KASUS DAN EVALUASI KASUS IKGA
BAB I
KASUS DAN EVALUASI KASUS
1.1 SKENARIO KASUS
Seorang anak
laki-laki umur 9 tahun 3 bulan, datang
ke klinik RSGM Prof Soedomo diantar ibunya dengan keluhan gigi belakang kanan
atas berlubang besar dan sakit bila untuk makan. Gigi tersebut dirasakan berlubang
sekitar 6 bulan yang lalu. Kira-kira tiga bulan yang lalu pernah sakit tetapi
setelah minum obat terus sembuh. Sejak
kemarin gigi tersebut kambuh lagi sakitnya dan sampai sekarang masih
sakit, terus menerus, berdenyut bahkan hari ini dirasa semakin bertambah
sakit, kalau bersentuhan dengan gigi
rahang bawah bertambah sakit.
Menurut keterangan
ibunya bahwa anak tersebut sehat, tidak menderita penyakit sistemik, tidak
alergi obat-obatan. Kondisi ayah dan ibu juga sehat, tidak menderita penyakit sistemik.
1. 2PEMERIKSAAN
SUBJEKTIF
§ Jenis kelamin : laki-laki
§ Usia : 9 tahun 3 bulan
§ Chief complaint
(CC) :
Gigi belakang kanan
atas berlubang besar dan sakit bila untuk makan.
§ Present illness
(PI) :
Rasa sakit
dirasakan terus menerus, berdenyut bahkan semakin sakit jika bersentuhan
dengan gigi rahang bawah .
§ Past Dental History
(PDH) :
-
gigi belakang kanan
atas berlubang sejak 6 bulan yang lalu
-
tiga bulan yang
lalu pernah sakit namun sembuh setelah minum obat
§ Past Medical
History (PMH) :
Sehat, tidak
menderita penyakit sistemik, tidak alergi obat-obatan.
§ Family Hstory (FH) :
Kondisi ayah dan
ibu sehat, tidak menderita penyakit sistemik.
§ Social history (SH) : Tidak ada
1. 3PEMERIKSAAN
OBJEKTIF
Hasil pemeriksaan
tanda vital :
o Tensi : 100/60
mmHg à normal
o Suhu tubuh : 38,2 ºC à mengalami peningkatan. Pasien menderita demam. (standar normal
usia 9 - 10 tahun ialah 37oC)
o Denyut nadi : 95 kali/menit à normal (standar normal usia 8-11
tahun ialah 60-130 kali/menit)
o Respirasi : 22
kali/menit à normal (standar normal usia 8-11 tahun ialah 15-25 kali/menit)
o Tinggi Badan : 120 cm
o Berat Badan : 32 kg
o Ekstraoral : tidak ada
kelainan
o Intraoral
Elemen
|
|
55
|
Kavitas pada permukaan
buko-oklusal kedalaman dentin dengan pulpa terbuka
sondari : -
perkusi : + (sakit)
palpasi : -
tes termal dingin (CE) : -
|
64
|
kavitas pada permukaan
mesio-oklusal kedalaman dentin ( pulpa belum terbuka)
sondari : -
perkusi : -
palpasi : -
CE :
+ (linu)
|
74
|
Tinggal akar
perkusi : -
palpasi : -
|
73
|
kavitas pada permukaan distal
kedalaman dentin (pulpa belum terbuka)
sondari (-)
perkusi (-)
palpasi : Luksasi derajat I
CE (+).
|
1. 4 ODONTOGRAM

Keterangan:

X : gigi sudah dicabut atau
tanggal
Σ1 : gigi goyah derajat 1
√ : sisa
akar

1. 5ANALISIS FOTO
RONTGEN

17
|
16
|
15
|
14
|
13
|
12
|
![]() |
21
|
22
|
23
|
24
|
25
|
26
|
|
|||
![]() |
46
|
45
|
44
|
43
|
42
|
41
|
31
|
32
|
33
|
34
|
35
|
36
|
|
1. Semua benih gigi permanen ada
2. Pada gigi 34 dan 44 erupsi ke arah mesial diperkirakan setelah gigi
33 dan 43 erupsi sempurna, gigi 34 dan 44 akan mengalami gangguan erupsi
3. Gigi 33 dan 43 sudah waktunya erupsi terlihat perkembangan akar
mencapai sekitar
-
panjang akar


4. Gigi 14 dan 15; 24 dan 25; 34 dan 35; 44 dan 45 belum waktunya
erupsi terlihat perkembangan akar masih sangat pendek yaitu sekitar panjang akar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.PULPITIS
IRREVERSIBLE
A. Definisi
Pulpitis irreversibel merupakan kondisi klinis yang berhubungan
dengan adanya temuan subjektif dan objektif yang mengindikasikan adanya
inflamasi berat pada jaringan pulpa. Pulpitis irreversibel sering merupakan
kelanjutan dan perkembangan dari pulpitis reversibel. Kerusakan pulpa yang
parah dari penghilangan dentin yang luas selama prosedur operatif atau
penurunan aliran darah pada pulpa akibat dari trauma atau pergerakan ortodontik
pada gigi juga dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversibel
merupakan proses inflamasi berat yang tidak akan terselesaikan bahkan jika
penyebab dihilangkan. Pulpitis irreversibel dapat simptomatik dengan nyeri
spontan dan tidak hilang-hilang. Ini juga dapat bersifat asimptomatik dengan
tidak adanya tanda dan gejala klinis (Walton, 2009).
Menurut Walton
(2008), yang termasuk pulpitis irreversibel adalah:
1. Pulpitis kronis parsialis tanpa nekrosis
2. Pulpitis kronis parsialis dengan nekrosis
3. Pulpitis kronis koronalis dengan nekrosis
4. Pulpitis kronis radikularis dengan nekrosis
5. Pulpitis kronis eksaserbasi akut
B.
