seperti semen zink oksida.
3. Masukkan amalgam kedalam kavitas , kemudian dikondensasai sampai kira-kira kedalaman 0,5-1 mm. Waktu kondensasi yang tepat adalah 2-3 menit setelah proses mixing. Karena setelah itu, amalgam akan mengeras dan lebih rapuh.
4. Lakukan carving pada permukaan hasil pengisian amalgam. Pertama tama hilangkan ekses amalgam dengan menggunakan burnisher kemudian buat kontur yang sesuai anatomi gigi menggunakan carver.
5. Restorasi amalgam difinishing dan polishing setelah 24 jam.
(Barber, 1982)
2.7.2 Stainless Steel Crown
Stainless Steel Crown adalah mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai ukuran dan mempunyai bentukan atomi ssesuai gigi asli. Materialnya mengandung 18% chromium dan 8% nikel. Adanya chromium mengurangi korosi logam. Sejak diperkenalkan oleh Humphrey (1950) dalam bidang kedokteran gigi anak, disamping sebagai retainer pada beberapa kasus, SSC menjadi bahan restorasi pilihan dalam perawatan gigi sulung dengan kerusakan gigi yang luas karena dapat menutupi seluruh mahkota gigi dan membentuk kembali bentuk anatomi gigi serta lebih tahan lama dibandingkan restorasi lainnya (anonim, 2012).
SSC banyak digunakan dalam perawatan gigi anak–anak karena banyak keuntungannya. SSC merupakan suatu bahan restorasi yang ideal untuk mencegah kehilangan gigi susu secara prematur.
Indikasi :
- Kerusakan yang meluas pada gigi susu
- Gigi yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
- Gigi sesudah perawatan saluran akar
- Sebagai pegangan dari space maintainer atau protesa
- Pada kasus – kasus bruxism yang berat
- Untuk mengoreksi single crossbite anterior pada gigi susu
(anonim, 2012)
2.7.3 Poly Carbonate Crown
Poly Carbonate Crown digunakan untuk restorasi tunggal gigi anterior dan premolar. Restorasi yang membutuhkan perubahan bentuk yang besar untuk mengkoreksi diskrepansi morphologis dan kontur yang salah. PCC perlu relining dengan resin untuk rekonturing dan menyediakan retensi yang cukup.(Mansjoer,2009)
2.8. Pola Resorbsi Akar Gigi Desidui
Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh seorang dokter gigi dalam merawat pasien anak. Hal ini berkaitan dengan rencana perawatan yang akan dilakukan. Selain itu, rencana perawatan juga sering kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak tersebut memiliki keluhan pada giginya.Erupsi gigi adalah proses berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui beberapa tahap mulai pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi antagonisnya. Umur kronologis adalah umur berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran (McDonald dan Avery, 2000).
Periode gigi bercampur merupakan periode paling kritis dalam perkembangan oklusi. Pada periode ini, oklusi bersifat sementara dan tidak statis sehingga memungkinkan berkembangnya maloklusi. Di dalam bidang orthodonsia, upaya-upaya untuk mencegah maloklusi lebih efektif dilakukan pada periode gigi bercampur karena masih ada kesempatan untuk melakukan penyelarasan oklusi dan menghilangkan faktor penyebab (Kuswandari, 2006).
Pada usia 5-6 tahun gigi geligi desidui akan mulai digantikan oleh gigi geligi permanen. Gigi insisivus sentralis rahang bawah dan gigi molar pertama merupakan gigi geligi permanen yang pertama sekali erupsi di dalam mulut. Umumnya urutan erupsi gigi geligi pada rahang atas dalah sebagai berikut : molar pertama, insisivus sentralis, insisivus lateralis, premolar pertama, premolar kedua, kaninus, molar kedua, dan molar ketiga atau biasanya dinomenklaturkan menjadi 6-1-2-4-5-3-7-8, sedangkan pada rahang bawah (6-1)-2-3-4-5-7-8 (Bishara, 2006).
Waktu erupsi gigi tiap anak berbeda-beda, dipengaruhi oleh nutrisi dan ras. Faktor nutrisi yang mempengaruhi antara lain kandungan gizi, pola makan, dan jenis makanan. Kebiasaan makan dan jenis makanan pada setiap ras juga berbeda-beda. Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut (Koch , 1991).
Erupsi gigi dimulai setelah pembentukan mahkota dilanjutkan dengan pembentukan akar selama usia kehidupan dari gigi dan terus berlangsung walaupun gigi telah mencapai oklusi dengan gigi antagonisnya (Moyers, 2001).
3.1. Diagnosis dan Treatment Planning
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 57
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 57 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 57 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 10-12 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 57 adalah perawatan endodontic berupa pulpektomi agar tidak menggangu jalannya erupsi gigi permanen penganti.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 54
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 54 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan disto-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 54 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 10-11 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 54 adalah perawatan endodontic berupa pulpektomi agar tidak menggangu jalannya erupsi gigi permanen penganti.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 62
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 62 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan labio-mesio kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 62 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 8-9 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 62 adalah ektraksi gigi tersebut, karena waktu tanggal gigi deciduinya telah hampir tiba. Namun, untuk melihat resorspsi akar dan keadaan gigi permanenya ada baiknya jika dilakukan pemeriksaan penunjang berupa radiograf periapikal.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 73
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 73 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan distal kedalaman dentin warna coklat kehitaman.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 73 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 9-10 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 73 dapat ditentukan setelah melakukan pemeriksaan penunjang berupa radiograf periapikal untuk melihat keadaan gigi permanen,derajat resorbsi akar, dll agar dapat menentukaan perawatan yang akan dilakukan.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 52
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 52 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin gusi bagian labial terdapat benjolan berwarna merah.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 52 didiagnosis mengalami nekrose pulpa dengan gumboil. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 8-9 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 52 adalah menginsisi gumboil dan memberikan antibiotic. Selain itu, perlu juga melakukan pemeriksaan penunjang untuk melihat keadaan gigi penggantinya. Agar dapat ditetapkan perawatan yang lebing lanjut.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 75
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 75 menunjukkan:
- Inspeksi: Kavitas pada permukaan disto-oklusal kedalaman pulpa
- Sondasi: -
- Perkusi: +
- Palpasi: +
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan gigi 75 didiagnosis nekrose pulpa dengan periodontitis akut. Umur pasien pada saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permanennya akan erupsi pada usia 11-12 tahun. Perawatan yang dapat dilakukan berdasarkan skenario tersebut adalah pulpektomi untuk pulpa saluran akar non vital dan terinfeksi. Perawatannya berbeda dengan perawatan pulpektomi pada saluran akar vital yang dapat dilakukan hanya dengan satu kali kunjungan. Pada kasus ini perawatannya harus dilakukan beberapa kali kunjungan untuk meredakan rasa sakit yang ada. Hal ini karena pada kasus gigi desidui non vital terinfeksi, preparasi mekanis tidak disarankan dilakukan pada kunjungan pertama. Kunjungan pertama yang dapat dilakukan adalah trepanasi agar terjadi drainase untuk meredakan rasa sakit jika ada abses kronis maupun akut. Selanjutnya dapat dilakkan pembersihan pulpa dan jaringan nekrotik. Cotton pellet yang sudah diberi formocresol dan diserap diletakkan di kamar pulpa dan ditutup dengan zinc oxyde eugenol (ZOE) (Bastawi, 1980).
Kunjungan selanjutnya dapat dilakukan pelebaran saluran akar kemudian diletakkan bahan dressing dan tutup dengan bahan tumpatan sementara. Kunjungan ketiga dilakukan pengecekkan mengenai gejala yang timbul. Jika gigi asimptomatik maka dapat dilakukan pengisian saluran akar. Evaluasi dapat dilakukan pada waktu 6 hingga 12 bulan paska perawatan. Bahan pengisi saluran akar yang tepat untuk gigi desidui adalah bahan yang dapat diserap sehingga tidak menganggu rsorbsi akar untuk pertumbuhan gigi permanen (Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008).
Diagnosis dan Treatment gigi 16, 63, dan 36
Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi 16, 63, dan 36 karies kedalaman email pada mahkota gigi. Perawatan gigi-gigi dengan karies kedalaman email dapat dilakukan operative dentistry yaitu restorasi dengan menggunakan semen ionomer kaca. Ionomer kaca merupakan bahan tambalan yang berwarna seperti gigi, terbuat dari campuran bubuk kaca dan asam akrilik. Bahan ini dapat digunakan untuk menambal lubang, khususnya pada permukaan gigi. Ionomer kaca melepaskan sejumlah kecil fluoride yang bermanfaat bagi pasien yang berisiko tinggi terhadap karies. Sedikit struktur gigi yang diambil untuk menyiapkan gigi yang akan ditambal ionomer kaca (Kidd, 1991).
Diagnosis dan Treatment gigi 26
Gigi 26 terlihat adanya fissure yang dalam. Pit dan fissure adalah titik dan seruk –seruk yang secara ilmiah ada pada gigi geraham. Pit dan fissure ini terkadang berbentuk celah yang sangat sempit yang bisa terlihat dalam potongan vertikal, sehingga makanan atau plak bisa masuk, namun sulit dibersihkan dengan sikat gigi. Untuk mengatasi haltersebut kemudian dibuatkan alternatif imunisasi untuk mencegah gigi berlubang, dengan melandaikan ceruk (menggunakan bur yang disebut sebagai odontotomi) supaya ceruk tidak lagi sempit dan dapat memerangkap makanan, sehingga mudah dibersihkan. Celah tersebut bisa juga ditutup dengan suatu bahan resin yang agak cair konsistensinya, kemudian dikeraskan dengan penyinaran. Cara ini dalam kedokteran gigi disebut pit dan fissure sealant. Pit fisur ini dapat mencegah terjadinya gigi berlubang sampai 70 %.
