KASUS DAN EVALUASI KASUS IKGA

BAB I
KASUS DAN EVALUASI KASUS

1.1 SKENARIO KASUS
Seorang anak laki-laki umur 9 tahun 3 bulan,  datang ke klinik RSGM Prof Soedomo diantar ibunya dengan keluhan gigi belakang kanan atas berlubang besar dan sakit bila untuk makan. Gigi tersebut dirasakan berlubang sekitar 6 bulan yang lalu. Kira-kira tiga bulan yang lalu pernah sakit tetapi setelah minum obat terus sembuh. Sejak  kemarin gigi tersebut kambuh lagi sakitnya dan sampai sekarang masih sakit, terus menerus, berdenyut bahkan hari ini dirasa semakin bertambah sakit,  kalau bersentuhan dengan gigi rahang bawah bertambah sakit. 
Menurut keterangan ibunya bahwa anak tersebut sehat, tidak menderita penyakit sistemik, tidak alergi obat-obatan. Kondisi ayah dan ibu juga sehat, tidak menderita penyakit sistemik.

1. 2PEMERIKSAAN SUBJEKTIF
§  Jenis kelamin                                    : laki-laki
§  Usia                                      : 9 tahun 3 bulan
§  Chief complaint (CC)                        :
Gigi belakang kanan atas berlubang besar dan sakit bila untuk makan.
§  Present illness (PI)               :
Rasa sakit dirasakan terus menerus, berdenyut bahkan semakin sakit jika bersentuhan dengan gigi rahang bawah .
§  Past Dental History (PDH)  :  
-       gigi belakang kanan atas berlubang sejak 6 bulan yang lalu
-       tiga bulan yang lalu pernah sakit namun sembuh setelah minum obat
§  Past Medical History (PMH)            :
Sehat, tidak menderita penyakit sistemik, tidak alergi obat-obatan.
§  Family Hstory (FH)              :
Kondisi ayah dan ibu sehat, tidak menderita penyakit sistemik.
§  Social history (SH)               : Tidak ada


1. 3PEMERIKSAAN OBJEKTIF
Hasil pemeriksaan tanda vital :
o   Tensi             : 100/60 mmHg à normal
o   Suhu tubuh   : 38,2 ºC à mengalami peningkatan. Pasien menderita demam. (standar normal usia 9 - 10 tahun ialah 37oC)
o   Denyut nadi  : 95 kali/menit à normal (standar normal usia 8-11 tahun ialah 60-130 kali/menit)
o   Respirasi       : 22 kali/menit à normal (standar normal usia 8-11 tahun ialah 15-25 kali/menit)
o   Tinggi Badan : 120 cm
o   Berat Badan  : 32 kg
o   Ekstraoral     : tidak ada kelainan
o   Intraoral
Elemen

55
Kavitas pada permukaan buko-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka
sondari : -
perkusi : + (sakit)
palpasi :  - 
tes termal dingin (CE)  : - 
64
kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin ( pulpa belum terbuka)
sondari : -
perkusi : -
palpasi : -
CE  :    + (linu) 
74
Tinggal akar
perkusi : -
palpasi : - 
73
kavitas pada permukaan distal kedalaman dentin (pulpa belum terbuka)
sondari (-)
perkusi (-)
palpasi  : Luksasi derajat I
CE (+).


1. 4 ODONTOGRAM

Keterangan:
               :  gigi belum erupsi
X         :  gigi sudah dicabut atau tanggal
Σ1        :  gigi goyah derajat 1
          :  sisa akar
            :  karies
1. 5ANALISIS FOTO RONTGEN
P1020893-ed


17
16
15
14
13
12


 11
21
22
23
24
25
26

 27
47
46
45
44
43
42
41
31
32
33
34
35
36

 37

1.     Semua benih gigi permanen ada
2.     Pada gigi 34 dan 44 erupsi ke arah mesial diperkirakan setelah gigi 33 dan 43 erupsi sempurna, gigi 34 dan 44 akan mengalami gangguan erupsi
3.     Gigi 33 dan 43 sudah waktunya erupsi terlihat perkembangan akar mencapai sekitar  -  panjang akar
4.     Gigi 14 dan 15; 24 dan 25; 34 dan 35; 44 dan 45 belum waktunya erupsi terlihat perkembangan akar masih sangat pendek yaitu sekitar  panjang akar


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.PULPITIS IRREVERSIBLE
A.    Definisi
Pulpitis irreversibel merupakan kondisi klinis yang berhubungan dengan adanya temuan subjektif dan objektif yang mengindikasikan adanya inflamasi berat pada jaringan pulpa. Pulpitis irreversibel sering merupakan kelanjutan dan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang parah dari penghilangan dentin yang luas selama prosedur operatif atau penurunan aliran darah pada pulpa akibat dari trauma atau pergerakan ortodontik pada gigi juga dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel merupakan proses inflamasi berat yang tidak akan terselesaikan bahkan jika penyebab dihilangkan. Pulpitis irreversibel dapat simptomatik dengan nyeri spontan dan tidak hilang-hilang. Ini juga dapat bersifat asimptomatik dengan tidak adanya tanda dan gejala klinis (Walton, 2009).
Menurut Walton (2008), yang termasuk pulpitis irreversibel adalah:
1.     Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
2.     Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
3.     Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
4.     Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis
5.     Pulpitis kronis eksaserbasi akut