Etiologi
Sebab paling umum pulpitis irreversibel adalah keterlibatan
bakterial pulpa melalui karies, meskipun faktor klinis, kimiawi, termal, atau
mekanis, yang telah disebut sebagai penyebab penyakit pulpa, mungkin juga
menyebabkan pulpitis. Sebagai yang dinyatakan sebelumnya, pulpitis reversibel
dapat memburuk menjadi pulpitis irreversibel (Grossman, 1995).
C.
Tanda dan Gejala
Pulpitis irreversibel biasanya asimptomatik. Pasien mungkin
mengeluhkan gejala ringan. Pulpitis irreversibel juga mungkin berhubungan
dengan nyeri spontan yang intermiten atau berkelanjutan (tanpa stimulus
eksternal). Nyeri yang merupakan hasil dari inflamasi irreversibel pada pulpa
dapat berupa nyeri tajam, dull, terlokalisir
atau menyebar dan dapat berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam
(Walton, 2009).
Pada tingkat awal pulpitis irreversibel, suatu paroksisme rasa
sakit dapat disebabkan oleh hal-hal berikut : perubahan temperatur, terutama
dingin; bahan makanan manis atau masam; tekanan makanan yang masuk ke dalam
kavitas atau pengisapan yang dilakukan oleh lidah atau pipi; dan sikap
berbaring yang menyebabkan kongesti pembuluh darah pulpa. Rasa sakit biasanya
tetap berlangsung meski penyebabnya dihilangkan, dan dapat datang dan pergi
secara spontan, tanpa penyebab yang jelas. (Grossman, 1995). Apliksasi dingin
pada pasien pulpitis ireversibel yang disertai nyeri akan menyebabkan
vasokontriksi, menurunnya tekanan pulpa, dan kemudian diikuti dengan nyeri
(Walton, 2009). Pasien dengan pulpitis ireversibel biasanya menggunakan obat
analgesik, meskipun dalam kebanyakan kasus tidak benar-benar meringankan gejala
(Richard, 2002).
Gigi dengan pulpitis irreversibel sensitif terhadap mastikasi
(perkusi). Sensitivitas ini tergantung pada apakah peradangan telah berlangsung
ke daerah periradikuer atau belum. Jika peradangan hanya terbatas pada ruang
pulpa, tidak sensitif terhadap mastikasi (perkusi) (Richard, 2002).
D.
Pemeriksaan
a. Pemeriksaan
Subjektif:
- Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus menjalar
kebelakang telinga·
-Penderita tidak dapat
menunjukkan gigi yang sakit
b. Pemeriksaan
Objektif:
-Ekstra oral
: tidak ada kelainan·
-Intra oral :
Kavitas terlihat dalam dan tertutup sisa makanan
Pulpa terbuka bisa juga tidak
Sondase (+)
Khlor ethil (+)
Perkusi bisa (+) bisa (-)
(Andlaw, 1992)
E.
Histopatologis
Gangguan ini mempunyai tingkatan inflamasi kronis dan akutdi dalam
pulpa. Pulpitis irreversibel dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya
yang berlangsung lama seperti misalnya karies. Bila karies menembus dentin
dapat menyebabkan respon inflamasi kronis. Bila karies tidak diambil, perubahan
inflamasi di dalam pulpa akan meningkat keparahannya jika kerusakan mendekati
pulpa.
F.
Diagnosis
Pemeriksaan biasanya menemukan suatu kavitas dalam yang meluas ke
pulpa atau karies di bawah tumpatan. Pulpa mungkin sudah terbuka. Waktu
mencapai jalan masuk ke lubang pembukaan akan terlihat suatu lapisan
keabu-abuan yang menyerupai buih meliputi pulpa terbuka dan dentin sekitarnya.
Probing ke dalam daerah ini tidak menyebakan rasa sakit pada pasien hingga
dicapai daerah pulpa yang lebih dalam. Pada tingkat ini dapt terjadi sakit dan
perdarahan. Bila pulpa tidak terbuka oleh proses karies, dapat terlihat sedikit
nanah jika dicapai jalan masuk ke kamar pulpa (Grossman, 1995).
Pemeriksaan radiografik mungkin tidak menunjukkan sesuatu yang
nyata yang belum diketahui secara klinis, mungkin memperlihatkan suatu kavitas
proksimal yang secara visual tidak terlihat, atau mungkin memberi kesan
keterlibatan suatu tanduk pulpa. Suatu radiografi dapat juga menunjukkan
pembukaan pulpa, karies di bawah suatu tumpatan, atau suatu kavitas dalam atau
tumpatan mengancam integritas pulpa. Pada tingkat awal pulpitis irreversibel,
tes termal dapat mendatangkan rasa sakit yang bertahan setelah penghilangan
stimulus termal. Pada tingkat belakangan, bila pulpa terbuka, dapat bereaksi
secara normal. Hasil pemeriksaan untuk tes mobilitas, perkusi dan palpasi
adalah negatif (Grossman, 1995).
G.
Perawatan
Indikasi perawatannya adalah perawatan saluran akar atau
pencabutan (Walon, 2009).
2.2.NEKROSE
PULPA
A.
Definisi
Nekrosis adalah matinya pulpa. Dapat sebagian atau
seluruhnya, tergantung pada apakah sebagian atau seluruh pulpa terlibat.
Nekrosis meskipun akibat inflamasi dapat juga terjadi setelah injuri traumatik
yang pulpanya rusak sebelum terjadi reaksi inflamasi (Grossman et al., 1995).