3.2. Treatment Planning Holistik
Perawatan Malposisi gigi
Perawatan interseptif orthodontik bertujuan untuk mengurangi dan memperbaiki faktor penyebab terjadinya maloklusi pada saat tumbuh kembang yang mempunyai efek kemungkinan akan terjadi lebih buruk pada masa datang. Gigi crowding merupakan suatu keadaan dimana terjadi disproporsi antara ukuran gigi dan ukuran rahang dan bentuk lengkung.Gigi 31 dan 41 mengalamai pertumbuhan kearah lingual atau linguoversi. Perawatan interseptif yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat ortodontik untuk mencegah crowding yang lebih parah dan menghindari perawatan yang lebih kompleks
Perawatan preventive karies
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk preventive karies menurut angela (2005) antara lain:
1. Diet dan konsumsi gula
Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula.
2. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar permanen dan molar susu.Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin. Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen dapat diaplikasikan kembali.
3. Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan flour dapat dilakukan dengan flouridasi air minm, pasta gigi dan obat mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnish
4. Klorheksidin
Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel. Flossing empat kali setahun dengan gel klorheksidin yang dilakukan oleh dokter gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan. Demikian juga pada anak beresiko karies tinggi hal ini dapat digunakan untuk melengkapi penggunaan silen di bagian oklusal gigi.
Dalam kasus tersebut, dilakukan pencegahan karies dengan:
a. Edukasi pada pasien ibunya untuk mengatur pola makan, dengan mengurangi konsumsi gula
b. Penggunaan pasta gigi berflouride
c. Fissure sealing
d. Kontrol rutin setiap 6 bulan sekali
1. Pasien memiliki bebagai masalah dalam kesehatan gigi dan mulutnya, yaitu berupa: nekrose pulpa-periodontitis, pulpitis, malposisi, dan fissure yang dalam dan karies.
2. Perawatan pada masalah yang dihadapi pasien adalah dengan melakukan perawatan bertahap dan menyeluruh (holistik), serta mempertimbangan proses tumbuh dan kembang poasien tersebut.
Anonymous. [internet]. 2008. Mengapa gigi tidak teratur. Accessed on 27 Meii 2013. Available from: http://rumahkusorgaku.wordpress.com/2008/0414/mengapa-gigi-tidak-teratur/.
Beer, R dkk. 2004. Pocket Atlas of Endodontics. Stuttgart Thieme
Finn, S.B. 1973. Clinical Pedodontics. 4th Ed. W.B.Saunders Company
Grossman, L.I, Oliet, S., and Del Rio, C.E. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC
Howe G.L. 1996. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta: EGC.
Marwah N and Prabha V. 2006. Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Maulani, C and Jubilee, E. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta : Kelompok Gramedia.
Pantera, E. 1990. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc.
PDGI online. Perawatan dengan kawat gigi. [internet]. PDGI online [cited 2013 Mei 27]. Available from : URL : http://www.pdgionline.com/index.php.
Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Pinkham, J.R. 1988. Pediatric Dentistry : Infancy Through Adolescence. W.B.Saunders Company.
Poul, V and Anders,N. 1989. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I osteotomy. Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. Hal 167-171.
Rao A. 2008. Principles and Practice of Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Richard, J.M. and Robert, E.P. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3rd Ed, Quintessence Publishing Co.Inc.
Schmidseder. 2000. Color Atlas of Dental Medicine. Germany: Thieme
Siswono. 2001. Kebiasaan buruk sebabkan gigi tumbuh berjejal. [internet]. Indonesian Nutrition Network [cited 27 Mei 2013]. Available from : URL : http://www.gizinet.com/kebiasaanburukgigiberjejal.htm.
Tarigan, R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi ( Endodonti).Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Thomson, H. Oklusi. 2nd ed. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta : EGC ; 2007. p. 128.
Walton, R.E dan Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Pasien adalah seorang anak perempuan yang lahir pada 27 september 2003. Pasien tersebut datang ke klinik pada tanggal 21 april 2012, berarti usia pasien 8 tahun 5 bulan. Pasien mengeluhkan gigi geraham kiri bawah berlubang, sakit bila untuk makan dan tersentuh. Gigi tersebut pernah sakit berdenyut kurang lebih 3 bulan yang lalu. Anak tersebut sehat. Terdapat riwayat alergi terhadap antibiotik penisilin.
1.2. Pemeriksaan Subjektif
➢ Identitas diri
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 8 tahun 7 bulan
➢ Anamnesis
Chief Complaint (CC) : Pasien memeriksakan gigi geraham kiri bawahnya yang berlubang.
Present Illness(PI) : Gigi tersebut dirasakan sakit bila untuk makan dan tersentuh.
Past Dental History (PDH) : Gigi tersebut pernah sakit berdenyut kurang lebih 3 bulan yang lalu.
Past Medical history (PMH): Kondisi anak sehat, memiliki riwayat alergi terhadap antibiotik jenis penisilin.
Family istory (FH) : -
Social History (SH) : -
1.3. Pemeriksaan Objektif
➢ Pemeriksaan tanda vital:
- Tensi : 110/90 mmHg
→ normal (kisaran normal 80-135/50 mmHg)
- Temperatur : 36,5oC
→ normal (kisaran normal 36-37oC)
- Denyut nadi : 85 kali/menit
→ normal (kisaran normal 60-150 kali/menit)
- Respirasi : 38 kali/menit
→normal (kisaran normal 12-35 kali/menit
o Tinggi Badan : 128 cm
o Berat Badan : 25 kg
o Ekstraoral : tidak ada kelainan
16 Kavitas kedalaman email di permukaan oklusal 36 Karies email di permukaan oklusal (fissura)
55 Kavitas di permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
75 Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : (- )
perkusi : ( + ) sakit
Palpasi : (+ ) sakit
CE : ( - )
54 Kavitas di permukaan disto-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
74 Tumpatan semen ionomer kaca
52 Kavitas di permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin, gusi bagian labial terdapat benjolan kecil berwarna merah
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : + (goyah ± 2 mm)
CE : -
73 Kavitas di permukaan distal kedalaman dentin, warna coklat kehitaman
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
11 Sedang erupsi 32 Sedang erupsi
21 Erupsi sebagian
62 Kavitas berwarna coklat kehitaman di permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
31 Tumbuh ke lingual
63 Kavitas kedalaman email di permukaan distal 41 Tumbuh di lingual
64 Kavitas di permukaan disto oklusal kedalaman dentin dengan warna kecoklatan.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : + (linu)
82 Luksasi kurang lebih 2 mm kearah linguo-labial
65 Kavitas di permukaan mesio oklusal kedalaman dentin dengan warna kecoklatan.
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : + (tidak ada reaksi)
83 Kavitas di permukaan distal kedalaman dentin, warna coklat kehitaman
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
26 Fissure dalam 84 kavitas di permukaan disto oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
85 kavitas di permukaan mesio oklusal kedalaman pulpa
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi : -
CE : -
46 Karies email di fisura oklusal
1.4. Odontogram
Keterangan :
: Gigi belum erupsi
: Gigi sudah dicabut atau tanggal
: Karies
: Tumpatan
: Luksasi
1.5. Analisis Foto Rontgen
a. Terdapat area radiolusen pada permukaan distooklusal mencapai pulpa pada gigi 75
b. Terdapat area radiopak pada gigi 74
c. Akar mesial gigi 74 sudah diresorbsi oleh benih gigi permanen dibawahnya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pulpitis
2.1.1. Pulpitis Reversibel
A. Pengertian
Pulpitis reversibel adalah inflamasi pulpa yang tidak parah. Jikapenyebabnya dihilangkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa kembali normal (Walton dan Torabinejad, 2003).
B. Patofisiologi
Pulpitis awal dapat terjadi karena karies dalam, trauma, tumpatan resinkomposit/ amalgam/ ionomer gelas. Gambaran mikroskopis ditandai oleh lapisanodontoblas rusak, vasodilatasi, udem, sel radang kronis, kadang sel radang akut (Tarigan,2000)
C. Faktor Penyebab
Faktor-faktor yang dapat mengakibatkan pulpitis reversibel adalah stimulusringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi oklusal,sebagian besar prosedur operatif, kuretasi periodontium yang dalam, dan frakturemail yang menyebabkan tubulus dentin terbuka (Walton dan Torabinejad, 2003).
D. Gejala
Pulpitis reversibel simtomatik ditandai oleh rasa sakit tajam yang hanyasebentar. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin dari pada panas dan oleh udara dingin. Tidak timbul spontan dan tidak berlanjut bilapenyebabnya ditiadakan. Perbedaan klinis antara pulpitis reversibel danireversibel adalah kuantitatif; rasa sakit pulpitis ireversibel adalah lebih parah danberlangsung lebih lama. Pada pulpitis reversibel, penyebab sakit umumnya pekaterhadap stimulus, seperti air dingin atau aliran udara, sedangkan pada pulpitisireversibel rasa sakit datang tanpa stimulus yang nyata. Pulpitis reversibelasimtomatik dapat disebabkan karena karies yang baru mulai dan menjadi normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik (Grossmanet al, 1995.)
E. Pemeriksaan
Diagnosis berdasarkan suatu studi mengenai gejala pasien dan berdasarkantes klinik. Rasa sakitnya tajam, berlangsung beberapa detik, dan umumnyaberhenti bila stimulusnya dihilangkan. Dingin, manis, atau asam biasanyamenyebabkan rasa sakit. Rasa sakit dapat menjadi kronis. Meskipun masing-masing paroksisme (serangan hebat) mungkin berlangsung sebentar, paroksismedapat berlanjut berminggu-miggu bahkan berbulan-bulan. Pulpa dapat sembuhsama sekali atau rasa sakit tiap kali dapat berlangsung lebih lama dan intervalkeringanan dapat menjadi lebih pendek, sampai akhirnya pulpa mati.Karena pulpa sensitif terhadap perubahan temperatur, terutama dingin,aplikasi dingin merupakan suatu cara untuk menemukan dan mendiagnosis gigiyang terlibat. Sebuah gigi dengan pulpitis reversibel secara normal bereaksiterhadap perkusi, palpasi, dan mobilitas, dan pada pemeriksaan radiografik jaringan apikal adalah normal (Grossmanet al, 1995.)