B.    Etiologi
            Sebab paling umum pulpitis irreversibel adalah keterlibatan bakterial pulpa melalui karies, meskipun faktor klinis, kimiawi, termal, atau mekanis, yang telah disebut sebagai penyebab penyakit pulpa, mungkin juga menyebabkan pulpitis. Sebagai yang dinyatakan sebelumnya, pulpitis reversibel dapat memburuk menjadi pulpitis irreversibel (Grossman, 1995).
C.   Tanda dan Gejala
Pulpitis irreversibel biasanya asimptomatik. Pasien mungkin mengeluhkan gejala ringan. Pulpitis irreversibel juga mungkin berhubungan dengan nyeri spontan yang intermiten atau berkelanjutan (tanpa stimulus eksternal). Nyeri yang merupakan hasil dari inflamasi irreversibel pada pulpa dapat berupa nyeri tajam, dull, terlokalisir atau menyebar dan dapat berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam (Walton, 2009).
Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, suatu paroksisme rasa sakit dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : perubahan temperatur, terutama dingin; bahan makanan manis atau masam; tekanan makanan yang masuk ke dalam kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap berbaring yang menyebabkan kongesti pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya tetap berlangsung meski penyebabnya dihilangkan, dan dapat datang dan pergi secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. (Grossman, 1995). Apliksasi dingin pada pasien pulpitis ireversibel yang disertai nyeri akan menyebabkan vasokontriksi, menurunnya tekanan pulpa, dan kemudian diikuti dengan nyeri (Walton, 2009). Pasien dengan pulpitis ireversibel biasanya menggunakan obat analgesik, meskipun dalam kebanyakan kasus tidak benar-benar meringankan gejala (Richard, 2002).
Gigi dengan pulpitis irreversibel sensitif terhadap mastikasi (perkusi). Sensitivitas ini tergantung pada apakah peradangan telah berlangsung ke daerah periradikuer atau belum. Jika peradangan hanya terbatas pada ruang pulpa, tidak sensitif terhadap mastikasi (perkusi) (Richard, 2002).
D.   Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Subjektif:
- Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar kebelakang telinga·
 -Penderita tidak dapat menunjukkan gigi yang sakit
b. Pemeriksaan Objektif:
-Ekstra oral : tidak ada kelainan·
-Intra oral :
Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan          
Pulpa terbuka bisa juga tidak
Sondase (+)
Khlor ethil (+)
Perkusi bisa (+) bisa (-)
(Andlaw, 1992)
E.    Histopatologis
Gangguan ini mempunyai tingkatan inflamasi kronis dan akutdi dalam pulpa. Pulpitis irreversibel dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya yang berlangsung lama seperti misalnya karies. Bila karies menembus dentin dapat menyebabkan respon inflamasi kronis. Bila karies tidak diambil, perubahan inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati pulpa.
F.    Diagnosis
Pemeriksaan biasanya menemukan suatu kavitas dalam yang meluas ke pulpa atau karies di bawah tumpatan. Pulpa mungkin sudah terbuka. Waktu mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat suatu lapisan keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi pulpa terbuka dan dentin sekitarnya. Probing ke dalam daerah ini tidak menyebakan rasa sakit pada pasien hingga dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini dapt terjadi sakit dan perdarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses karies, dapat terlihat sedikit nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa (Grossman, 1995).
Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang nyata yang belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas proksimal yang secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan keterlibatan suatu tanduk pulpa. Suatu radiografi dapat juga menunjukkan pembukaan pulpa, karies di bawah suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau tumpatan mengancam integritas pulpa. Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, tes termal dapat mendatangkan rasa sakit yang bertahan setelah penghilangan stimulus termal. Pada tingkat belakangan, bila pulpa terbuka, dapat bereaksi secara normal. Hasil pemeriksaan untuk tes mobilitas, perkusi dan palpasi adalah negatif (Grossman, 1995).
G.   Perawatan
Indikasi perawatannya adalah perawatan saluran akar atau pencabutan (Walon, 2009).
2.2.NEKROSE PULPA
A.    Definisi
Nekrosis adalah matinya pulpa. Dapat sebagian atau seluruhnya, tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa terlibat. Nekrosis meskipun akibat inflamasi dapat juga terjadi setelah injuri traumatik yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi (Grossman et al., 1995).
Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju, yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak, suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang kaku, tidak mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta limfatiknya kolaps akibat meningkatnya tekanan jaringan sehingga pulpitis irreversible akan menjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat yang dihasilkan selama pulpitis irreversible diserap atau didrainase melalui kavitas karies atau daerah pulpa yang tebuka ke dalam rongga mulut, proses nekrosis akan tertunda; pulpa di daerah akar akan tetap vital dalam jangka waktu yang cukup lama. Sebaliknya, tertutup atau ditutupnya pulpa yang terinflamasi mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total serta timbulnya patosis periapikal.

B.    Etiologi
Nekrosis pulpa dapat disebabkan oleh injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma dan iritasi kimiawi (Grossman et al., 1995).

C.   Tanda dan Gejala
Gejala umum nekrosis pulpa :
1.     Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
2.     Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
3.     Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
4.     Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura
5.     Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
6.     Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.

D.   Pemeriksaan
Nekrosis pulpa jarang menyebabkan prosedur kegawatdaruratan. Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan gejala rasa sakit. Sering, diskolorasi gigi adalah indikasi pertama bahwa pulpa mati (Grossman et al., 1995). Meskipun kondisi kegawatdaruratan tidak terjadi, pasien dengan nekrosis pulpa harus segera dirawat karena kasus ini dapat menjadi akut dan lebih parah.  Biasanya kondisi ini pertama kali ditemukan dalam rontgen periapikal selama pemeriksaan radiograf atau ketika ditemukan pembengkakan atau distention pada jaringan periapikal selama pemeriksaaan dengan jari (palpasi). Radiograf biasanya menampakkan area radiolusen berkisar dari kepadatan dari ligament periodontal ke periapikal lesi yang luas. Jika apeks akar tertutup bucal plate tidak ada perubahan secara jelas pada periapikal. Gigi sudah tidak sensitif saat dilakukan perkusi, atau hanya sedikit sensitif, dan tidak memberikan respon pada tes vitalitas (Weine,2004).

2.3.PERIODONTITIS
A.    Definisi
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti gigi dan akar gigi. Secara umum periodontitis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.     Marginal Periodontitis
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan periodontal.
2.     Apikal Periodontitis
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi atau peradangan pada pulpa.

B.    Etiologi
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.


Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara menyikat gigi juga yang dapat mempengaruhinya.

C.   Tanda dan Gejala
Tanda klinik dari periodontitis adalah:
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
2. Poket
3. Resesi gingiva
4. Mobilitas gigi
5. Nyeri
6. Halitosis dan rasa tidak enak


D.   Pemeriksaan

1.     Inflamasi gingiva dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila penyikatan gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit subgingiva karena skaling yang kurang adekuat, adanya penyakit periodontal mungkin tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial. Bila dilakukan pemeriksaan riwayat dengan cermat pasien sering melaporkan riwayat pendarahan dimasa lalu yang berhenti ketika ia makin rajin membersihkan giginya. 

2.     Poket 
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi gingiva dan pembengkakan. Teoritis, bila tidak ada pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat sering mengenai individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.
  1. Resesi gingiva
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat meyertai periodontitis kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.
  1. Mobilitas gigi
Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah yang lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang bersangkutan dengan alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya pada sisi gigi yang berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman sehingga gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas (walaupun tidak megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.
  1. Derajat mobilitas gigi dapat dikelompokkan 
Grade 1. Hanya dirasakan
Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari gigi ke atas dan kebawah pada arah aksial. 
  1. Nyeri
Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya inflamasi aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada pembentukan abcess dimana gigi sangan sensitif terhadap sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin atau panas dan dingin kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya pulpa.
E.    Diagnosis
Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran klinik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa gusimudah berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan bakteri penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis, gambaran radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak gambaran destruksi processus alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).

F.    Perawatan

1.     Skaling dan root planing
Skaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang perlu dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan perawatan tambahan. Yang paling sering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase subginggiva.
Skaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak sempurnaan penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.
2.     Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya memuaskan.
3.     Kumur-kumur antiseptik
Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah chlorhexidin atau heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses peradangan pada jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen periodontal serta dapat meghambat terbentuknya plak.
4.     Bedah periodontal 
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan jaringan yang meradang di bawahnya.
5.     Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi gigi.

Tindakan Pencegahan:
  • Sikat gigi dua kali sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.
  • Lakukan flossing sekali dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di antara celah gigi-geligi.
  • Pemakaian obat kumur anti bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dalam mulut, misalnya obat kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan konsultasi terlebih dahulu dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat kumur tersebut.
  • Berhenti merokok
  • Lakukan kunjungan secara teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol rutin dan pembersihan.
2.4.LESI ENDO PERIO

A.    Definisi
Lesi Endo-Perio adalah lesi periapikal yang berasal dari infeksi pulpa dan nekrosis berdrainase ke rongga mulut melalui ligament periodontal, menyebabkan kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar yang berdekatan (Carranza,2006).