Nekrosis ada dua jenis yaitu koagulasi dan
likuifaksi (pengentalan dan pencairan). Pada jenis koagulasi, bagian jaringan
yang dapat larut mengendap atau diubah menjadi bahan solid. Pengejuan adalah
suatu bentuk nekrosis koagulasi yang jaringannya berubah menjadi masa seperti keju,
yang terdiri atas protein yang mengental, lemak dan air. Nekrosis likuefaksi
terjadi bila enzim proteolitik mengubah jaringan menjadi massa yang melunak,
suatu cairan atau debris amorfus. Pulpa terkurung oleh dinding yang
kaku, tidak mempunyai sirkulasi daerah kolateral, dan venul serta limfatiknya kolaps akibat meningkatnya tekanan jaringan
sehingga pulpitis irreversible akan menjadi nekrosis likuifaksi. Jika eksudat
yang dihasilkan selama pulpitis irreversible diserap atau didrainase melalui
kavitas karies atau
daerah pulpa yang tebuka ke dalam rongga mulut, proses nekrosis akan
tertunda; pulpa di daerah akar akan tetap vital dalam jangka waktu yang
cukup lama. Sebaliknya, tertutup atau ditutupnya pulpa yang terinflamasi
mengakibatkan proses nekrosis pulpa yang cepat dan total serta timbulnya
patosis periapikal.
B.
Etiologi
Nekrosis pulpa
dapat disebabkan oleh injuri yang membahayakan pulpa seperti bakteri, trauma
dan iritasi kimiawi (Grossman et al., 1995).
C.
Tanda dan Gejala
Gejala umum nekrosis pulpa :
1.
Simptomnya sering kali hampir sama dengan pulpitis
irreversible
2.
Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri tapi pernah nyeri
spontan.
3.
Sangat sedikit/ tidak ada perubahan radiografik
4.
Mungkin memiliki perubahan-perubahan radiografik defenitif seperti
pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata adalah kehilangan lamina
dura
5.
Perubahan-perubahan radiografik mungkin jelas terlihat
6.
Lesi radiolusen yang berukuran kecil hingga besar disekitar apeks
dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung pada kelompok gigi.
D.
Pemeriksaan
Nekrosis pulpa jarang menyebabkan prosedur
kegawatdaruratan. Gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak
menyebabkan gejala rasa sakit. Sering, diskolorasi gigi adalah indikasi pertama
bahwa pulpa mati (Grossman et al., 1995). Meskipun kondisi kegawatdaruratan tidak
terjadi, pasien dengan nekrosis pulpa harus segera dirawat karena kasus ini
dapat menjadi akut dan lebih parah. Biasanya kondisi ini pertama kali
ditemukan dalam rontgen periapikal selama pemeriksaan radiograf atau ketika
ditemukan pembengkakan atau distention pada jaringan periapikal selama
pemeriksaaan dengan jari (palpasi). Radiograf biasanya menampakkan area
radiolusen berkisar dari kepadatan dari ligament periodontal ke periapikal lesi
yang luas. Jika apeks akar tertutup bucal plate tidak ada perubahan secara
jelas pada periapikal. Gigi sudah tidak sensitif saat dilakukan perkusi, atau
hanya sedikit sensitif, dan tidak memberikan respon pada tes vitalitas
(Weine,2004).
2.3.PERIODONTITIS
A.
Definisi
Periodontitis adalah peradangan pada jaringan yang menyelimuti
gigi dan akar gigi. Secara umum
periodontitis dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1.
Marginal
Periodontitis
Periodontitis marginali berkembang dari gingivitis (peradangan
atau infeksi pada gusi) yang tidak dirawat. Infeksi akan meluas dari gusi ke
arah bawah gigi sehingga menyebabkan kerusakan yang lebih luas pada jaringan
periodontal.
2.
Apikal
Periodontitis
Sedangkan periodontitis apikalis adalah peradangan yang terjadi
pada jaringan sekitar apeks gigi yang biasanya merupakan lanjutan dari infeksi
atau peradangan pada pulpa.
B.
Etiologi
Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak. Plak adalah lapisan
tipis biofilm yang mengandung bakteri, produk bakteri, dan sisa makanan.
Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih
kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang
berada tepat di atas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar ke bawah
gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.
Keadaan gigi yang tidak beraturan, ujung tambahan yang kasar dan
alat-alat yang kotor berada dimulut (alat ortodontik, gigi tiruan) dapat
mengiritasi gusi dan meningkatkan faktor resiko. Serta kesalahan cara menyikat
gigi juga yang dapat mempengaruhinya.
C.
Tanda dan Gejala
Tanda klinik dari periodontitis
adalah:
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
2. Poket
3. Resesi gingiva
4. Mobilitas gigi
5. Nyeri
6. Halitosis dan rasa tidak enak
1. Inflamasi gingiva dan pendarahan
2. Poket
3. Resesi gingiva
4. Mobilitas gigi
5. Nyeri
6. Halitosis dan rasa tidak enak
D.
Pemeriksaan
1.
Inflamasi gingiva
dan pendarahan
Adanya dan keparahan inflamasi gingiva tergantung pada statu
kebersihan mulut; bila buruk, inflamasi gingiva akan timbul dan terjadi
pendarahan waktu penyikatan atau bahkan pendarahan spontan. Bila penyikatan
gigi pasien cukup baik, plak cukup terkontrol tetapi ada deposit subgingiva
karena skaling yang kurang adekuat, adanya penyakit periodontal mungkin
tidak ditemukan pada pemeriksaan superfisial. Bila dilakukan pemeriksaan riwayat
dengan cermat pasien sering melaporkan riwayat pendarahan dimasa lalu yang
berhenti ketika ia makin rajin membersihkan giginya.