F. Perawatan
Menghilangkan iritan dan menutup serta melindungi dentin yang terbukaatau pulpa vital biasanya akan menghilangkan gejala (jika ada) dan memulihkanproses inflamasi jaringan pulpa. Akan tetapi jika iritasi ini berlanjut atauintensitasnya meningkat, inflamasi akan berkembang menjadi sedang bahkanparah yang akhirnya menjadi pulpitis ireversibel dan bahkan nekrosis (Walton danTorabinejad, 2003)
2.1.2. Pulpitis Ireversibel
A. Pengertian
Pulpitis ireversibel seringkali merupakan akibat atau perkembangan daripulpitis reversibel. Pulpitis ireversibel merupakan inflamasi parah yang tidak bisapulih walaupun penyebabnya dihilangkan. Cepat atau lambat pulpa akan menjadinekrosis (Walton dan Torabinejad, 2003).
B. Patofisologi
Radang pulpa akut akibat karies yang lama. Kerusakan jaringan pulpamengakibatkan gangguan sistem mikrosirkulasi pulpa yang berakibat udem, syaraf tertekan, dan menimbulkan nyeri hebat
C. Faktor penyebab
Kerusakan pulpa yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selamaporsedur operatif atau terganggunya aliran darah pulpa akibat trauma ataupergerakan gigi dalam perawatan ortodonsia dapat pula menyebabkan pulpitisireversibel (Walton dan Torabinejad, 2003).
D. Gejala
Gejala pulpitis ireversibel biasanya asimtomatik atau pasien hanyamengeluhkan gejala yang ringan. Akan tetapi, pulpitis reversibel dapat jugadiasosiasikan dengan nyeri spontan (tanpa stimuli eksternal) yang intermiten atauterus-menerus. Nyeri pulpitis ireversibel dapat tajam, tumpul, setempat, atau difus(menyebar) dan bisa berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam.Menentukan lokasi nyeri pulpa lebih sulit dibandingkan dengan nyeri periradikulerdan menjadi lebih sulit ketika nyerinya semakin intens. Aplikasi stimulus eksternalseperti dingin atau panas dapat mengakibatkan nyeri berkepanjangan (Walton danTorabinejad, 2003).
E. Pemeriksaan
Jika inflamasi hanya terbatas pada jaringan pulpa dan tidak menjalar keperiapeks, respons gigi terhadap palpasi dan perkusi berada dalam batas normal.Penjalaran inflamasi hingga mencapai ligamen periodontium akan mengakibatkangigi peka terhadap perkusi dan nyerinya lebih mudah ditentukan tempatnya (Walton dan Torabinejad, 2003)
F. Perawatan
Perawatan endodontik disesuaikan dengan keadaan gigi, yaitu gigi apeksterbuka dan gigi apeks tertutup. Pada dewasa muda dengan pulpitis ringandilakukan pulpotomi (Ca(OH)2) dan pada pulpitis yang berlangsung lamadilakukan pulpotomi foromoeresol menunggu apeksogenesis. Pada gigi dewasa dengan perawatan saluran akar dan dilanjutkan restorasi yang sesuai (Tarigan. 2002)
2.2. Nekrosis Pulpa
Nekrosis pulpa adalah kematian yang merupakan proses lanjutan dari radang pulpa akut maupun kronis atau terhentinya sirkulasi darah secara tiba tiba akibat trauma. Nekrosis pulpa dapat parsial atau total (Tarigan,2006).
Terdapat dua tipe nekrosis pulpa yaitu : (Tarigan,2006)
1.Tipe koagulasi. Di sini terdapat bagian jaringan yang larut , mengendap, dan berubah menjadi bahan yang padat.
2.Tipe liquefaction. Enzim pretoilitik mengubah jaringan pulpa menjadi suatu bahan yang lunak atau cair.
A. Gejala
Nekrosis Pulpa biasanya asimtomatik tetapi dapat terkadang nyeri spontan dan ketidak nyamanan atau nyeri tekan (dari jaringan periradikular). Pada gigi dengan nekrosis pulpa, nyeri timbul ketika ada rangsang panas bukan karena adanya peningkatan tekanan intrapulpal yang pada gigi vital(Walton ,2008).
Gigi yang nekrosis tidak terasa sakit. Petunjuk pertama adanya nekrosis adalah perubahan warna gigi dan gigi tidak peka terhadap preparasi kavitas yang dilakukan sampai kamar pulpa. Kadang kadang gigi terasa sakit jika ada rangsang panas karena terjadi perubahan gas yang akan menekan ujung syaraf jaringan vital yang ada disekitarnya (Tarigan,2006).
Berbeda dengan pulpitis yang bermanifestasi klinis nyeri yang hebat, nekrosis pulpa pada umumnya bersifat asimptomatik. Nyeri pada nekrosis terjadi dari penjalaran dari daerah periapikal. Gigi dapat berubah warna menjadi putih keabu-abuan atau kehitaman. Perubahan warna gigi ini disebabkan penghancuran sel darah merah akibat ekstravasasi dan degradasi dari protein matriks pulpa. Kematian jaringan pulpa menyebabkan gigi menjadi mudah untuk retak dan patah. Selain itu dengan adanya infeksi, dapat berisiko terjadi penyebaran fokus infeksi secara hematogen yang berlanjut dengan adanya reaksi sistemik. Nekrosis pulpa dapat disertai atau tanpa adanya penyakit periapikal. Pada pemeriksaan elektrikal pulpa dan tes dengan suhu dingin, nekrosis pulpa tidak memberikan respon. Namun nekrosis pulpa masih dapat berespon pada tes dengan suhu panas. (Pantera, 1990)
Secara histopatologi, nekrosis pulpa memberikan gambaran anukleasi pada rongga pulpa. Progresitas dari pulpitis menyebabkan terbentuknya nekrosis liquefaction dengan zona inflamasi kronik yang dapat ditemukan disekitar area nekrosis. Jaringan saraf masih dapat ditemukan baik dalam kondisi intak maupun dalam prose’s degenerasi. Beberapa kasus ditemukan dry necrosis atau sicca yaitu rongga pada pulpa yang berisikan debris-debris tanpa materi pulpa. (Pantera, 1990)
B. Tes dan Perawatan
Gigi dengan nekrosis pulpa biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik maupun termal, tetapi kadang kadang memberi respon terhadap rangsang panas. Nekrosis pulpa tipe liquefaction dapat menunjukan kepekaan terhdap tes elektrik karena adanya alran listrik ke jaringan vital sekitarnya (Tarigan,2006).
Hasil pemeriksaan palpasi, perkusi, mobilitas, dan pembengkakan adalah negatif, kecuali disertai dengan peradangan periapeks (Tarigan,2006). Sesuai definisinya, pulpa dari sebuah gigi yang pulpanya nekrosis tidak ada respon terhadap tes vitality. Karena penyebaran reaksi inflamasi ke jaringan periradikular, gigi dengan Nekrosis Pulpa sensitif terhadap perkusi. Sensivitas terhadap palpation adalah sebuah indikasi tambahan untuk keterlibatan periradicular. Perawatan saluran akar atau ekstrasi adalah indikasi perawatan untuk gigi ini (Walton ,2008).
Keberadaan berbagai derajat inflamasi pada gigi berakar jamak mulai dari pulpitis irreversibel hingga nekrosis tidak mustahil terjadi dan kadang kadang membingungkan pengetsaan. Lebih lebih efek bekrosis jarang terbatas hanya pada saluran akar. Jadi karena menyebarnya reaksi inflamasi ke jaringan periradikuler, gigi dengan pulpa nekrotik sering kali sensitif terhadap perkusi. Sensitivitas pada palpasi merupakan indikasi tambahan dari terinflamasinya jaringan periradikuler. Untuk gigi gigi seperti ini tindakan yang diindikasikan adalah perawatan saluran akar atau ekstraksi (Walton ,2008)
C. Etiologi
Etiologi utama dari nekrosis pulpa adalah infeksi bakteri dan respon inflamasi host (Beer, 2004) . Selain bakteri penyebab nekrosis adalah trauma,iritasi terhadap bahan restorasi silikat dan akrilik, atau radang pulpa yang berlanjut. Nekrosis pulpa juga dapat terjadi pada aplikasi bahan devitalisasi, seperti arsen dan paraformaldehid (Tarigan,2006).
Etiologi nekrosis pulpa yang paling sering adalah karies dentis, trauma, dan iatrogenik. Nekrosis pulpa sebagian besar berawal dari pulpitis yang disebabkan oleh karies dentis. Trauma dapat menyebabkan pulpitis yang berakhir dengan nekrosis pulpa1,2. Menurut Robertson dkk, pada obliterasi kanal pulpa akibat trauma pada gigi insisivus permanen didapatkan 16% kasus mengalami nekrosis pulpa melalui tes elektrikal pulpa3. Nekrosis juga dapat disebabkan prosedur medik yang dilakukan oleh klinisi. Menurut Poul dkk, dari 617 gigi dari 51 pasien yang dilakukan osteotomi pada fraktur Le Fort I didapatkan 0,5% gigi mengalami nekrosis pulpa. (Poul, 1989)
2.3. Karies Dentin Insensitif
Karies dentin merupakan proses patologis berupa kerusakan yang terbatas di jaringan gigi mulai dari email kemudian berlanjut ke dentin. Karies dentin ini merupakan masalah mulut utama pada anak dan remaja, periode karies paling tinggi adalah pada usia 4-8 tahun pada gigi sulung dan usia 12-13 tahun pada gigi tetap, sebab pada usia itu email masih mengalami maturasi setelah erupsi, sehingga kemungkinan terjadi karies besar. Jika tidak mendapatkan perhatian karies dapat menular menyeluruh dari geligi yang lain.
Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi. Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas) (Maulani, 2005).