B.    Etiologi
Pulpa gigi dan jaringan periodontal berhubungan sangat dekat. Pulpa berasal dari dental papilla dan ligamen periodontal berasal dari folikel gigi dan dipisahkan serabut epitel Hertwig. Seiring dengan pertumbuhan gigi, akar terbentuk, terdapat tiga kemungkinan area pertukatan elemen infeksius dan iritan yaitu (1) tubulus dentinalis (2) kanal lateral dan aksesoris (3) foramen apical.
Faktor etiologi diantaranya bakteri, jamur, dan virus berkontribusi cukup besar seperti trauma, resorpsi akar, perforasi, dan malformasi gigi berperan dalam perkembangan lesi (Rotstein, 2006).
Pemerikasaan faktor-faktor etiologi yang menyebabkan lesi kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan, menunjukan bahwa faktor-faktor ini berasal dari lesi pulpa atau periodontium atau faktor lain yang berpengaruh terhadap lesi kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan (Weine, 1976; Grossman, 1988; Cohen & Burn, 1994; Walton & Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005).
Efek Penyakit Pulpa dan Prosedur Endodontik terhadap Jaringan Periodontium
Faktor-faktor etiologi karena penyakit pulpa dan prosedur perawatan saluran akar yang dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada jaringan periodontium, yaitu (Weine, 1976; Cohen & Burn, 1994; Walton & Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005) :

1. Iritan dari Jaringan pulpa nekrosis
Iritan dari jaringan pulpa nekrosis dapat mengakibatkan kelainan di dalam jaringan periodontium. Lesi periradikuler pada molar cenderung menyebar terutama ke arah furkasi dan tidak selalu hanya melalui membran periodontium. Akibat terbentuknya lesi endodontik, jaringan periodontium diganti oleh jaringan ikat inflamasi tanpa kerusakan permanen dari pelekatan jaringan ikat pada permukaan akar.

2. Prosedur perawatan endodontik
Prosedur perawatan endodontik dapat mengakibatkan lesi periodontik. Setelah ekstirpasi pulpa, pembersihan dan pembentukan saluran akar dapat mendorong debris ke dalam membran periodontium sehingga menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi akut di dalam periodontium berupa resorpsi sementum dan tulang alveolar.
Kesalahan selama prosedur perawatan endodontik, misalnya terjadi perforasi dasar kamar pulpa atau perfokasi akar atau terjadi fraktur vertikat saat obturasi atau pemasangan pasak, akan merusak jaringan periodontium.

3. Bahan-bahan saluran akar.
Bahan yang dipakai di dalam saluran akar selama perawatan, dapat meresap melalui tulubus dentin dan menyebabkan nekrosis pada sementum. Hal ini akan menghambat penyembuhan jaringan periodontium yang terinflamasi.

Efek Penyakit Periodontium dan Prosedur Perawatannya terhadap Jaringan Pulpa
Apakah penyakit periodontium mempengaruhi pulpa melalui saluran lateral atau foramen apikal, masih diperdebatkan. Penyakit periodontium dan prosedur perawatannya yang dapat mempengaruhi kelainan jaringan pulpa, diantaranya (Weine, 1976; Cohen & Burn, 1994;Walton & Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005) :



1. Penyakit periodontium yang progresif.
Penyakit periodontium yang progresif dapat mengakibatkan migrasi pelekatan ke arah apikal dan terbukanya permukaan akar pada rongga mulut dan masuknya iritan (bakteri plak). Saluran akar yang terbuka dapat meneruskan produk toksik ke dalam pulpa yang dapat menyebabkan kelainan atropik, degeneratif, inflamatif dan resorptif. Akumulasi plak pada akar dekat apeks, dapat menyebabkan inflamasi dan nekrosis pulpa.

2. Perawatan periodontium yang invasif.
Perawatan periodontium yang invasif, misalnya kuretasi yang dalam, akan merusak pembuluh darah di apikal dan menyebabkan nekrosis pilpa. Skeling dan root planing permukaan akar akan membuang sementum dan mengakibatkan terbukanya tubulus dentin dan saluran akar lateral. Hal ini masih diperdebatkan, apakah dapat menyebabkan perubahan patologis yang bermakna terhadap jaringan pulpa.

Faktor-faktor Etiologi Lain yang Berpengaruh terhadap Lesi Kombinasi
Faktor-faktor etiologi lainnya yang dapat mempengaruhi lesi kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan, adalah (Grossman, 1988 sit Armilia, 2005):
1. Faktor-faktor anatomis tidak khas.
1) Susunan gigi yang jelek merupakan faktor pemicu trauma, misalnya impaksi makanan dan trauma oklusi.
2) Adanya gigi berakar banyak pada posisi yang biasanya ditempati oleh gigi berakar tunggal, atau pada gigi berakar banyak ada akar-akar tambahan, terpisah atau bersatu.
3) Adanya saluran-saluran tambahan yang mengakibatkan perubahan dalam morfologi gigi berakar tunggal atau banyak.
4) Projeksi email servikal ke dalam furkasi gigi berakar banyak.
5) Saluran-saluran lateral yang besar pada bagian koronal atau bagian tengah akar.

2. Trauma
1) Trauma dapat menimbulkan poket periodontal yang dalam atau terbukanya furkasi pada gigi berakar banyak. Bila terdapat saluran lateral yang besar pada daerah poket, pulpa biasanya akan terbukan terhadap lingkungan mulut sehingga menyebabkan timbulnya masalah periodontal dan juga dapat mengakibatkan terjadinya pulpitis ireversibel.
2) Kemungkinan trauma menyebabkan fraktur mahkota, fraktur akar atau migrasi akar yang dapat mengakibatkan terjadinya pulpitis ireversibel, nekrosis atau penyakit periapikal.
3) Kemungkinan trauma melibatkan pulpa dan gangguan membran periodontium, dengan fistula yang mengalir melalui jaringan periradikuler dan keluar melalui krevis gingival.
4) Kemungkinan trauma mengakibatkan adanya perubahan seluler atau periodontium yang dapat menimbulkan terjadinya resorpsi internal atau eksternal yang berhubungan dengan perfokasi akar. Trauma gigi dapat berasal dari pukulan tidak sengaja, prepasi kavitas, perawatan ortodontik, maloklusi dan kebiasaan yang merusak.

3. Faktor-faktor lainnya.
1) Kesalahan iatrogenik, misalnya perforasi ke dalam furkasi gigi berakar banyak pada waktu terapi saluran akar, perfokasi akar pada waktu preparasi pasak, atau perforasi apad bagian apikal akar bengkok pada waktu instrumentasi.
2) Kemungkinan faktor-faktor sistemik, misalnya penyakit sistemik (diabetes) yang dapat menyebabkan terjadinya lesi gabungan.