2.
Poket
Pengukuran kedalaman poket merupakan bagian penting dari diagnosis
periodontal tetapi harus tetap diinterpretasikan bersama dengan inflamasi
gingiva dan pembengkakan. Teoritis, bila tidak ada
pembengkakan gingiva, poket sedalam lebih dari 2 mm menunjukkan adanya migrasi
ke apikal dari epiteluim krevikular, tetapi pembengkakan inflamasi sangat
sering mengenai individu muda usia sehingga poket sedalam 3-4mm dapat
seluruhnya merupakan poket gingiva atau poket palsu.
- Resesi gingiva
Resesi gingiva dan
terbukanya akar dapat meyertai periodontitis kronis tetapi tidak selalu
merupakan tanda dari penyakit. Bila ada resesi, pengukuran kedalaman poket
hanya merupakan cerminan sebagian dari kerusakan periodontal seluruhnya.
- Mobilitas gigi
Beberapa mobilitas gigi pada bidang labiolingual dapa terjadi pada
gigi yang sehat, berakar tunggal, khususnya pada gigi insisivus bawah yang
lebih kecil mobil daripada gigi berakar jamak. Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan menekan salah satu sisi gigi yang bersangkutan dengan
alat atau ujung jari dengan ujung jari lainnya pada sisi gigi yang
berseberangna dan gigi tetangganya yang digunakan sebagai titik pedoman
sehingga gerakan realtif dapat diperiksa. Cara lain untuk memeriksa mobilitas
(walaupun tidak megukurnya) adalah dengan pasien mengoklusikan gigi-geliginya.
- Derajat mobilitas gigi
dapat dikelompokkan
Grade 1. Hanya dirasakan
Grade 2. Mudah dirasakan, pergeseran labiolingual 1 mm
Grade 3. Pergeseran labiolingual lebih dri 1 mm, mobilitas dari
gigi ke atas dan kebawah pada arah aksial.
- Nyeri
Nyeri atau sakit waktu gigi diperkusi menunjukkan adanya inflamasi
aktif dari jaringan penopang, yang paling akut bila ada pembentukan abcess
dimana gigi sangan sensitif terhadap sentuhan. Sensitivitas terhadap dingin
atau panas dan dingin kadang ditemukan bila ada resesi gingiva dan terbukanya
pulpa.
E.
Diagnosis
Diagnosis periodontitis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gambaran
klinik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesa didapatkan gejala berupa
gusimudah berdarah, gigi goyang. Dari pemeriksaan penunjang untuk memastikan
bakteri penyebab dapat dilakukan kultur, dan untuk pemeriksaan radiologis,
gambaran radiologik pada gigi yang mengalami kelainan periondontium biasa
memperlihatkan kehilangan tulang yang menyeluruh baik vertikal maupun
horizontal sepanjang permukaan pada ketinggian yang berberda-beda atau tampak
gambaran destruksi processus alveolaris berbentuk V m(cup like resorption).
F.
Perawatan
1.
Skaling dan root
planing
Skaling subginggiva adalah metode paling konservatif dari reduksi
poket dan bila poket dangkal, merupakan satu-satunya perawaan yang perlu
dilakukan. Meskipun demikian, bila kedalaman poket 4 mm atau lebih, diperlukan
perawatan tambahan. Yang paling
sering adalah root planing dengan atau tanpa kuretase
subginggiva.
Skaling adalah suatu tindakan pembersihan plak gigi,kalkulus dan
deposit-deposit lain dari permukaan gigi. Penghalusan akar dilakukan untuk
mencegah akumulasi kembali dari deposit-deposit tersebut. Tertinggalnya
kalkulus supragingival maupun kalkulus subgingival serta ketidak sempurnaan
penghalusan permukaan gigi dan akar gigi mengakibatkan mudah terjadi rekurensi
pengendapan kalkulus pada permukaan gigi.
2. Antibiotik
Antibiotik biasanya diberikan untuk menghentikan infeksi pada gusi
dan jaringan di bawahnya. Perbaikan kebersihan mulut oleh pasien sendiri juga sangat
penting.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya memuaskan.
Obat pilihan adalah tetrasiklin, tetapi akhir-akhir ini obat yang mengandung metronidazol dibuktikan sangat efektif terhadap bakteri patogen periodontal. Pengalaman klinik menunjukkan bahwa metronidazol dikombinasikan dengan amoksisilin sangat efektif untuk perawatan periodontitis lanjut dan hasilnya memuaskan.
3.
Kumur-kumur
antiseptik
Terutama yang sering digunakan pada saat sekarang adalah
chlorhexidin atau heksitidin yang telah terbukti efektif dalam meredakan proses
peradangan pada jaringan periodontal dan dapat mematikan bakteri patogen
periodontal serta dapat meghambat terbentuknya plak.
4.
Bedah
periodontal
Pada kasus-kasus yang lebih parah, tentunya perawatan yang
diberikan akan jauh lebih kompleks. Bila dengan kuretase tidak berhasil dan
kedalaman poket tidak berkurang, maka perlu dilakukan tindakan operasi kecil
yang disebut gingivectomy. Tindakan operasi ini dapat dilakukan di bawah bius
lokal.
Pada beberapa kasus tertentu yang sudah tidak bisa diatasi dengan
perawatan di atas, dapat dilakukan operasi dengan teknik flap, yaitu prosedur
yang meliputi pembukaan jaringan gusi, kemudian menghilangkan kotoran dan
jaringan yang meradang di bawahnya.
5.
Ektraksi gigi
Bila kegoyangan gigi parah atau
didapatakan gangren pulpa, maka dilakukan ektraksi gigi.