Dentin yang terkena karies, tersusun atas 2 lapisan yaitu lapisan insensitif dan lapisan sensitif. Lapisan insensitif, merupakan lapisan luar yang telah mati yang mengalami proses demineralisasi yang tinggi, terinfeksi dan tidak dapat diremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang mengalami kerusakan secara ireversibel. Prosesus odontoblast telah hilang. Sedangkan lapisan sensitif merupakan lapisan dalam yang mengalami demineralisasi sebagian, tidak terinfeksi dan dapat teremineralisasi. Lapisan ini mengandung serabut kolagen yang terdenaturasi secara reversibel dan prosesus odontoblasnya masih utuh. (Schmidseder, 2000)
Kondisi gigi pada kasus yang dibahas, gigi tersebut mengalamai karies dentin insensitive dengan kata lain gigi tersebut sudah nonvital karena berdasarkan hasil pemeriksaan vitalitas gigi menunjukkan hasil yang negatif pada semua aspeknya. Menurut Walton dan Torabinejad (2008) Gigi non-vital adalah gigi yang telah mati akibat tidak adanya suplai darah yang masuk. Gigi non-vital tidak dapat merespon terhadap stimuli normal pada pengetesan. Penyebab gigi menjadi non-vital bisa karena injury yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma, dan iritasi kimiawi. Dengan perawatan saluran akar yang adekuat akan menyembuhkan lesi periapeks tetapi tidak akan menyembuhkan defek periodontium.
2.4. Malposisi Gigi
Gigi perlu dirawat sejak dini agar anak tidak mengalami gangguan tumbuh kembang gigi, di samping mempertahankan keadaan gigi yang normal, sehingga saat dewasa memperoleh oklusi gigi yang harmonis, fungsional, dan estetis. Kebiasaan mengemut makanan, minum susu dalam botol dot menjelang tidur, mengisap jari, dan penyakit talasemia merupakan beberapa faktor penyebab gangguan pertumbuhan gigi (Siswono,2001).
Penyebab ketidakteraturan letak gigi (mal posisi) ini karena adanya ketidakharmonisan ukuran gigi dengan rahang atau dengan otot sekitar mulut. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor genetik/keturunan, pola makan, dan perilaku. Pola makan yang membiasakan anak untuk terlalu lama makan makanan lunak menyebabkan rahang kurang berkembang. Demikian juga dengan perilaku yang tidak baik seperti menghisap jari, pemakaian dot yang terlalu lama, bernafas melalui mulut, maupun cara menelan yang salah (www.pdgionline.com).
Maloklusi adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II,dan III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga. Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut. Gigi-gigi yang sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan in I mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun pada gigi-geligi yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya bisa mencegah timbulnya gangguan tersebut (Thomson, 2007).
Nomenklatur Lischer untuk malposisi perindividual gigi geligi menyangkut penambahan ”versi” pada sebuah kata untuk mengindikasikan penyimpangan dari posisi normal.
1. Mesioversi :lebih ke mesial dari posisi normal
2. Distoversi :lebih ke distal dari posisi normal
3. Lingouversi :lebih ke lingual dari posisi normal
4. Labioversi :lebih ke labial dari posisi normal
5. Infraversi :lebih rendah atau jauh dari garis oklusi
6. Supraversi :lebih tinggi atau panjang melewati garis oklusi
7. Axiversi :inklinasi aksial yang salah, tipped.
8. Torsiversi :rotasi pada sumbunya yang panjang
9. Transversi :perubahan pada urutan posisi.
Penyebab Gigi Berjejal (Crowding)
Keberjejalan merupakan sebuah ketidaksesuaian kuantitas antara panjang klinis dari lengkung gigi dan jumlah lebar mesiodistal dari gigi geligi. Gigi berjejal terjadi ketika ada ketidakharmonisan hubungan gigi dengan ukuran rahang atau ketika gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia. Crowding dapat disebabkan oleh kesalahan erupsi gigi dan terlalu cepat atau lambatnya kehilangan gigi primari. Gigi berjejal sebaiknya di koreksi, karena dapat :
1.Mencegah pembersihan yang tepat pada permukaan gigi
2.Menyebabkan kerusakan gigi
3.Memberi kesempatan terjadinya penyakit gusi yang dapat mencegah gigi berfungsi secara tepat
4.Mencegah gigi berfungsi dengan baik
5.Membuat senyum kurang atraktif dan menarik
Gigi berjejal merupakan masalah umum dalam ortodonsi. Hal ini pada dasarnya terdengar seperti, gigi terlalu ramai bersama-sama dan menjadi berliku-liku. Peck dan Peck melaporkan sebuah hubungan yang jelas antara bentuk gigi insisivus rahang bawah dan ketidakteraturannya, Smith menemukan sedikit korelasi antara bentuk gigi insisivus rahang bawah dan derajat gigi. Ada beberapa perbedaan pendapat tentang peran crowding insisivus terhadap penyakit periodontal, namun tidak ada perselisihan tentang perbaikan dalam hal estetika oral yang dapat dicapai oleh perbaikan gigi. Meskipun perawatan berjejal anterior mandibula harus individual, dokter harus selalu diingat potensi tinggi untuk relaps karena mereka mempertimbangkan estetika, mekanik perawatan, kondisi periodontal, dan retensi tertinggi (MK Alam, 2009).
Faktor yang menyebabkan susunan gigi tak beraturan:
A. Penyebab tidak langsung
1.Faktor genetik.
Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang rahang) dengan rahang bawah lebih maju ke depan di banding rahang atas kemungkinan akan mempunyai anak dengan kondisi rahang yang serupa.
2.Faktor kongenital
Misalnya mengkonsumsi obat-obatan pada saat hamil, menderita trauma/penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital ini harus menjadi perhatian bagi para calon orang tua.
3.Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjar-kelenjar tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan perkembangan tubuh termasuk rahang dan gigi.
4.Penyakit
Misalnya penyakit thalasemia.anak talasemia mengalami hambatan tumbuh kembang fisik (berat dan tinggi badan kurang) serta hambatan pertumbuhan tulang penyangga gigi. Rahang bawah pendek sehingga muka bagian atas tampak maju. Pertumbuhan vertikal juga terganggu sehingga tampak divergen, muka lebih cembung. Wajah tidak proporsional, pipi lebih tinggi, jarak kedua mata lebih lebar.
B. Penyebab langsung
1.Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya
Pergeseran gigi di sebelahnya menyebabkan penyempitan ruang pada lengkung gigi. Akibatnya, gigi permanen tidak memperoleh ruang cukup dan akan tumbuh dengan susunan gigi berjejal.
2.Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.
Lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga tampak celah antara gigi (diastema).
3.Gigi yang berlebih
Gigi berlebih tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi berjejal (crowding).
4.Tanggalnya gigi tetap
Gigi permanen yang tanggal dengan cepat dan tdak diganti segera dengan protesa akan menyebabkan gigi lainnya mengisi ruangan kosong bekas gigi yang tanggal tadi.
5.Gigi susu tidak tanggal
Walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens) gigi tetap muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal.
6.Bentuk gigi tetap tidak normal.
Misalnya ada gigi permanen yang makrodontia ada juga yang mikrodontia. Atau bisa saja jika ukuran gigi besar dan rahang kecil, hingga gigi berjejal.
7.Kebiasaan-kebiasaan buruk, antara lain:
Bernapas lewat mulut,menghisap jari,proses penelanan yang salah, minum susu dengan botol dot menjelang tidur,menggigit pensil atau membuka jepit rambut dengan gigi, meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan gigi rahang bawah dll. Beberapa kebiasaan sebagian normal dilakukan oleh bayi,misalnya mengisap jari.namun jika hal ini berkelanjutan sampai dewasa dapat menyebabkan ketdakteraturan gigi (Anonymous, 2008).
2.5. Perawatan Pulpa Gigi Anak
Perawatan pulpa gigi sulung berbeda dengan perawatan gigi permanen. Hal ini disebabkan morfologi gigi sulung yang kecil, ruang pulpa yang besar dan kecepatan terkenanya pulpa oleh karies.
2.5.1 Pulp Capping
Pulp capping adalah aplikasi selapis atau lebih material pelindung atau bahan untuk perawatan diatas pulpa yang terbuka, misalnya hidroksida kalsium yang akan merangsang pembentukan dentin reparative. Tujuan pulp capping adalah untuk mempertahankan vitalitas pulpa dengan menempatkan selapis material proteksi / terapeutik yang sesuai, baik secara langsung pada pulpa yang terbuka berdiameter kurang lebih 1 mm atau di atas lapisan dentin yang tipis dan lunak. Bahan yang dipakai Ca(OH)2 yang mempunyai khasiat merangsang odontoblas membentuk dentin reparatif. Pemberian Ca(OH)2 langsung mengenai pulpa pada gigi sulung dapat merangsang odontoblas yang berlebihan sehingga menyebabkan resorpsi interna.
Teknik pulp capping ini ada dua cara :
• Pulp Capping Indirek
Prosedur kaping pulpa indirek digunakan dalam manajemen lesi karies yang dalam yang jika semua dentin yang karies dibuang mungkin akan menyebabkan terbukanya pulpa. Kaping pulpa indirek hanya dipertimbangkan jika tidak ada riwayat pulpagia atau tidak ada tanda-tanda pulpitis irreversible. (Walton & Torabinejad, 2008; 429)
Indikasi :
- Karies yang dalam, dimana lapisan dentin di atas pulpa sudah sedemikian tipis
- Tanpa adanya gejala inflamasi.
Kontra Indikasi :
- Adanya rasa sakit spontan.
- Adanya tanda – tanda kondisi patologi klinis maupun radiografis.
- Riwayat sakit pulpa.
- Rasa sakit spontan dan berdenyut.
- Rasa sakit karena rangsangan.
- Gambaran patologis pulpa.
- Resorpsi interna.
- Kalsifikasi pada pulpa.
- Radiolusen di daerah furkasi atau periapikal.
- Penebalan periodontal membrane di daerah apikal.
- Resorpsi akar pada gigi sulung mencapai 2/3 akar atau lebih.
- Perubahan jaringan periodonsium yang berhubungan dengan pulpa.
- Kegoyangan gigi.
- Perdarahan gingiva.
Teknik pulp capping indirek :
1. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies.
2. Isolasi daerah kerja.
3. Gunakan bur bulat untuk membuka daerah karies. Gunakan bur kecepatan rendah (carbide bor) untuk mengangkat dentin karies, kemudian irigasi dengan aquadest steril. Keringkan kavitas setelah dibersihkan.