C.   Penampakan Klinis
Poket periodontal yang dalam dan local sepanjang apeks gigi. Infeksi pulpa berdrainase melalui kanal aksesorius, terutama pada area furkasi , dan mengarah pada keterlibatan furkasi dengan menghilangnya perlekatan klinisn dan tulang alveolar (Carranza, 2006).
Secara subjektif, riwayat lengkap dengan rincian tempat, lama, intensitas dan seringnya rasa nyeri, juga obat yang di pakai untuk menghilangkan rasa nyeri dapat memberikan informasi yang berguna untuk membantu menemukan sumber kelainan. Gejala subjektif biasanya disertai adanya (Harty, 1990; Walton & Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005):
1. Rasa sakit
Lesi pulpa dan periradikuler merupakan fenomena lokal dan cenderung menimbulkan rasa sakit yang hebat yang memerlukan analgetik. Pada penyakit periodontium yang bersifat kronis, prosesnya merata serta sedikit atau tidak ada rasa sakit yang berarti. Pada tahap akut, dapat diikuti dengan derajat sakit moderat, misalnya pada pembentukan periodontal atau ulseratif gingivitis.

2. Pembengkakan
Pada gigi dengan lesi pulpa, pembengkakan terlihat di apikal daerah pertemuan mukogingival di mukosa alveolar. Pembengkakan pada wajah terjadi pada gigi dengan lesi endodontik, jarang terlihat pada gigi dengan pembentukan abses periodontal yang pembengkakannya cenderung terlihat di daerah attached gingiva.
2.5.LUKSASI
A. Definisi
Luksasi adalah gigi yang berubah tempat baik sebagian maupun keseluruhan. (Wolfson, 2010). Luksasi gigi merupakan dislokasi atau kehilangan gigi karena kehilangan perlekatan periodontal (John, 1999). Gigi yang mengalami luksasi rontgen periapikal akan menunjukkan adanya pembesaran ruang ligament periodontal dan pada ekstrusi, terdapat daerah radiolusen di apeks alveolus. Pemeriksaan klinis terdiri atas pemeriksaan mobilitas secara digital dan palpasi dinding alveolar. Tulang bagian fasial terutama pada bagian anterior maksila, biasanya mengalami fraktur dengan penggeseran fragmen-fregmen (Pederson, 1996).
Derajat kegoyahan gigi (Duncan, 2007)
1.     Derajat 1 : mobilitas mahkota gigi 0,2 sampai 1 mm dalam arah horizontal
2.     Derajat 2 : mobilitas mahkota  1 sampai 2 mm dalam arah horizontal
3.     Derajat 3 : mobilitas mahkota gigi  > 2mm dalam arah horizontal disertai dengan mobilitas dalam arah vertikal ketika tekanan diaplikasikan pada permukaan oklusal ( gigi dapat tertekan ke dalam soket)
B. Etiologi
Penyebab luksasi biasanya adalah hantaman tiba-tiba seperti pukulan atau terbentur objek yang keras ketika terjatuh. Pada umumnya makin parah luksasinya makin besar pula kerusakan pada periodontium dan kerusakan pulpanya. Tipe luksasi diantaranya menurut (Walton, 2003):
1.     Luksasi ekstrusi
Gigi sebagian telah berubah letak di soketnya namun masih disumbu panjangnya. Gigi yang terangkat ke atas (ekstrusi) seperti ini mobilitasnya meningkat dan pada radiograf terlihat ada perubahan letak. Pulpanya biasanya tidak memberikan respon terhadap pengetsaan
2.     Luksasi lateral
Akibat trauma, gigi berubah bentuk kea rah lingal, bukal, mesial, atau kea rah distal, yang berarti sudah diluar posisi normalnya dari sumbu panjang. Jika apeksnya telah mengalami translokasi selama perubahan letak ini, gigi bisa cukup kuat (tidak goyang). Gigi mungkin sensitive mungkin juga tidak terhadap perkusi. Jika giginya tidak goyang, akan terdengar suara metal ketika diperkusi, yang menandakan bahwa gigi telah terdorong masuk ke dalam tulang alveolus.
3.     Luksasi intrusi
Gigi terdorong masuk ke dalam soketnya dalam arah aksial (arah apeks), kadang-kadang bernar-benar seperti tenggelam sampai tidak terlihat. Mobilitasnya menurun dan menyerupai ankilosis.

C.   Perawatan
Perawatan gigi yang luksasi menurut Pederson (1996) yaitu hanya berupa pemeriksaan sampai dengan stabilisasi yakni dengan menggunakan splint. Digital molding dari alveolus yang fraktur bisa dilakukan bila memungkinkan. Diusahakan untuk mengembalikan posisi gigi yang mengalami ekstrusi, kemudian menstabilkannya pada posisi normal. Secara umum gigi yang mengalami luksasi dibebaskan dari oklusi. Splinting dilakukan  dengan cara memasang pita atau braket dengan cara etsa asam atau bonding, membonding pesawat (bonded appliance) dan pengawatan atau ligasi terhadap arch bar.  Rongten periapikal dibuaat sesudah stabilisasi untuk dipakai sebagai pedoman pemeriksaan radiografis jangka panjang. Durasi pemasangan splint tergantung pada individunya, berkaitan erat dengan derajat awal kegoyangan gigi, dan luasnya kerusakan alveolar, tetapi biasanya dilepass setelah tiga sampai lima minggu. Pemeriksaan klinis pada kunjungan berikutnya sangat penting untuk gigi yang mengalami luksasi yaitu untuk mengamati perlekatan ulang ligamenperiodontium dan kondisi pulpa. Rujukan ke ahli endodontic untuk perawatan selanjutnya mungkin perlu dilakukan.