Tindakan Pencegahan:
- Sikat gigi dua kali
sehari, pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur.
- Lakukan flossing sekali
dalam sehari untuk mengangkat plak dan sisa makanan yang tersangkut di
antara celah gigi-geligi.
- Pemakaian obat kumur anti
bakteri untuk mengurangi pertumbuhan bakteri dalam mulut, misalnya obat
kumur yang mengandung chlorhexidine. Lakukan konsultasi terlebih dahulu
dengan dokter gigi Anda dalam penggunaan obat kumur tersebut.
- Berhenti merokok
- Lakukan kunjungan secara
teratur ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk kontrol rutin dan pembersihan.
2.4.LESI
ENDO PERIO
A.
Definisi
Lesi Endo-Perio adalah lesi periapikal yang berasal dari infeksi
pulpa dan nekrosis berdrainase ke rongga mulut melalui ligament periodontal,
menyebabkan kerusakan ligament periodontal dan tulang alveolar yang berdekatan
(Carranza,2006).
B.
Etiologi
Pulpa gigi dan jaringan periodontal berhubungan sangat dekat.
Pulpa berasal dari dental papilla dan ligamen periodontal berasal dari folikel
gigi dan dipisahkan serabut epitel Hertwig. Seiring dengan pertumbuhan gigi,
akar terbentuk, terdapat tiga kemungkinan area pertukatan elemen infeksius dan
iritan yaitu (1) tubulus dentinalis (2) kanal lateral dan aksesoris (3) foramen
apical.
Faktor etiologi diantaranya bakteri, jamur, dan virus
berkontribusi cukup besar seperti trauma, resorpsi akar, perforasi, dan
malformasi gigi berperan dalam perkembangan lesi (Rotstein, 2006).
Pemerikasaan faktor-faktor etiologi yang menyebabkan lesi
kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan, menunjukan bahwa faktor-faktor
ini berasal dari lesi pulpa atau periodontium atau faktor lain yang berpengaruh
terhadap lesi kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan (Weine, 1976;
Grossman, 1988; Cohen & Burn, 1994; Walton & Torabinejab, 1996 sit
Armilia, 2005).
Efek Penyakit Pulpa dan Prosedur Endodontik terhadap Jaringan
Periodontium
Faktor-faktor etiologi karena penyakit pulpa dan prosedur
perawatan saluran akar yang dapat menyebabkan timbulnya kelainan pada jaringan
periodontium, yaitu (Weine, 1976; Cohen & Burn, 1994; Walton &
Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005) :
1. Iritan dari Jaringan pulpa nekrosis
Iritan dari jaringan pulpa nekrosis dapat mengakibatkan kelainan
di dalam jaringan periodontium. Lesi periradikuler pada molar cenderung
menyebar terutama ke arah furkasi dan tidak selalu hanya melalui membran
periodontium. Akibat terbentuknya lesi endodontik, jaringan periodontium
diganti oleh jaringan ikat inflamasi tanpa kerusakan permanen dari pelekatan
jaringan ikat pada permukaan akar.
2. Prosedur perawatan endodontik
Prosedur perawatan endodontik dapat mengakibatkan lesi
periodontik. Setelah ekstirpasi pulpa, pembersihan dan pembentukan saluran akar
dapat mendorong debris ke dalam membran periodontium sehingga menyebabkan terjadinya
reaksi inflamasi akut di dalam periodontium berupa resorpsi sementum dan tulang
alveolar.
Kesalahan selama prosedur perawatan
endodontik, misalnya terjadi perforasi dasar kamar pulpa atau perfokasi akar
atau terjadi fraktur vertikat saat obturasi atau pemasangan pasak, akan merusak
jaringan periodontium.
3. Bahan-bahan saluran akar.
Bahan yang dipakai di dalam saluran akar selama perawatan, dapat
meresap melalui tulubus dentin dan menyebabkan nekrosis pada sementum. Hal ini
akan menghambat penyembuhan jaringan periodontium yang terinflamasi.
Efek Penyakit Periodontium dan Prosedur Perawatannya terhadap
Jaringan Pulpa
Apakah penyakit periodontium mempengaruhi pulpa melalui saluran
lateral atau foramen apikal, masih diperdebatkan. Penyakit periodontium dan
prosedur perawatannya yang dapat mempengaruhi kelainan jaringan pulpa,
diantaranya (Weine, 1976; Cohen & Burn, 1994;Walton & Torabinejab, 1996
sit Armilia, 2005) :
1. Penyakit periodontium yang progresif.
Penyakit periodontium yang progresif dapat mengakibatkan migrasi
pelekatan ke arah apikal dan terbukanya permukaan akar pada rongga mulut dan
masuknya iritan (bakteri plak). Saluran akar yang terbuka dapat meneruskan
produk toksik ke dalam pulpa yang dapat menyebabkan kelainan atropik,
degeneratif, inflamatif dan resorptif. Akumulasi plak pada akar dekat apeks,
dapat menyebabkan inflamasi dan nekrosis pulpa.
2. Perawatan periodontium yang invasif.
Perawatan periodontium yang invasif, misalnya kuretasi yang dalam,
akan merusak pembuluh darah di apikal dan menyebabkan nekrosis pilpa. Skeling
dan root planing permukaan akar akan membuang sementum dan mengakibatkan
terbukanya tubulus dentin dan saluran akar lateral. Hal ini masih
diperdebatkan, apakah dapat menyebabkan perubahan patologis yang bermakna terhadap
jaringan pulpa.