4. Tempatkan basis kalsium hidroksida Ca(OH)2 di atas selapis tipis dentin yang tersisa 1 mm kemudian tutup dengan semen fosfat sebagai basis tumpatan
5. Lakukan restorasi amalgam / mahkota stainless steel (Gambar 1-C)
• Pulp Capping Direk
Ada dua hal yang menyebabkan prosedur ini harus dilakukan yakni jika pulpa terbukas secara mekanis (tidak sengaja) dan pulpa terbuka karena karies. Terbukanya pulpa secara mekanis dapat terjadi pada preparasi kavitas atau preparasi mahkota yang berlebihan, penempatan pin atau alat bantu retensi. Kedua tipe terbukanya pulpa ini berbeda ; jaringan pulpanya masih normal pada kasus pemajanan mekanis yang tidak sengaja, sementara pada pulpa yang terbuka karena karies yang dalam kemungkinan besar pulpanya telah terinfalamsi. (Walton & Torabinejad, 2008 ; 429)
Indikasi :
- Pulpa vital terbuka kecil (pin point) seujung jarum karena kesalahan waktu preparasi kavitas atau ekskavasi jaringan dentin lunak.
- Terbukanya pulpa kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1 mm.
- Untuk gigi tetap muda pembentukan akar dan apeks belum sempurna.
Kontra indikasi :
Kontra indikasi pada pulp capping direk sama dengan kontra indikasi pulp capping indirek.
Teknik pulp capping direk :
1. Rontgen foto untuk mengetahui kedalaman karies.
2. Isolasi daerah kerja.
3. Perdarahan yang terjadi akibat perforasi dihentikan.
4. Irigasi kavitas dengan aquadest untuk mengeluarkan kotoran dari dalam kavitas, kemudian dikeringkan kavitas tersebut.
5. Letakkan bahan kalsium hidroksid pada daerah pulpa yang terbuka dan biarkan sampai kering.
6. Kemudian beri semen fosfat dan tambalan sementara.
7. Setelah 6 minggu, bila reaksi pulpa terhadap panas dan dingin normal dapat dilakukan restorasi tetap.
Evaluasi :
Pemeriksaan ulang perawatan dilakukan minimal 4 – 6 minggu. Perawatan dikatakan berhasil jika :
- Tidak ada keluhan subyektif.
- Gejala klinis baik.
- Pada gambaran radiografik terbentuk dentin barrier pada bagian pulpa yang
terbuka.
- Tidak ada kelainan pulpa dan periapikal.
2.5.2 Pulpotomi
Pulpotomi adalah pengambilan jaringan pulpa vital yang terinflamasi dari dalam kamar pulpa dengan tujuan untuk menjaga vitalitas dan fungsi pulpa radikular yang tersisa.
Pulpotomi dapat dibagi 3 bagian :
• Pulpotomi vital
Pulpotomi vital atau amputasi vital adalah tindakan pengambilan jaringan pulpa bagian koronal yang mengalami inflamasi dengan melakukan anestesi, kemudian memberikan medikamen di atas pulpa yang diamputasi agar pulpa bagian radikular tetap vital. Pulpotomi vital umunya dilakukan pada gigi sulung dan gigi permanen muda. Pulpotomi gigi sulung umunya menggunakan formokresol atau glutaradehid. Pada gigi dewasa muda dipakai kalsium hidroksid. Kalsium hidroksid pada pulpotomi vital gigi sulung menyebabkan resorpsi interna. Reaksi formokresol terhadap jaringan pulpa yaitu membentuk area yang terfiksasi dan pulpa di bawahnya tetap dalam keadaan vital. Pulpotomi vital dengan formokresol hanya dilakukan pada gigi sulung dengan singkat dan bertujuan mendapat sterilisasi yang baik pada kamar pulpa.
Indikasi
- Gigi sulung dan gigi tetap muda vital, tidak ada tanda – tanda gejala peradangan pulpa dalam kamar pulpa.
- Terbukanya pulpa saat ekskavasi jaringan karies / dentin lunak prosedur pula capping indirek yang kurang hati – hati, faktor mekanis selama preparasi kavitas atau trauma gigi dengan terbukanya pulpa.
- Gigi masih dapat dipertahankan / diperbaiki dan minimal didukung lebih dari 2/3 panjang akar gigi.
- Tidak dijumpai rasa sakit yang spontan maupun terus menerus.
- Tidak ada kelainan patologis pulpa klinis maupun rontgenologis.
Kontra indikasi
- Rasa sakit spontan.
- Rasa sakit terutama bila diperkusi maupun palpasi.
- Ada mobiliti yang patologik.
- Terlihat radiolusen pada daerah periapikal, kalsifikasi pulpa, resorpsi akar interna maupun eksterna.
- Keadaan umum yang kurang baik, di mana daya tahan tubuh terhadap infeksi sangat rendah
- Perdarahan yang berlebihan setelah amputasi pulpa.
Teknik pulpotomi vital
a. Kunjungan pertama
1. Pengambilan Ro-foto.
2. Anestesi lokal dan isolasi daerah kerja.
3. Semua kotoran pada kavitas gigi dan jaringan karies disingkirkan, kemudian gigi diolesi dengan larutan yodium
4. Selanjutnya lakukan pembukaan atap pulpa dengan bur fisur steril dengan kecepatan tinggi dan semprotan air pendingin kemudian pemotongan atau amputasi jaringan pulpa dalam kamar pulpa sampai batas dengan ekskavator yang tajam atau dengan bur kecepatan rendah
5. Setelah itu irigasi dengan aquadest untuk membersihkan dan mencegah masuknya sisa – sisa dentin ke dalam jaringan pulpa bagian radikular. Hindarkan penggunaan semprotan udara.
6. Perdarahan sesudah amputasi segera dikontrol dengan kapas kecil yang dibasahi larutan yang tidak mengiritasi misalnya larutan salin atau aquadest, letakkan kapas tadi di atas pulp stump selama 3 – 5 menit.
7. Kapas diambil dengan hati – hati. Hindari pekerjaan kasar karena pulp stump sangat peka dan dapat menyebabkan perdarahan kembali.
8. Dengan kapas steril yang sudah dibasahi formokresol, kemudian orifis saluran akar ditutup selama 5 menit. Harus diingat bahwa kapas kecil yang dibasahi dengan formokresol jangan terlalu basah, dengan meletakkan kapas tersebut pada kasa steril agar formokresol yang berlebihan tadi dapat diserap
9. Setelah 5 menit, kapas tadi diangkat, pada kamar pulpa akan terlihat warna coklat tua atau kehitam – hitaman akibat proses fiksasi oleh formokresol
10. Kemudian di atas pulp stump diletakkan campuran berupa pasta dari ZnO, eugenol dan formokresol dengan perbandingan 1:1, di atasnya tempatkan tambalan tetap
b. Kunjungan kedua
Dilakukan apabila perdarahan tidak dapat dihentikan setelah amputasi pulpa oleh karena peradangan berlanjut ke pulpa bagian radikular. Oleh karena itu diperlukan 2 kali kunjungan.
Kunjungan kedua (sesudah 7 hari)
1. Tambalan sementara dibongkar lalu kapas yang mengandung formokresol diambil dari kamar pulpa.
2. Letakkan di atas orifis, pasta campuran dari formokresol, eugenol dengan perbandingan 1:1 dan zink oksid powder.
3. Kemudian di atasnya, diletakkan semen fosfat dan tutup dengan tambalan tetap.
• Pulpotomi devital / mumifikasi / devitalized pulp amputation
Pulpotomi devital atau mumifikasi adalah pengembalian jaringan pulpa yang terdapat dalam kamar pulpa yang sebelumnya di devitalisasi, kemudian dengan pemberian pasta anti septik, jaringan dalam saluran akar ditinggalkan dalam keadaan aseptik. Untuk bahan devital gigi sulung dipakai pasta paraformaldehid.
Indikasi :
- Gigi sulung dengan pulpa vital yang terbuka karen karies atau trauma.
- Pada pasien yang tidak dapat dilakukan anestesi.
- Pada pasien yang perdarahan yang abnormal misalnya hemofili.
- Kesulitan dalam menyingkirkan semua jaringan pulpa pada perawatan pulpektomi terutama pada gigi posterior.
- Pada waktu perawatan pulpotomi vital 1 kali kunjungan sukar dilakukan karena kurangnya waktu dan pasien tidak kooperatif.
Kontra indikasi
- Kerusakan gigi bagian koronal yang besar sehingga restorasi tidak mungkin dilakukan.
- Infeksi periapikal, apeks masih terbuka.
- Adanya kelainan patologis pulpa secara klinis maupun rontgenologis.
Teknik pulpotomi devital :
a. Kunjungan pertama
1. Ro-foto, isolasi daerah kerja.
2. Karies disingkirkan kemudian pasta devital para formaldehid dengan kapas kecil diletakkan di atas pulpa.
3. Tutup dengan tambalan sementara, hindarkan tekanan pada pulpa.
4. Orang tua diberitahu untuk memberikan analagesik sewaktu – waktu jika timbul rasa sakit pada malamnya.
b. Kunjungan kedua (setelah 7 – 10 hari)
1. Diperiksa tidak ada keluhan rasa sakit atau pembengkakan.
2. Diperiksa apakah gigi goyang.
3. Gigi diisolasi.
4. Tambalan sementara dibuka, kapas dan pasta disingkirkan.
5. Buka atap pulpa kemudian singkirkan jaringan yang mati dalam kavum pulpa.
6. Tutup bagian yang diamputasi dengan campuran ZnO / eugenol pasta atau ZnO dengan eugenol / formokresol dengan perbandingan 1:1.
7. Tutup ruang pulpa dengan semen kemudian restorasi.
• Pulpotomi non vital / amputasi mortal.
Amputasi pulpa bagian mahkota dari gigi yang non vital dan memberikan medikamen / pasta antiseptik untuk mengawetkan dan tetap dalam keadaan aseptik. Tujuan pulpotomi non vital adalah mempertahankan gigi sulung non vital untuk space maintainer.