Gigi dengan luksasi lateral dapat dibiarkan tidak dirawat atau dicabut, bergantung pada keparahan cedera. Gigi dengan luksasi intrusi harus dievaluasi dengan cermat untuk menentukan arah intrusi. Bantuan radiograf sangat berguna dalam hal ini. Pada cedera luksasi, apa pun tipenya, diagnosis dan perawatannya sering sukar dilakukan sehingga perlu bantuan spesialis. Luksasi ekstrusi dan luksasi lateral harus direposisikan dan didisiplinkan dengan penggunan splin. Lama pemasangan splin bergantung pada keparahannya. Pada ekstruksi mungkin hanya perlu 2 sampai 3 minggu sedangkan pada luksasi yang juga dengan fraktur tulang mungkin harus sampai 8 minggu. Jika giginya nekrosis atau pulpitis ireversibel, maka perawatan saluran akar harus dilakukan (Walton,2008).
Penegakan diagnosisnya kerap memerlukan gabungan tanda dan gejala seperti perubahan warna mahkota, tidak adanya respons pulpa terhadap tes elektrik, dan lesi periradikuler pada radiograf. Pada gigi yang mengalami cedera luksasi yang sampai melibatkan cedera pada pulpa dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna mahkota gigi tersebut. Jika pulpa tidak sembuh dan menjadi nektrotik, mahkota akan menggelap menjadi keabu-abuan dan sering disertai dengan hilangnya trasnslusensi. Perubahan warna juga bisa diakibatkan calcific metamorphosis yang meningkat(Walton,2008).
Perawatan luksasi intrusi bergantung pada maturasi akar. Jika giginya belum tumbuh sempurna dengan apeks yang masih terbuka, gigi ini mungkin akan bisa erupsi lagi. Jika giginya telah tumbuh sempurna, mungkin perlu dilakukan ekstrusi aktif segera setelah cedera, biasanya secara ortodonsia. Pada kasus luksasi intrusi yang parah, dimana gigi benar-benar terbenam ke dalam tulang alveolar, reposisi secara bedah adalah pilihannya. Perawatan saluran akar merupakan indikasi pada gigi yang intrusi kecuali pada gigi yang akarnya belum matang yang pulpanya masih bisa mengalami revaskularisasi (Walton,2008).
Gigi dengan cedera luksasi apa pun dan disertai tanda dan gejala pulpitis ireversibel hatus dirawat endodonsia, prosedurnya adalah prosedur konvensional dan bisa diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Jika pulpanya telah nekrosis, perawatan dapat diselesaikan dalam satu atau dua kali kunjungan dengan meletakkan kalsium hidroksida di dalam saluran akar yang telah dipreparasi selama 1 sampai 2 minggu sebelum obturasi. Jika, selain nekrosis juga ada resoprsi eksterna, kalsium hidroksida harus dimasukkan di dalam saluran akar sampai ada bukti terpreparasinya permukaan akar, misalnya sudah jelasnya pemulihan rongga ligamen periodontium (Walton,2008).
2.6.POLA RESORBSI AKAR GIGI DECIDUI
Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang penting untuk dipahami oleh  seorang dokter gigi dalam merawat pasien  anak. Hal  ini berkaitan dengan  rencana perawatan  yang  akan  dilakukan.  Selain  itu,  rencana  perawatan  juga  sering  kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak tersebut memiliki keluhan pada giginya.Erupsi gigi adalah proses berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui beberapa tahap mulai pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi antagonisnya.  Umur  kronologis  adalah  umur  berdasarkan  tanggal,  bulan  dan  tahun kelahiran (McDonald dan Avery, 2000).
Periode gigi bercampur merupakan periode paling kritis dalam perkembangan oklusi. Pada periode ini, oklusi bersifat sementara dan tidak statis sehingga memungkinkan berkembangnya maloklusi. Di dalam bidang orthodonsia, upaya-upaya untuk mencegah maloklusi lebih efektif dilakukan pada periode gigi bercampur karena masih ada kesempatan untuk melakukan penyelarasan oklusi dan menghilangkan faktor penyebab (Kuswandari, 2006).
Pada usia 5-6 tahun gigi geligi desidui akan mulai digantikan oleh gigi geligi permanen. Gigi insisivus sentralis rahang bawah dan gigi molar pertama merupakan gigi geligi permanen yang pertama sekali erupsi di dalam mulut. Umumnya urutan erupsi gigi geligi pada rahang atas dalah sebagai berikut : molar pertama, insisivus sentralis, insisivus lateralis, premolar pertama, premolar kedua, kaninus, molar kedua, dan molar ketiga atau biasanya dinomenklaturkan menjadi 6-1-2-4-5-3-7-8, sedangkan pada rahang bawah (6-1)-2-3-4-5-7-8 (Bishara, 2006).
Waktu erupsi gigi  tiap anak berbeda-beda, dipengaruhi oleh nutrisi dan  ras. Faktor nutrisi yang mempengaruhi antara  lain kandungan gizi, pola makan, dan  jenis makanan. Kebiasaan makan dan jenis makanan pada setiap ras juga berbeda-beda.  Erupsi  gigi  merupakan  suatu  perubahan  posisi  gigi  yang  diawali  dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut (Koch , 1991).
Erupsi  gigi  dimulai  setelah  pembentukan  mahkota  dilanjutkan  dengan pembentukan akar selama usia kehidupan dari gigi dan terus berlangsung walaupun gigi telah mencapai oklusi dengan gigi antagonisnya (Moyers, 2001).
2.7.SISA AKAR
Karies gigi terjadi karena ada bakteri di dalam mulut dan karbohidrat yang menempel di gigi yang dalam waktu tertentu tidak dibersihkan. Bakteri di dalam mulut akan mengeluarkan toksin yang akan mengubah karbohidrat menjadi suatu zat yang bersifat asam yang mengakibatkan demineralisasi email. Jika setiap selesai makan ada kebiasaan berkumur dan menggosok gigi karies gigi tidak akan terjadi karena proses demineralisasi bisa diimbangi dengan proses remineralisasi oleh air liur asalkan kondisi mulut bersih.
Karies yang pada proses awalnya hanya terlihat bercak putih pada email lama kelamaan akan berubah jadi coklat dan berlubang. Jika kebersihan mulut tidak dipelihara lubang bisa menjadi luas dan dalam menembus lapisan dentin. Pada tahap ini jika tidak ada perawatan gigi lubang bertambah luas dan dalam sampai daerah pulpa gigi yang banyak berisi pembuluh darah, limfe, dan syaraf. Pada akhirnya gigi akan mati, mahkota menjadi keropos, patah sedikit demi sedikit sampai mahkotanya habis dan hanya tinggal sisa akar gigi (Howe, 1993)
Sisa akar yang bertahan didalam mulut tidak baik bagi rahang maupun gusi bahkan bagi kesehatan tubuh secara keseluruhan. Bahkan sebenarnya salah satu penyebab sisa akar dan sering kali disanggap sebagai gigi lapuk / keropos oleh kebanyakan orang sebenarnya diakibatkan oleh lubang gigi parah yang akhirnya membuat mahkota gigi habis membuat kesan gigi lapuk yang mudah hancur. Bakteri  baik pada sisa akar akibat gigi berlubang maupun dari akibat lainnya dapat menjadi fokal infeksi dan membahayakan kesehatan tubuh. Sisa akar juga membuat kebersihan mulut sulit untuk dipertahankan dan tentu saja meninggalkan kesan jorok dan tidak sedap dipandang. Perawatan yang dapat dilakukan pada sisa akar gigi desidui  ini yaitu pencabutan (Maulani, 2005).