Faktor-faktor Etiologi Lain yang Berpengaruh terhadap Lesi
Kombinasi
Faktor-faktor etiologi lainnya yang dapat mempengaruhi lesi
kombinasi yang memerlukan perawatan gabungan, adalah (Grossman, 1988 sit Armilia,
2005):
1. Faktor-faktor anatomis tidak khas.
1) Susunan gigi yang jelek merupakan faktor pemicu trauma,
misalnya impaksi makanan dan trauma oklusi.
2) Adanya gigi berakar banyak pada posisi yang biasanya ditempati
oleh gigi berakar tunggal, atau pada gigi berakar banyak ada akar-akar
tambahan, terpisah atau bersatu.
3) Adanya saluran-saluran tambahan yang mengakibatkan perubahan
dalam morfologi gigi berakar tunggal atau banyak.
4) Projeksi email servikal ke dalam furkasi gigi berakar banyak.
5) Saluran-saluran lateral yang besar pada bagian koronal atau
bagian tengah akar.
2. Trauma
1) Trauma dapat menimbulkan poket periodontal yang dalam atau
terbukanya furkasi pada gigi berakar banyak. Bila terdapat saluran lateral yang
besar pada daerah poket, pulpa biasanya akan terbukan terhadap lingkungan mulut
sehingga menyebabkan timbulnya masalah periodontal dan juga dapat mengakibatkan
terjadinya pulpitis ireversibel.
2) Kemungkinan trauma menyebabkan fraktur mahkota, fraktur akar
atau migrasi akar yang dapat mengakibatkan terjadinya pulpitis ireversibel,
nekrosis atau penyakit periapikal.
3) Kemungkinan trauma melibatkan pulpa dan gangguan membran
periodontium, dengan fistula yang mengalir melalui jaringan periradikuler dan
keluar melalui krevis gingival.
4) Kemungkinan trauma mengakibatkan adanya perubahan seluler atau
periodontium yang dapat menimbulkan terjadinya resorpsi internal atau eksternal
yang berhubungan dengan perfokasi akar. Trauma gigi dapat berasal dari pukulan
tidak sengaja, prepasi kavitas, perawatan ortodontik, maloklusi dan kebiasaan
yang merusak.
3. Faktor-faktor lainnya.
1) Kesalahan iatrogenik, misalnya perforasi ke dalam furkasi gigi
berakar banyak pada waktu terapi saluran akar, perfokasi akar pada waktu
preparasi pasak, atau perforasi apad bagian apikal akar bengkok pada waktu
instrumentasi.
2) Kemungkinan faktor-faktor sistemik, misalnya penyakit sistemik
(diabetes) yang dapat menyebabkan terjadinya lesi gabungan.
C.
Penampakan Klinis
Poket periodontal yang dalam dan local sepanjang apeks gigi.
Infeksi pulpa berdrainase melalui kanal aksesorius, terutama pada area furkasi
, dan mengarah pada keterlibatan furkasi dengan menghilangnya perlekatan
klinisn dan tulang alveolar (Carranza, 2006).
Secara subjektif, riwayat lengkap dengan rincian tempat, lama,
intensitas dan seringnya rasa nyeri, juga obat yang di pakai untuk
menghilangkan rasa nyeri dapat memberikan informasi yang berguna untuk membantu
menemukan sumber kelainan. Gejala subjektif biasanya disertai adanya (Harty,
1990; Walton & Torabinejab, 1996 sit Armilia, 2005):
1. Rasa sakit
Lesi pulpa dan periradikuler merupakan fenomena lokal dan
cenderung menimbulkan rasa sakit yang hebat yang memerlukan analgetik. Pada
penyakit periodontium yang bersifat kronis, prosesnya merata serta sedikit atau
tidak ada rasa sakit yang berarti. Pada tahap akut, dapat diikuti dengan
derajat sakit moderat, misalnya pada pembentukan periodontal atau ulseratif
gingivitis.
2. Pembengkakan
Pada gigi dengan lesi pulpa, pembengkakan terlihat di apikal
daerah pertemuan mukogingival di mukosa alveolar. Pembengkakan pada wajah
terjadi pada gigi dengan lesi endodontik, jarang terlihat pada gigi dengan
pembentukan abses periodontal yang pembengkakannya cenderung terlihat di daerah
attached gingiva.
2.5.LUKSASI
A. Definisi
Luksasi adalah gigi yang berubah tempat baik sebagian maupun
keseluruhan. (Wolfson, 2010). Luksasi gigi merupakan dislokasi atau kehilangan
gigi karena kehilangan perlekatan periodontal (John, 1999). Gigi yang mengalami
luksasi rontgen periapikal akan menunjukkan adanya pembesaran ruang ligament
periodontal dan pada ekstrusi, terdapat daerah radiolusen di apeks alveolus.
Pemeriksaan klinis terdiri atas pemeriksaan mobilitas secara digital dan
palpasi dinding alveolar. Tulang bagian fasial terutama pada bagian anterior
maksila, biasanya mengalami fraktur dengan penggeseran fragmen-fregmen
(Pederson, 1996).