Indikasi
- Gigi sulung non vital akibat karies atau trauma.
- Gigi sulung yang telah mengalami resorpsi lebih dari 1/3 akar tetapi masih diperlukan sebagai space maintainer.
- Gigi sulung yang telah mengalami dento alveolar kronis.
- Gigi sulung patologik karena abses akut, sebelumnya abses harus dirawat dahulu.
Obat yang digunakan :
- Formokresol
- CHKM
Teknik non vital pulpotomi :
a. Kunjungan pertama
1. Ro-foto daerah kerja.
2. Buka atap pulpa / ruang pulpa
3. Singkirkan isi ruang pulpa dengan ekskavator atau bur bulat yang besar sejauh mungkin dalam saluran akar.
4. Bersihkan dari debris dengan aquadest kemudian keringkan dengan kapas.
5. Formokresol yang telah diencerkan atau CHKM diletakkan dengan kapas kecil ke dalam ruang pulpa kemudian ditambal sementara.
b. Kunjungan kedua (setelah 2 – 10 hari)
1. Periksa gigi tidak ada rasa sakit atau tanda – tanda infeksi.
2. Buka tumpatan sementara, bersihkan kavitas dan keringkan.
3. Letakkan pasta dari ZnO dengan formokresol dan eugenol (1:1) dalam kamar pulpa, tekan agar pasta dapat sejauh mungkin masuk dalam saluran akar.
2.5.3 Pulpektomi
Pulpektomi adalah tindakan pengambilan seluruh jaringan pulpa dari seluruh akar dan korona gigi. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas.
Indikasi
- Gigi sulung dengan infeksi melebihi kamar pulpa pada gigi vital atau non vital.
- Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal.
- Resorpsi interna tetapi belum perforasi akar.
- Kelanjutan perawatan jika pulpotomi gagal.
Kontra indikasi
- Bila kelainan sudah mengenai periapikal.
- Resorpsi akar gigi yang meluas.
- Kesehatan umum tidak baik.
- Pasien tidak koperatif.
- Gigi goyang disebabkan keadaan patologis
Pilihan kasus pulpektomi untuk gigi sulung yaitu pada gigi yang pulpanya telah mengalami infeksi dan jaringan pulpa di saluran akar masih vital. Jika dibiarkan dalam keadaan ini pulpa mengalami degenerasi / nekrose yang akan menimbulkan tanda dan gejala negatif, keadaan akan berkelanjutan. Pulpektomi masih dapat dilakukan tetapi keberhasilannya akan menurun karena degenerasi pulpa bertambah luas.
Indikasi tersebut di atas ada hubungan dengan faktor – faktor lainnya seperti :
- Berapa lama gigi masih ada di mulut.
- Kepentingan gigi di dalam mulut (space maintainer).
- Apakah gigi masih dapat direstorasi.
- Kondisi jaringan apikal.
Teknik pulpektomi (Grossman, 1988; Walton and Torabinejad, 2002) :
1. Anestesi gigi yang terserang, pasang isolator karet
2. Buat jalan masuk ke dalam kamar pulpa, keluarkan pulpa dari kamar pulpa
dengan ekskavator atau kuret.
3. Lakukan irigasi dan debridemen di dalam kamar pulpa, temukan orifis saluran
akar dan saluran akar dieksplorasi dengan jarum Miller.
4. Tentukan panjang kerja dan jaringan pulpa diekstirpasi, kemudian lakukan
instrumentasi dengan menggunakan jarum rimer dan kikir (file) sesuai panjang kerja.
5. Lakukan irigasi dengan larutan salin steril, larutan anetesi atau larutan natrium
hipokhlorit, kemudian keringkan saluran akar dengan poin kertas isap (absorbent point) steril.
6. Masukkan gulungan kapas kecil (cotton pellet) yang dibahasi bahan pereda sakit, misalnya eugenol atau CMCP (camphorated monochloro phenol) ke dalam kamar pulpa kemudian tutup kavitas dengan tambalan sementara, misalnya cavit atau semen seng oksida eugenol, hindari trauma oklusal.
7. Pasien diberi obat analgetik yang diminum apabila timbul rasa sakit. Premedika atau medikasi pasca perawatan dengan antibiotik diindikasikan bila kondisi pasien secara medis membahayakan atau bila toksisitas sistemik timbul kemudian.
Keberhasilan pulpektomi
Seperti juga pada pulp capping, gigi tidak terdapat gejala infeksi dan Rofoto tidak terlihat adanya perubahan patologi.
Tanda – tanda perawatan yang gagal
- Resorpsi interna
Resorpsi interna dari dentin yang merupakan tanda kegagalan yang sering ditemukan, hal ini disebabkan oleh aktifitas osteoblas pada daerah amputasi pulpa yang meradang
- Abses alveolar
- Gigi terlalu cepat atau terlambat tanggal
Gigi infeksi kronis dapat menyebabkan gigi tanggal lebih cepat karena gigi mengalami resorpsi tidak normal. Kemungkinan juga tanggalnya gigi menjadi terlambat sehingga mengganggu erupsi gigi permanen.
2.6. Perawatan Eksodonsi Gigi Anak
Salah satu perawatan dalam bidang kedokteran gigi anak adalah prosedur pencabutan gigi desidui. Pencabutan gigi desidui pada dasarnya memiliki prosedur yang tidak berbeda dengan pencabutan gigi tetap pada orang dewasa. Dengan memperhatikan beberapa aspek, maka prosedur ini bisa dilakukan dengan mudah. (Rao, 2006)
Aspek-aspek yang menjadi perhatian dalam pencabutan (ekstraksi) gigi desidui:
• Aspek Psikologis
Pasien anak jelas sangat berbeda dengan pasien dewasa. Dalam hal ini, dokter gigi harus bisa mengetahui psikologis si anak saat pertama kali bertemu. Bagaimana sikap anak untuk pertama kali bertemu dengan dokter gigi, berada didalam ruangan, berinteraksi dengan bermacam benda dan alat didalam ruangan, penting sekali dokter gigi untuk mengetahui hal ini. (Rao, 2006)
• Aspek Etiologis
Pencabutan gigi anak jelas harus memperhatikan penyebab utama kondisi gigi anak tidak dapat dipertahankan (tidak dapat dirawat). Insidensi terbesar pencabutan gigi anak jelas karena faktor karies gigi. Karies gigi pada anak, merupakan kondisi patologis yang sering sekali tidak begitu diperhatikan oleh orang tua anak pada umumnya. (Rao, 2006)
• Aspek Tumbuh dan Kembang Anak
Tidak hanya berdasarkan etiologi pencabutan karena karies gigi. Pencabutan gigi anak juga bisa dilakukan bila didapatkan adanya keterlambatan dalam faktor pertumbuhan gigi geligi anak (Rao, 2006).
Sebelum melakukan tindakan pencabutan, ada beberapa hal yang harus dilakukan ( Rao, 2006) :
• Persiapan penderita
- Jelaskan pada penderita bahwa akan dilakukan tindakan pencabutan
- Jelaskan bahwa akan dilakukan tindakan anestesi sebelum pencabutan dan penderita akan merasa dingin (bila menggunakan Chlor Ethyl) atau merasa tebal (bila menggunakan lidocain)
- Minta ijin kepada penderita/ pengantar untuk dilakukan tindakan
• Mempersiapkan alat dan obat anastesi serta alat tindakan pencabutan gigi desidui yang telah di sterilkan
• Lakukan tindakan anestesi
Indikasi (Marwah dan Parbha, 2008) :
- Natal tooth/neonatal tooth
Natal tooth : gigi erupsi sebelum lahir
Neonatal tooth : gigi erupsi setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi mobiliti, dapat mengiritasi, mengganggu untuk menyusui
- Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space maintainer.
- Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan kecuali dengan pencabutan.
- Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya sudah mau erupsi.
- Gigi sulung yang persistensi
- Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi pertumbuhan gigi tetap.
- Gigi yang mengalami ulkus dekubitus
- Untuk perawatan ortodonsi
- Supernumerary tooth.
- Gigi penyebab abses dentoalveolar
Kontra Indikasi :
- Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya.
Misalnya akut infektions stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan pencabutan.
- Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah.
- Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease.
- Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan dapat menyebabkan infeksi sekunder.
- Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan metastase.
- Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi. Jadi ada kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi haruslah lebih dahulu mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat pasien tersebut atau konsultasi ke bagian internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan :
o Penyembuhan lukanya agak sukar.
o Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan
o Bisa terjadi perdarahan berulang kali.
- Irradiated bone
- Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.
(Marwah dan Parbha, 2008)
Teknik pencabutan gigi sulung
Teknik pencabutan tidak berbeda dengan orang dewasa. Karena pada anak-anak ukuran gigi dan mulut lebih kecil dan tidak memerlukan tenaga yang besar, maka bentuk tang ekstraksi lebih kecil ukurannya. Harus diingat juga bentuk akar gigi sulung yang menyebar dan kadang-kadang resorpsinya tidak beraturan dan adanya benih gigi permanen yang ada di bawah akar gigi sulung. Seperti juga orang dewasa, pada waktu melakukan pencabutan perlu dilakukan fiksasi rahangnya dengan tangan kiri.
Jika resorpsi akar telah banyak, maka pencabutan sangat mudah, tetapi jika rsorpsi sedikit terutama gigi molar pencabutan mungkin sulit dilakukan, apalagi bila terhalang benig gigi permanen di bawahnya (Pedersen, 1996).
Untuk gigi sulung berakar tunggal, yaitu gerakan rotasi dengan satu jurusan diikuti dengan gerakan ekstraksi (penarikan) (Pedersen, 1996).
Untuk gigi berakar ganda, yaitu gerakan untuk melakukan pencabutan adalah gerakan luksasi pelan-pelan juga. Gerakan luksasi ini ke arah bukal dan ke arah palatal, diulang dan juga harus hatihati serta tidak dengan kekuatan yang besar. Gerakan luksasi diikuti dengan gerakan ekstraksi (Pedersen, 1996).