BAB III
DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING

3.1 DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING GIGI 55
Beradasarkan pemeriksaan subjektif menunjukkan bahwa pasien mengeluhkan gigi belakang kanan atas yang berlubang besar dan terasa sakit bila untuk makan. Sejak  kemarin gigi tersebut kambuh lagi sakitnya dan sampai sekarang masih sakit, terus menerus, berdenyut bahkan hari ini dirasa semakin bertambah sakit,  kalau bersentuhan dengan gigi rahang bawah berambah sakit. Pada pemeriksaan intraoral pada elemen gigi 55 didapatkan, kavitas pada permukaan buko-oklusal  kedalaman dentin dengan pulpa terbuka. Pada pemeriksaan objektif terdapat hasil bahwa sondasi : negatif (-), perkusi :positif (+), palpasi : negative (-), tes termal dingin (CE): negatif (- ). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa gigi tersebut sudah non vital dan mengalami abnormalitas pada jaringan periodontal. Hal ini didukung oleh hasil pada tes termal dingin (CE) dengan hasil negatif dan tes perkusi dengan hasil positif. Diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan kondisi dari gigi ini adalah pulpa nekrosis dengan periodontitis. Hal ini sesuai sesuai teori yang dinyatakan oleh Grossman (1995), diagnosis pulpa gigi nekrosis dengan kista radikular tidak bereaksi terhadap stimulis listrik atau termal, dan hasil tes klinis lannya adalah negative dan tekanan cukup untuk menggerakkan dan menyebabkan sakit pada gigi yang bersangkutan, hal ini disebabkan oleh timbunan cairan kista.
Gejala umum nekrosis pulpa :
1.     Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis irreversible
2.     Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri spontan.
3.     Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
4.     Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina dura
5.     Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
6.     Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
Keluhan subjektif :
1.     Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila kena rangsangan panas
2.     Bau mulut (halitosis)
3.     Gigi berubah warna.
Pemeriksaan objektif :
1.     Gigi berubah warna, menjadi abu-abu kehitam-hitaman
2.     Terdapat lubang gigi yang dalam
3.     Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
4.     Biasanya tidak bereaksi terhadap tes elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe liquifaktif.
5.     Bila sudah ada peradangan jaringan periodontium, perkusi sakit.

Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons terhadap stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital di saluran akar di daerah apeks dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi yang menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena itu, demi kenyamanan dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan (Tarigan, 1994; Walton dan Torabinejad, 2002).
            Perawatan yang dapat dilakukan berdasarkan skenario di atas adalah pulpektomi untuk pulpa saluran akar non vital dan terinfeksi. Perawatannya berbeda dengan perawatan pulpektomi pada saluran akar vital yang dapat dilakukan hanya dengan satu kali kunjungan. Pada kasus ini perawatannya harus dilakukan beberapa kali kunjungan untuk meredakan rasa sakit yang ada. Hal ini karena pada kasus gigi desidui non vital terinfeksi, preparasi mekanis tidak disarankan dilakukan pada kunjungan pertama.
Indikasi perawatan pulpektomi antara lain adalah
-       gigi desidui dengan ada inflamasi pulpa yang meluas dari koronal namun akar dan tulang alveolar tidak terjadi resorbsi yang patologis
-       gigi desidui dengan pulpa yang nekrosis, sedikit resorbsi akar dan minimum destruksi tulang pada area bifukarsio
Kontraindikasi perawatan pulpektomi antara lain adalah
-       gigi dengan mahkota yang tidak dapat direstorasi
-       adanya perluasan infeksi hingga periradikuler dan meluas ke gigi benih gigi permaen
-       resorbsi patologis
-       resorbsi internal yang berlebih
-       pembukaan dasar pulpa hingga bifukarsio
-       pasien dengan penyakit sistemik                                (Ingle, Bakland. 2002).
            Kunjungan pertama yang dapat dilakukan adalah trepanasi agar terjadi drainase untuk meredakan rasa sakit jika ada abses kronis maupun akut. Selanjutnya dapat dilakkan pembersihan pulpa dan jaringan nekrotik. Cotton pellet yang sudah  diberi formocresol dan diserap diletakkan di kamar pulpa dan ditutup dengan zinc oxyde eugenol (ZOE) (Bastawi, 1980).
            Kunjungan selanjutnya dapat dilakukan pelebaran saluran akar kemudian diletakkan bahan dressing dan tutup dengan bahan tumpatan sementara. Kunjungan ketiga dilakukan pengecekkan mengenai gejala yang timbul. Jika gigi asimptomatik maka dapat dilakukan pengisian saluran akar. Evaluasi dapat dilakukan pada waktu 6 hingga 12 bulan paska perawatan. Bahan pengisi saluran akar yang tepat untuk gigi desidui adalah bahan yang dapat diserap sehingga tidak menganggu rsorbsi akar untuk pertumbuhan gigi permanen (Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008).

3.2 DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING GIGI 64
Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin (pulpa belum terbuka).
Sondasi            : -
Perkusi            : -
Palpasi            : -
CE                   : +
Hasil test CE menunjukkan respon +, yaitu gigi terasa linu. Hal tersebut membuktikan bahwa gigi 64 masih vital karena syaraf masih tersensitisasi oleh CE. Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin. Adapun klasifikasi kavitas pada kasus menurut teori Black, termasuk kavitas kelas 2 yaitu mengenai permukaan proksimal gigi posterior (Qualtrough et al, 2005). Pada tampakan radiografi, gigi 64 sudah mengalami resorbsi akar. Gigi 24 sebagai gigi pengganti sudah terlihat akan erupsi. Erupsi normal gigi 24 pada umur 10-11 untuk rahang atas.
Saat pulpa dalam gigi diiritasi akan menghasil rasa tidak nyaman pada pasien tetapi hilang cepat setelah iritasi, ini  diklasifikasi sebagai pulpitis reversible. Faktor kausatif termasuk karies, dentin terbuka, perawatan dental, dan restorasi yang jelek.Hilang iritan secara konservatifdapat menghilangkan simptomnya. Keliruan dapat terjadi saat tampak dentin terbuka , tetapi tanpa patosis pulpa dapat respom terhadap nyeri tajam dan reversibel kalau terjadi stimuli termal, evaporative, taktil, mekanis, osmotic atau kimiawi. Ini disebutkan sebagai sensitivitas dentin.
Pergerakan cairan dalam tubulus dentinalis menstimulasi odontoblas dan konduksu serabut syaraf A delta dalam pulpa, dimana akan menghasil rasa nyeri tajam. Saat mendiagnosis, harus mebedakan sensitivitas dentin dengan  pulpitis reversibel.(Cohen , 2011)
Seperti yang diimplikasi pada nama penyakitnya, perubahan pada pulpal adalah fokal dan reversibel jika faktor kausatif dihilangkan. Jika kausa diidentifikasi dan elminasi, pulpitis reversibel akan dicegah dan mengembalikan gigi ke tahap normal. (Regezi, 2008)
Menimbang usia pasien masih 9 tahun 3 bulan, treatment planning untuk gigi 64 yaitu tumpatan resin komposit. Menurut Ireland (2006), indikasi penggunaan resin komposit yaitu :
a.     Kecil, medium, besar restorasi oklusal pada gigi posterior.
b.     Kecil, medium, besar pada restorasi proximal pada gigi premolar dan kecil sampai sedang pada preparasi proximal gigi molar permanen.
c.     Lesi servikal pada semua gigi.
d.     Restorasi incisal edge.
e.     Fissure sealant dan preventive restorasi.
Gigi 64 terdapat kavitas di sebelah mesio-oklusal, kedalaman dentin, sondasi perkusi dan palpasinya negative, sedangkan tes CE menunjukkan hasil yang positif, sehingga gigi tersebut mengalami karies kedalaman dentin, dan perawatannya adalah penambalan dengan SIK.
Rencana perawatan yang baik dibuat oleh dokter gigi yang baik. Hal utama pada rencana perawatan yang baik adalah tekad yang kokoh untuk kebaikan anak seluruhnya, tidak hanya gigi-giginya, dan untuk mempengaruhi sikap anak terhadapkedokteran gigi, selain melakukan perawatan yang diperlukan. Perawatan yang berhasil dalam menyelesaikan perawatan operatif tetapi gagal menyelesaikan sikap positif hanya bermanfaat bagi anak dalam jangka pendek; jika terbentuk sikapnegatif, dapat terjadi hal-hal yang lebih buruk. Intisari kedokteran gigi yang baik bagianak adalah merencanakan dan menjalankan perawatan sedemikian rupa sehingga bermanfaat bagi anak dalam arti yang luas dalam jangka panjang maupun pendek (Andlaw&Rock,1992)
Untuk mencapai tujuan ini, perlu mengetahui lebih jauh mengenai anak daripada hanya keadaan gigi geliginya. Banyak keterangan yang dapat diperoleh daririwayat social, dental, medis dari pasien serta pengaruhnya terhadap rencana perawatan. Setiap anak berbeda, dan setiap rencana perawatan yang tepat untuk tiapindividu hanya dapat dilakukan berdasarkanlatar belakang yang berhubungan.Dengan keterangan mengenai latar belakang ini, gangguan yang mungkin timbuldapat diantisipasi dan perawatan dapat dierncanakan sedemikian rupa untuk  mengatasi atau menghindarinya (Andlaw & Rock, 1992).
Konsep intervensi minimal dalam kedokteran gigi menempatkan restorasi sebagai
usaha terakhir. Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi berlubang dan bahan restorasi yang dipilih yang dapat menggantikan dalam hal estetik dan fungsi. Bahan tersebut antara lain adalah semen glass ionomer. Semen terbut berfungsi dengan baik sebagai bahan tambal untuk gigi sulung maupun permanen. (Donly&Brown, 2012)