Derajat kegoyahan gigi (Duncan, 2007)
1. Derajat 1 : mobilitas mahkota gigi 0,2 sampai 1 mm dalam arah
horizontal
2. Derajat 2 : mobilitas mahkota
1 sampai 2 mm dalam arah horizontal
3. Derajat 3 : mobilitas mahkota gigi
> 2mm dalam arah horizontal disertai dengan mobilitas dalam arah
vertikal ketika tekanan diaplikasikan pada permukaan oklusal ( gigi dapat
tertekan ke dalam soket)
B. Etiologi
Penyebab luksasi biasanya adalah hantaman tiba-tiba seperti
pukulan atau terbentur objek yang keras ketika terjatuh. Pada umumnya makin
parah luksasinya makin besar pula kerusakan pada periodontium dan kerusakan
pulpanya. Tipe luksasi diantaranya menurut (Walton, 2003):
1. Luksasi ekstrusi
Gigi sebagian telah berubah letak di soketnya namun masih disumbu
panjangnya. Gigi yang terangkat ke atas (ekstrusi) seperti ini mobilitasnya
meningkat dan pada radiograf terlihat ada perubahan letak. Pulpanya biasanya
tidak memberikan respon terhadap pengetsaan
2. Luksasi lateral
Akibat trauma, gigi berubah bentuk kea rah lingal, bukal, mesial,
atau kea rah distal, yang berarti sudah diluar posisi normalnya dari sumbu
panjang. Jika apeksnya telah mengalami translokasi selama perubahan letak ini,
gigi bisa cukup kuat (tidak goyang). Gigi mungkin sensitive mungkin juga tidak
terhadap perkusi. Jika giginya tidak goyang, akan terdengar suara metal ketika
diperkusi, yang menandakan bahwa gigi telah terdorong masuk ke dalam tulang
alveolus.
3. Luksasi intrusi
Gigi terdorong masuk ke dalam soketnya dalam arah aksial (arah
apeks), kadang-kadang bernar-benar seperti tenggelam sampai tidak terlihat.
Mobilitasnya menurun dan menyerupai ankilosis.
C. Perawatan
Perawatan gigi yang luksasi menurut Pederson (1996) yaitu hanya
berupa pemeriksaan sampai dengan stabilisasi yakni dengan menggunakan splint.
Digital molding dari alveolus yang fraktur bisa dilakukan bila memungkinkan.
Diusahakan untuk mengembalikan posisi gigi yang mengalami ekstrusi, kemudian
menstabilkannya pada posisi normal. Secara umum gigi yang mengalami luksasi
dibebaskan dari oklusi. Splinting dilakukan
dengan cara memasang pita atau braket dengan cara etsa asam atau
bonding, membonding pesawat (bonded appliance) dan pengawatan atau ligasi
terhadap arch bar. Rongten periapikal
dibuaat sesudah stabilisasi untuk dipakai sebagai pedoman pemeriksaan
radiografis jangka panjang. Durasi pemasangan splint tergantung pada
individunya, berkaitan erat dengan derajat awal kegoyangan gigi, dan luasnya
kerusakan alveolar, tetapi biasanya dilepass setelah tiga sampai lima minggu.
Pemeriksaan klinis pada kunjungan berikutnya sangat penting untuk gigi yang
mengalami luksasi yaitu untuk mengamati perlekatan ulang ligamenperiodontium
dan kondisi pulpa. Rujukan ke ahli endodontic untuk perawatan selanjutnya
mungkin perlu dilakukan.
Gigi dengan luksasi lateral dapat dibiarkan tidak dirawat atau
dicabut, bergantung pada keparahan cedera. Gigi dengan luksasi intrusi harus
dievaluasi dengan cermat untuk menentukan arah intrusi. Bantuan radiograf
sangat berguna dalam hal ini. Pada cedera luksasi, apa pun tipenya, diagnosis
dan perawatannya sering sukar dilakukan sehingga perlu bantuan spesialis.
Luksasi ekstrusi dan luksasi lateral harus direposisikan dan didisiplinkan
dengan penggunan splin. Lama pemasangan splin bergantung pada keparahannya.
Pada ekstruksi mungkin hanya perlu 2 sampai 3 minggu sedangkan pada luksasi
yang juga dengan fraktur tulang mungkin harus sampai 8 minggu. Jika giginya
nekrosis atau pulpitis ireversibel, maka perawatan saluran akar harus dilakukan
(Walton,2008).
Penegakan diagnosisnya kerap memerlukan gabungan tanda dan gejala
seperti perubahan warna mahkota, tidak adanya respons pulpa terhadap tes
elektrik, dan lesi periradikuler pada radiograf. Pada gigi yang mengalami
cedera luksasi yang sampai melibatkan cedera pada pulpa dapat menyebabkan
terjadinya perubahan warna mahkota gigi tersebut. Jika pulpa tidak sembuh dan menjadi
nektrotik, mahkota akan menggelap menjadi keabu-abuan dan sering disertai
dengan hilangnya trasnslusensi. Perubahan warna juga bisa diakibatkan calcific metamorphosis yang
meningkat(Walton,2008).
Perawatan luksasi intrusi bergantung pada maturasi akar. Jika
giginya belum tumbuh sempurna dengan apeks yang masih terbuka, gigi ini mungkin
akan bisa erupsi lagi. Jika giginya telah tumbuh sempurna, mungkin perlu
dilakukan ekstrusi aktif segera setelah cedera, biasanya secara ortodonsia.
Pada kasus luksasi intrusi yang parah, dimana gigi benar-benar terbenam ke
dalam tulang alveolar, reposisi secara bedah adalah pilihannya. Perawatan
saluran akar merupakan indikasi pada gigi yang intrusi kecuali pada gigi yang
akarnya belum matang yang pulpanya masih bisa mengalami revaskularisasi
(Walton,2008).
Gigi dengan cedera luksasi apa pun dan disertai tanda dan gejala
pulpitis ireversibel hatus dirawat endodonsia, prosedurnya adalah prosedur
konvensional dan bisa diselesaikan dalam satu kali kunjungan. Jika pulpanya
telah nekrosis, perawatan dapat diselesaikan dalam satu atau dua kali kunjungan
dengan meletakkan kalsium hidroksida di dalam saluran akar yang telah
dipreparasi selama 1 sampai 2 minggu sebelum obturasi. Jika, selain nekrosis
juga ada resoprsi eksterna, kalsium hidroksida harus dimasukkan di dalam
saluran akar sampai ada bukti terpreparasinya permukaan akar, misalnya sudah
jelasnya pemulihan rongga ligamen periodontium (Walton,2008).