2.7. Operative Dentistry
Tujuan utama penanganan segala kondisi patologis pada gigi geligi anak adalah agar mempertahankan kondisi gigi desidui tetap sehat hingga dapat berfungsi secara normal dan kemudian tanggal secara fisiologis. Gigi yang sehat, dan pertumbuhan gigi yang sesuai didalam lengkung giginya akan berpengaruh terhadap kesehatan anak secara holistik. Penanganan pada pasien anak berbeda dengan dewasa. Perbedaan terletak pada morfologi gigi dan adanya proses fisiologis tanggalnya gigi geligi. Sehingga itu, penanganan operatif dentistri pada anak membutuhkan pendekatan yang berbeda dari orang dewasa (Sim dan Finn,1973).
Penentuan untuk merestorasi gigi desidui harus didasarkan pada banyak hal, tidak semata-mata karena gigi tersebut mengalami karies. Beberapa faktor yang harus diperhatikan ketika akan memutuskan untuk merestorasi gigi geligi desidui adalah :
1. Usia anak
2. Derajat keparahan karies
3. Gambaran radiografis kondisi gigi dan jaringan pendukung
4. Waktu tanggalnya gigi
5. Efek mempertahankan atau mencabut gigi tersebut terhadap kesehatan anak
6. Pertimbangan ruang dari lengkung gigi
Klasifikasi menurut black mengenai kavitas pada gigi permanen dapat dimodifikasi dan diaplikasikan untuk gigi desidui. Modifikasi tersebut dijelaskan sebagai berikut :
- Kavitas kelas I : kavitas terletak pada daerah pit dan fissura pada permukaan oklusal gigi molar dan permukaan bukal atau pit lingual gigi-geligi anterior
- Kavitas kelas II : kavitas pada seluruh permukaan proksimal gigi molar dengan akses terbuka dari permukaan oklusal
- Kavitas kelas III : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan atau tanpa perluasan ke arah labial atau lingual
- Kavitas kelas IV : kavitas pada permukaan proksimal gigi geligi anterior dengan melibatkan permukaan incisal
- Kavitas kelas V : kavitas pada daerah 1/3 servikal permukaan labial atau buccal, lingual atau palatar pada seluruh gigi.
Cavity Preparation
Tahapan preparasi gigi desidui sama dengan tahapan preparasi gigi permanen, yaitu :
1. Menentukan outline form
2. Membuat retensi dan resitensi
3. Membuat convenience form
4. Menghilangkan seluruh jaringan karies
5. Menghilangkan email yang tidak didukung dentin
6. Membersihkan kavitas
Tahapan tersebut diatas merupakan prinsip dasar dalam prosedur restoratif. Jika melakukan restorasi dengan memenuhi prinsip dari tahapan diatas maka hasil restorasi yang didapatkan akan semakin baik, retensi dan resistensi tinggi pada daerah yang mendapatkan tekanan mastikasi serta meminimalisir kemungkinan terbentuknya karies sekunder.
Prosedur dalam merestorasi gigi desidui pada prinsipnya sama dengan gigi permanen, hanya perlu memodifikasi sebagian teknik karena keunikan morfologi gigi desidui itu sendiri. Gigi desidui secara anatomis berbeda dengan gigi permanen dimana ketebalan email hanya 1 mm dengan proporsi kamar pulpa yang sangat besar, selain itu bentuk oklusal yang sempit dan leher gigi yang sempit dengan kontak proksimal yang berupa bidang (flat) (Sim dan Finn,1973).
Untuk merostarasi gigi , banyak pilihan material yang dapat digunakan. Diantaranya adalah restorasi amalgam, restorasi komposit dan berbagai alternatif pilihan mahkota jaket.
2.7.1 Restorasi amalgam.
Restorasi jenis ini merupakan restorasi yang masih kontroversial. Hal tersebut dikarenakan komposisi merkuri pada amalgam. Namun, Black menyatakan dalam bukunya bahwa kegagalan restorasi amalgam dapat diminimalisir jika menggunakan prinsip preparasi ideal. Preparasi yang ideal juga melindungi integritas rongga pulpa dan mencegah kerusakan ulang (karies sekunder). Kelebihan restorasi amalgam adalah retensi axial interproksimal dengan resistensi yang lebih tinggi terhadap fraktur jika dibandingkan dengan tipe restorasi jenis lain (Barber,1982).
• Restorasi amalgam kelas I
1. Buat akses kedalam kavitas menggunakan pear-shaped diamond bur hingga kedalaman 1,5 mm yang konvergen ke arah oklusal. Perluas gerakan bur ke arah lateral untuk menghilangkan daerah yang karies dan membebaskan daerah yang berpotensi terbentuknya karies baru. Perlu diperhatikan dalam menjaga luas daerah yang dipreparasi. Semakin kecil daerah yang dipreparasi maka akan semakin baik.
2. Bersihkan kavitas , kemudian aplikasikan bahan pelindung pulpa pada bagian kavitas yang paling dalam. Biasanya digunakan copal varnish seperti semen zink oksida.
3. Masukkan amalgam kedalam kavitas , kemudian dikondensasai sampai kira-kira kedalaman 0,5-1 mm. Waktu kondensasi yang tepat adalah 2-3 menit setelah proses mixing. Karena setelah itu, amalgam akan mengeras dan lebih rapuh.
4. Lakukan carving pada permukaan hasil pengisian amalgam. Pertama tama hilangkan ekses amalgam dengan menggunakan burnisher kemudian buat kontur yang sesuai anatomi gigi menggunakan carver.
5. Restorasi amalgam difinishing dan polishing setelah 24 jam.
(Barber, 1982)
2.7.2 Stainless Steel Crown
Stainless Steel Crown adalah mahkota logam yang dibuat oleh pabrik dalam berbagai ukuran dan mempunyai bentukan atomi ssesuai gigi asli. Materialnya mengandung 18% chromium dan 8% nikel. Adanya chromium mengurangi korosi logam. Sejak diperkenalkan oleh Humphrey (1950) dalam bidang kedokteran gigi anak, disamping sebagai retainer pada beberapa kasus, SSC menjadi bahan restorasi pilihan dalam perawatan gigi sulung dengan kerusakan gigi yang luas karena dapat menutupi seluruh mahkota gigi dan membentuk kembali bentuk anatomi gigi serta lebih tahan lama dibandingkan restorasi lainnya (anonim, 2012).
SSC banyak digunakan dalam perawatan gigi anak–anak karena banyak keuntungannya. SSC merupakan suatu bahan restorasi yang ideal untuk mencegah kehilangan gigi susu secara prematur.
Indikasi :
- Kerusakan yang meluas pada gigi susu
- Gigi yang mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan
- Gigi sesudah perawatan saluran akar
- Sebagai pegangan dari space maintainer atau protesa
- Pada kasus – kasus bruxism yang berat
- Untuk mengoreksi single crossbite anterior pada gigi susu
(anonim, 2012)
2.7.3 Poly Carbonate Crown
Poly Carbonate Crown digunakan untuk restorasi tunggal gigi anterior dan premolar. Restorasi yang membutuhkan perubahan bentuk yang besar untuk mengkoreksi diskrepansi morphologis dan kontur yang salah. PCC perlu relining dengan resin untuk rekonturing dan menyediakan retensi yang cukup.(Mansjoer,2009)
2.8. Pola Resorbsi Akar Gigi Desidui
Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh seorang dokter gigi dalam merawat pasien anak. Hal ini berkaitan dengan rencana perawatan yang akan dilakukan. Selain itu, rencana perawatan juga sering kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak tersebut memiliki keluhan pada giginya.Erupsi gigi adalah proses berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui beberapa tahap mulai pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi antagonisnya. Umur kronologis adalah umur berdasarkan tanggal, bulan dan tahun kelahiran (McDonald dan Avery, 2000).
Periode gigi bercampur merupakan periode paling kritis dalam perkembangan oklusi. Pada periode ini, oklusi bersifat sementara dan tidak statis sehingga memungkinkan berkembangnya maloklusi. Di dalam bidang orthodonsia, upaya-upaya untuk mencegah maloklusi lebih efektif dilakukan pada periode gigi bercampur karena masih ada kesempatan untuk melakukan penyelarasan oklusi dan menghilangkan faktor penyebab (Kuswandari, 2006).
Pada usia 5-6 tahun gigi geligi desidui akan mulai digantikan oleh gigi geligi permanen. Gigi insisivus sentralis rahang bawah dan gigi molar pertama merupakan gigi geligi permanen yang pertama sekali erupsi di dalam mulut. Umumnya urutan erupsi gigi geligi pada rahang atas dalah sebagai berikut : molar pertama, insisivus sentralis, insisivus lateralis, premolar pertama, premolar kedua, kaninus, molar kedua, dan molar ketiga atau biasanya dinomenklaturkan menjadi 6-1-2-4-5-3-7-8, sedangkan pada rahang bawah (6-1)-2-3-4-5-7-8 (Bishara, 2006).
Waktu erupsi gigi tiap anak berbeda-beda, dipengaruhi oleh nutrisi dan ras. Faktor nutrisi yang mempengaruhi antara lain kandungan gizi, pola makan, dan jenis makanan. Kebiasaan makan dan jenis makanan pada setiap ras juga berbeda-beda. Erupsi gigi merupakan suatu perubahan posisi gigi yang diawali dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut (Koch , 1991).
Erupsi gigi dimulai setelah pembentukan mahkota dilanjutkan dengan pembentukan akar selama usia kehidupan dari gigi dan terus berlangsung walaupun gigi telah mencapai oklusi dengan gigi antagonisnya (Moyers, 2001).