3.3 DIAGNOSIS DAN TREATMEN PLANNING GIGI 73
Pada 73 terdapat karies dengan kedalaman dentin. Menurut Herijulianti (2002), karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum melebihi setengah dentin disebut dengan karies media. Tindakan yang dapat dilakukan terhadap karies pada masa pasca erupsi terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tertier :
a.          Pencegahan Primer
Yaitu pencegahan sebelum gejala klinik timbul yaitu dengan cara peningkatan dan perlindungan khusus. Peningkatan kesehatan : pendidikan kesehatan, meningkatkan keadaan sosio-ekonomi seseorang, standart nutrisi yang baik, membatasi frekuensi makanan dan minuman yang manis-manis dan pemeriksaan berkala.
b.         Pencegahan Sekunder
Diagnosa dini dengan pengobatan yang tepat dan membatasi ketidakmampuan/cacat yaitu pengobatan yang cepat untuk menghentikan proses penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi. Pada gigi yang terserang karies dan masih dapat dilakukan penambalan maka dilakukan perawatan gigi/restorasi gigi. Dengan demikian, lengkung geligi dapat dipertahankan dalam keadaan utuh, fungsi pengunyahan dipertahankan, infeksi dan peradangan kronis dapat dihilangkansehingga kesehatan jaringan mulut yang baik dapat dipertahankan..Selain itu, mempertahankan gigi anterior dapat mempertahankan fungsi estet ik, membantu fungsi bicara dan  mencegah timbulnya efek  psikologis bila gigi tersebut harus dicabut.
c.          Pencegahan Tertier
Gigi dengan karies yang sudah dilakukan pencabutan terhada prehabilitasi dengan pembuatan gigi palsu. Terdapat beberapa klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behaviour) salah satu diantaranya adalah perilaku kesehatan (Health Behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memeliharadan meningkatkan kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk  mencegah  penyakit, kebersihan  perorangan, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.

Treatment planning à Perawatan gigi-gigi dengan karies kedalaman dentin tersebut adalah operative dentistry yaitu restorasi dengan menggunakan semen ionomer kaca. Ionomer kaca merupakan bahan tambalan yang berwarna seperti gigi, terbuat dari campuran bubuk kaca dan asam akrilik. Bahan ini dapat digunakan untuk menambal lubang, khususnya pada permukaan gigi. Ionomer kaca melepaskan sejumlah kecil fluoride yang bermanfaat bagi pasien yang berisiko tinggi terhadap karies. Sedikit struktur gigi yang diambil untuk menyiapkan gigi yang akan ditambal ionomer kaca (Kidd, 1991).
Kecepatan perkembangan karies di dentin sangan bervariasi. Dalam keadaan lingkungan yang memungkinkan perkembangan pernyakit ini dapat dihentikan den lesi tersebut bahkan sebagian dapat mengalami perbaikan. Secara klinis lesi yang progresif aktif terasa lunak dan berwarna coklat atau kuning. Karena perkembangan lesi tersebut menyebar maka reaksi pertahanannya tidak akan terbentuk dengan baik. Nyeri akan mudah timbul pada rangsangan panas, dingin, dan manis. Sebaliknya lesi yang terhenti atau lesi yang berkembang lambat akan berwarna coklat tua dan konsistensinya keras. Secara histologi, terlihat jelas reaksi pertahanan dan dentin reparatifnya. Badan lesi di dentin mengumpulkan zat organik dan mineral dari cairan mulut. Remineralisasi paling hebat terjadi pada dan didalam permukaan yang berkontak dengan lingkungan oral. (Kidd, 1991)
Luksasi derajat 1 ataupun subluksasi. Subluksasi menyebabkan kerusakan pada ligamentum periodontal, namun, gigi masih berada pada socket gigi.  (King, 2004)
Treatment planning :Gigi subluksasi pada bagian labial harus diextraksi ataupun pada kasus yang selektif direposisi dan displint untuk satu minggu. Hal ini karena apex gigi akan didesak secara palatal , dan menggangu bagian coronal gigi permanen. (Andreasen, et al. 2007)
Pada kasus, juga tibanya waktu untuk penanggalan gigi desidui, makanya gigi dicabut.
3.4 DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING GIGI 74
Mahkota gigi 74 tidak terlihat secara klinis didalam rongga mulut, tetapi dari hasil pemeriksaan  radiografis ditemukan gambaran akar dari gigi tersebut, sehingga diagnosis yang bisa ditegakkan untuk gigi 74 adalah radiks atau sisa akar. Sisa akar dalam ilmu kedokteran gigi disebut “gangren radiks” yang merupakan tempat yang subur bagi bakteri untuk berkembang biak. sisa gigi atau akar yang terinfeksi merupakan fokus infeksi yang dapat terjadi di organ tubuh lain seperti di kulit, mata, THT, saraf dan lainnya. Ada beberapa kemungkinan infeksi yang bisa terjadi disebabkan gangren radiks , yaitu abses dan grunuloma. Perawatan terhadap kondisi radiks atau sisa akar ini sebaiknya dilakukan pencabutan sehingga dapat mencegah terjadinya penyebaran infeksi. (Pintauli,2009)
3.5 TREATMENT PLANNING HOLISTIC
Perawatan preventif orto
Untuk menganalisis ruang, apakah ruang yang diperlukan untuk tumbuhnya gigi permanen dan ruang yang tersedia mencukupi, dapat dilakukan dengan metode moyers atau huckaba. Pada kasus tersebut, gigi 42,41,32,31 pasien telah erupsi, maka dari itu dilakukan metode moyers. Apabila ruang yang tersedia tidak cukup untuk menampung gigi geligi yang akan erupsi, maka perlu dibuat space regainer. Bila ruang yang tersedia cukup untuk erupsi gigi pengganti, maka dibuat space maintainer untuk mempertahankan ruang agar tidak menyempit.
Perawatan preventive karies
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk preventive karies menurut angela (2005) antara lain:
1.     Diet dan konsumsi gula
Tindaka pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan
pengganti gula.
2.     Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada pasien yang berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar pertama permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara usia 11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar permanen dan molar susu.
Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum erupsi sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen sementara sebelum digunakannya silen resin. Keadaan dan kondisi silen harus terus menerus diperiksa pada setiap kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan silen tidak baik lagi silen dapat diaplikasikan kembali.
3.     Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah karies .   penggunaan flour dapat dilakukan dengan flouridasi air minm, pasta gigi dan obat mengandung fluor, pemberian tablet fluor, topikal varnish
4.     Klorheksidin
Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel. Flossing empat kali setahun dengan gel klorheksidin yang dilakukan oleh dokter gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan. Demikian juga  pada   anak beresiko karies tinggi  hal   ini  dapat digunakan untuk melengkapi penggunaan silen di bagian oklusal gigi.
Dalam kasus tersebut, dilakukan pencegahan karies dengan:
a.     Edukasi pada pasien ibunya untuk mengatur pola makan, dengan mengurangi konsumsi gula
b.     Penggunaan pasta gigi berflouride
c.     Fissure sealing
d.     Kontrol rutin setiap 6 bulan sekali

BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kasus dan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan :
1.     Pasien memiliki bebagai masalah dalam kesehatan gigi dan mulutnya, yaitu berupa: nekrose pulpa-periodontitis, pulpitis, kegoyahan gigi (luksasi), sisa akar, dan karies.
2.     Perawatan pada masalah yang dihadapi pasien adalah dengan melakukan perawatan bertahap dan menyeluruh (holistik), serta mempertimbangan proses tumbuh dan kembang poasien tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Andlaw, R J., Rock, W P. 1992. Perawatan gigi anak Edisi 2. Widya Medika. Jakarta. 
Andreasen J O., Andreasen F M., Andersson  L. 2007. Textbook and Color Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth, Edisi 4. Wiley-Blackwell. New York.
Armilia, M. 2005. Hubungan Lesi Endodontik-Periodontik. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Bandung.
Bastawi AE. 1980. Pulp Treatment, Dalam Handbook of clinical. CV Mosby. St.Louis.
Bernal, Guillermo et al .A Review of the Clinical Management of Mobile Teeth. The Journal of Contemporary Dental Practice, Volume 3, No. 4, November 15, 2002.
Bishara, S E. 2001. Textbook of orthodontics. W.B. Saunders Company. Philadelpia
Carranza FA, Newman MG dan Takei HH. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology, Edisi 9.W.B.Saunders Company. Philadephia
Cohen, Stephen.2010 .Pathways of the Pulp. Mosby Elsevier. USA.
Donly K J., Brown D J. 2012. Identify, protect, and restore: emerging issues in approaching children’s oral health. diakses pada www.agd.org
Duncan, et al,. 2007. Mosby Review for The NBDE. Mosby Elsevier. Missouri.
Grossman, Louis I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek, Edisi 11. EGC. Jakarta.
Herijulianti  E., Indriani ,  Suasti I T., Sri A. 2002. Pendidikan Kesehatan Gigi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Howe, Geoffrey L. 1993. Pencabutan Gigi Geligi, Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008. Ingle’s Endodontics 6. Decker Inc. Hamilton.
Ingle, Bakland. 2002. Endodontics. Fifth edition. Decker Inc. Hamilto.
Ireland, Robert. 2006. Dental Hygiene and Therapy. Blackwell. USA.
John, Pramod. 1999. Essentials of Dental Radiology. Jaypee Brothers Medical Publishers.New Delhi
Kenneth  M. Hargreaves, Stephen Cohen.2011. Cohen’s pathway of pulp, Edisi 10. Mosby Elsevier.USA.
Kidd, Edwina AM. 1991. Dasar-Dasar Karies dan Penanggulangannya. EGC. Jakarta.
King, NM. 2004. Management of Common traumatic Injuries to the Primary Teeth. Dental Bulletin.  Vol 9. No 10.
Koch,  G., T.  Modeer.,  et  al.  1991.  Pedodontics  a  Clinical  Aproach.  Munksgraad. Copenhagen.
Kuswandari S. Prediksi Ukuran Segmen Gigi Kaninus-Premolar Dengan Metode Moyers Dan Tanaka-Johnston Pada Anak Indonesia Suku Jawa. Indonesian Journal of Dentistry 2006; 13(1) : 50-54.
Maulani C, Enterprise J. 2005. Kiat Merawat Gigi Anak. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mc  Donald,  R.  and  Avery.  2000.  Dentistry  for  The  Child  and  Adolescent. Mosby –Year Book, Inc. Missouri.
Moyers, R. E. 2001. Handbook of Orthodontics. Year Book Medical Publisher,Inc. Chicago.
Pederson, G. W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC. Jakarta
Periodontal (Gum) Diseases: Causes, Symptoms and Treatment. PDF icon (PDF–1.26 MB). National Institute of Dental and Craniofacial Research consumer brochure. Bethesda, MD. Reprinted January 2006.
Pintauli S., Hamada T. 2009. Menuju Gigi dan Mulut Sehat : Pencegahan dan Pemeliharaan. USU Press. Medan.
Qualtrough, A.J.E et al. 2005. Principles of Operative Dentistry. Blackwell Munksgaard. Great Britain.
Regezi, Scuiubba, Jordan. 2008. Oral Pathology Clinical Pathologic Correlations, Edisi 5. Elsevier. Delhi.
Richard G, Tropazian, Morton H, Goldberg, James R, and Hupp. 2002. Oral and Maxillofacial Infections 4th edition. Saunders Elsevier. Philadelphia.
Rotstein I, and Simon JH. 2006. The endo-perio lesion: a critical appraisal of the disease condition. Endodontic Topics, Vol 13: 34–56.
Tarigan R. 2002. Perawatan Pulpa Gigi. EGC. Jakarta.
Torabinejad M, Walton RE. 2002. Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia. EGC. Jakarta.
Walton dan Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik Ilmu Edodontia Edisi 3. EGC. Jakarta
Walton RE. 2009. Endodontics: Principles and Practice. Saunders Elsevier. St. Louis
Weine, F. S. 2004. Endodontic Therapy. Elsevier Mosby Inc. St. Louis.
Wolfson, et al,. 2010. Harwoods-Nuss’ Clinical Practice of Emergency Medicine. Lippincott Williams & Wilkins.USA.



Top of FormBottom of Form




Comments

Popular posts from this blog

KUMPULAN SOAL OSCE, PRETEST, DAN UKMP PART 2

KUMPULAN SOAL CBT, OSCE, UKMP, PRETEST PART 12