3.1. Diagnosis dan Treatment Planning
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 57
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 57 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 57 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 10-12 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 57 adalah perawatan endodontic berupa pulpektomi agar tidak menggangu jalannya erupsi gigi permanen penganti.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 54
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 54 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan disto-oklusal kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 54 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 10-11 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 54 adalah perawatan endodontic berupa pulpektomi agar tidak menggangu jalannya erupsi gigi permanen penganti.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 62
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 62 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan labio-mesio kedalaman dentin warna kecoklatan.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 62 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 8-9 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 62 adalah ektraksi gigi tersebut, karena waktu tanggal gigi deciduinya telah hampir tiba. Namun, untuk melihat resorspsi akar dan keadaan gigi permanenya ada baiknya jika dilakukan pemeriksaan penunjang berupa radiograf periapikal.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 73
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 73 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan distal kedalaman dentin warna coklat kehitaman.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 73 didiagnosis mengalami nekrose pulpa. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 9-10 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 73 dapat ditentukan setelah melakukan pemeriksaan penunjang berupa radiograf periapikal untuk melihat keadaan gigi permanen,derajat resorbsi akar, dll agar dapat menentukaan perawatan yang akan dilakukan.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 52
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 52 menunjukkan:
- Inspeksi : Kavitas pada permukaan labio-mesio palatal kedalaman dentin gusi bagian labial terdapat benjolan berwarna merah.
- Sondasi: -
- Perkusi: -
- Palpasi: -
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan tersebut gigi 52 didiagnosis mengalami nekrose pulpa dengan gumboil. Umur pasien saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permenennya akan erupsi pada usia 8-9 tahun. Sehingga perawatan yang dapat diberikan pada gigi 52 adalah menginsisi gumboil dan memberikan antibiotic. Selain itu, perlu juga melakukan pemeriksaan penunjang untuk melihat keadaan gigi penggantinya. Agar dapat ditetapkan perawatan yang lebing lanjut.
Diagnosis dan Treatment Planning gigi 75
Hasil pemeriksaan yang dilakukan pada gigi 75 menunjukkan:
- Inspeksi: Kavitas pada permukaan disto-oklusal kedalaman pulpa
- Sondasi: -
- Perkusi: +
- Palpasi: +
- CE: -
Dari hasil pemeriksaan gigi 75 didiagnosis nekrose pulpa dengan periodontitis akut. Umur pasien pada saat ini adalah 8 tahun 7 bulan, sedangkan gigi penggantinya atau permanennya akan erupsi pada usia 11-12 tahun. Perawatan yang dapat dilakukan berdasarkan skenario tersebut adalah pulpektomi untuk pulpa saluran akar non vital dan terinfeksi. Perawatannya berbeda dengan perawatan pulpektomi pada saluran akar vital yang dapat dilakukan hanya dengan satu kali kunjungan. Pada kasus ini perawatannya harus dilakukan beberapa kali kunjungan untuk meredakan rasa sakit yang ada. Hal ini karena pada kasus gigi desidui non vital terinfeksi, preparasi mekanis tidak disarankan dilakukan pada kunjungan pertama. Kunjungan pertama yang dapat dilakukan adalah trepanasi agar terjadi drainase untuk meredakan rasa sakit jika ada abses kronis maupun akut. Selanjutnya dapat dilakkan pembersihan pulpa dan jaringan nekrotik. Cotton pellet yang sudah diberi formocresol dan diserap diletakkan di kamar pulpa dan ditutup dengan zinc oxyde eugenol (ZOE) (Bastawi, 1980).
Kunjungan selanjutnya dapat dilakukan pelebaran saluran akar kemudian diletakkan bahan dressing dan tutup dengan bahan tumpatan sementara. Kunjungan ketiga dilakukan pengecekkan mengenai gejala yang timbul. Jika gigi asimptomatik maka dapat dilakukan pengisian saluran akar. Evaluasi dapat dilakukan pada waktu 6 hingga 12 bulan paska perawatan. Bahan pengisi saluran akar yang tepat untuk gigi desidui adalah bahan yang dapat diserap sehingga tidak menganggu rsorbsi akar untuk pertumbuhan gigi permanen (Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008).
Diagnosis dan Treatment gigi 16, 63, dan 36
Pemeriksaan klinis menunjukkan gigi 16, 63, dan 36 karies kedalaman email pada mahkota gigi. Perawatan gigi-gigi dengan karies kedalaman email dapat dilakukan operative dentistry yaitu restorasi dengan menggunakan semen ionomer kaca. Ionomer kaca merupakan bahan tambalan yang berwarna seperti gigi, terbuat dari campuran bubuk kaca dan asam akrilik. Bahan ini dapat digunakan untuk menambal lubang, khususnya pada permukaan gigi. Ionomer kaca melepaskan sejumlah kecil fluoride yang bermanfaat bagi pasien yang berisiko tinggi terhadap karies. Sedikit struktur gigi yang diambil untuk menyiapkan gigi yang akan ditambal ionomer kaca (Kidd, 1991).
Diagnosis dan Treatment gigi 26
Gigi 26 terlihat adanya fissure yang dalam. Pit dan fissure adalah titik dan seruk –seruk yang secara ilmiah ada pada gigi geraham. Pit dan fissure ini terkadang berbentuk celah yang sangat sempit yang bisa terlihat dalam potongan vertikal, sehingga makanan atau plak bisa masuk, namun sulit dibersihkan dengan sikat gigi. Untuk mengatasi haltersebut kemudian dibuatkan alternatif imunisasi untuk mencegah gigi berlubang, dengan melandaikan ceruk (menggunakan bur yang disebut sebagai odontotomi) supaya ceruk tidak lagi sempit dan dapat memerangkap makanan, sehingga mudah dibersihkan. Celah tersebut bisa juga ditutup dengan suatu bahan resin yang agak cair konsistensinya, kemudian dikeraskan dengan penyinaran. Cara ini dalam kedokteran gigi disebut pit dan fissure sealant. Pit fisur ini dapat mencegah terjadinya gigi berlubang sampai 70 %.
3.2. Treatment Planning Holistik
Perawatan Malposisi gigi
Perawatan interseptif orthodontik bertujuan untuk mengurangi dan memperbaiki faktor penyebab terjadinya maloklusi pada saat tumbuh kembang yang mempunyai efek kemungkinan akan terjadi lebih buruk pada masa datang. Gigi crowding merupakan suatu keadaan dimana terjadi disproporsi antara ukuran gigi dan ukuran rahang dan bentuk lengkung.Gigi 31 dan 41 mengalamai pertumbuhan kearah lingual atau linguoversi. Perawatan interseptif yang dapat dilakukan adalah penggunaan alat ortodontik untuk mencegah crowding yang lebih parah dan menghindari perawatan yang lebih kompleks
Perawatan preventive karies
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk preventive karies menurut angela (2005) antara lain:
1. Diet dan konsumsi gula
Tindakan pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan pengganti gula.
2. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar permanen dan molar susu.Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin. Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen dapat diaplikasikan kembali.
3. Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies. Penggunaan flour dapat dilakukan dengan flouridasi air minm, pasta gigi dan obat mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnish
4. Klorheksidin
Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel. Flossing empat kali setahun dengan gel klorheksidin yang dilakukan oleh dokter gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan. Demikian juga pada anak beresiko karies tinggi hal ini dapat digunakan untuk melengkapi penggunaan silen di bagian oklusal gigi.
Dalam kasus tersebut, dilakukan pencegahan karies dengan:
a. Edukasi pada pasien ibunya untuk mengatur pola makan, dengan mengurangi konsumsi gula
b. Penggunaan pasta gigi berflouride
c. Fissure sealing
d. Kontrol rutin setiap 6 bulan sekali
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kasus dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :1. Pasien memiliki bebagai masalah dalam kesehatan gigi dan mulutnya, yaitu berupa: nekrose pulpa-periodontitis, pulpitis, malposisi, dan fissure yang dalam dan karies.
2. Perawatan pada masalah yang dihadapi pasien adalah dengan melakukan perawatan bertahap dan menyeluruh (holistik), serta mempertimbangan proses tumbuh dan kembang poasien tersebut.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Alam, M.K. 2009. Orthodontic treatment of mandibular anterior crowding. [internet]. Bangladesh Journal of Medical science [cited 2013 Mei 25]. Available from: URL : http://www.healthmantra.com/.Anonymous. [internet]. 2008. Mengapa gigi tidak teratur. Accessed on 27 Meii 2013. Available from: http://rumahkusorgaku.wordpress.com/2008/0414/mengapa-gigi-tidak-teratur/.
Beer, R dkk. 2004. Pocket Atlas of Endodontics. Stuttgart Thieme
Finn, S.B. 1973. Clinical Pedodontics. 4th Ed. W.B.Saunders Company
Grossman, L.I, Oliet, S., and Del Rio, C.E. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC
Howe G.L. 1996. Pencabutan Gigi Geligi. Jakarta: EGC.
Marwah N and Prabha V. 2006. Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Maulani, C and Jubilee, E. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. Jakarta : Kelompok Gramedia.
Pantera, E. 1990. Endodontic disease. In: Schuster G, editor. Oral microbiology and infectious disease. 3rd ed. Philadelphia. BC Decker inc.
PDGI online. Perawatan dengan kawat gigi. [internet]. PDGI online [cited 2013 Mei 27]. Available from : URL : http://www.pdgionline.com/index.php.
Pedersen, G.W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC
Pinkham, J.R. 1988. Pediatric Dentistry : Infancy Through Adolescence. W.B.Saunders Company.
Poul, V and Anders,N. 1989. Pulp sensibility and pulp necrosis after Le Fort I osteotomy. Abstract. Journal of Cranio-maxillofacial Surgey. Hal 167-171.
Rao A. 2008. Principles and Practice of Pedodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
Richard, J.M. and Robert, E.P. 1995. Fundamentals of Pediatric Dentistry. 3rd Ed, Quintessence Publishing Co.Inc.
Schmidseder. 2000. Color Atlas of Dental Medicine. Germany: Thieme
Siswono. 2001. Kebiasaan buruk sebabkan gigi tumbuh berjejal. [internet]. Indonesian Nutrition Network [cited 27 Mei 2013]. Available from : URL : http://www.gizinet.com/kebiasaanburukgigiberjejal.htm.
Tarigan, R. 2006. Perawatan Pulpa Gigi ( Endodonti).Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Thomson, H. Oklusi. 2nd ed. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta : EGC ; 2007. p. 128.
Walton, R.E dan Torabinejad, M. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia, Edisi 3. Jakarta : EGC.
Comments
Post a Comment