2.6.POLA
RESORBSI AKAR GIGI DECIDUI
Pertumbuhan dan perkembangan gigi merupakan hal yang penting untuk
dipahami oleh seorang dokter gigi dalam
merawat pasien anak. Hal ini berkaitan dengan rencana perawatan yang
akan dilakukan. Selain
itu, rencana perawatan
juga sering kali dihubungkan dengan usia anak ketika anak
tersebut memiliki keluhan pada giginya.Erupsi gigi adalah proses
berkesinambungan meliputi perubahan posisi gigi melalui beberapa tahap mulai
pembentukan sampai muncul ke arah oklusi dan kontak dengan gigi
antagonisnya. Umur kronologis
adalah umur berdasarkan
tanggal, bulan dan
tahun kelahiran (McDonald dan Avery, 2000).
Periode gigi bercampur merupakan periode paling kritis dalam
perkembangan oklusi. Pada periode ini, oklusi bersifat sementara dan tidak
statis sehingga memungkinkan berkembangnya maloklusi. Di dalam bidang
orthodonsia, upaya-upaya untuk mencegah maloklusi lebih efektif dilakukan pada
periode gigi bercampur karena masih ada kesempatan untuk melakukan penyelarasan
oklusi dan menghilangkan faktor penyebab (Kuswandari, 2006).
Pada usia 5-6 tahun gigi geligi desidui akan mulai digantikan oleh
gigi geligi permanen. Gigi insisivus sentralis rahang bawah dan gigi molar
pertama merupakan gigi geligi permanen yang pertama sekali erupsi di dalam
mulut. Umumnya urutan erupsi gigi geligi pada rahang atas dalah sebagai berikut
: molar pertama, insisivus sentralis, insisivus lateralis, premolar pertama,
premolar kedua, kaninus, molar kedua, dan molar ketiga atau biasanya
dinomenklaturkan menjadi 6-1-2-4-5-3-7-8, sedangkan pada rahang bawah (6-1)-2-3-4-5-7-8
(Bishara, 2006).
Waktu erupsi gigi tiap anak
berbeda-beda, dipengaruhi oleh nutrisi dan
ras. Faktor nutrisi yang mempengaruhi antara lain kandungan gizi, pola makan, dan jenis makanan. Kebiasaan makan dan jenis
makanan pada setiap ras juga berbeda-beda.
Erupsi gigi merupakan
suatu perubahan posisi
gigi yang diawali
dengan pertumbuhan dalam tulang rahang melalui beberapa tahap
berturut-turut hingga mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut (Koch ,
1991).
Erupsi gigi dimulai
setelah pembentukan mahkota
dilanjutkan dengan pembentukan
akar selama usia kehidupan dari gigi dan terus berlangsung walaupun gigi telah
mencapai oklusi dengan gigi antagonisnya (Moyers, 2001).
2.7.SISA
AKAR
Karies gigi
terjadi karena ada bakteri di dalam mulut dan karbohidrat yang menempel di gigi
yang dalam waktu tertentu tidak dibersihkan. Bakteri di dalam mulut akan
mengeluarkan toksin yang akan mengubah karbohidrat menjadi suatu zat yang
bersifat asam yang mengakibatkan demineralisasi email. Jika setiap selesai
makan ada kebiasaan berkumur dan menggosok gigi karies gigi tidak akan terjadi
karena proses demineralisasi bisa diimbangi dengan proses remineralisasi oleh
air liur asalkan kondisi mulut bersih.
Karies yang
pada proses awalnya hanya terlihat bercak putih pada email lama kelamaan akan
berubah jadi coklat dan berlubang. Jika kebersihan mulut tidak dipelihara
lubang bisa menjadi luas dan dalam menembus lapisan dentin. Pada tahap ini jika
tidak ada perawatan gigi lubang bertambah luas dan dalam sampai daerah pulpa
gigi yang banyak berisi pembuluh darah, limfe, dan syaraf. Pada akhirnya gigi
akan mati, mahkota menjadi keropos, patah sedikit demi sedikit sampai
mahkotanya habis dan hanya tinggal sisa akar gigi (Howe, 1993)
Sisa akar
yang bertahan didalam mulut tidak baik bagi rahang maupun gusi bahkan bagi
kesehatan tubuh secara keseluruhan. Bahkan sebenarnya salah satu penyebab sisa
akar dan sering kali disanggap sebagai gigi lapuk / keropos oleh kebanyakan
orang sebenarnya diakibatkan oleh lubang gigi parah yang akhirnya membuat
mahkota gigi habis membuat kesan gigi lapuk yang mudah hancur. Bakteri baik pada sisa akar akibat gigi berlubang
maupun dari akibat lainnya dapat menjadi fokal infeksi dan membahayakan kesehatan
tubuh. Sisa akar juga membuat kebersihan mulut sulit untuk dipertahankan dan
tentu saja meninggalkan kesan jorok dan tidak sedap dipandang. Perawatan yang
dapat dilakukan pada sisa akar gigi desidui
ini yaitu pencabutan (Maulani, 2005).
BAB III
DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING
3.1 DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING GIGI 55
Beradasarkan pemeriksaan subjektif menunjukkan bahwa pasien
mengeluhkan gigi belakang kanan atas yang berlubang besar dan terasa sakit bila
untuk makan. Sejak kemarin gigi tersebut
kambuh lagi sakitnya dan sampai sekarang masih sakit, terus menerus, berdenyut
bahkan hari ini dirasa semakin bertambah sakit,
kalau bersentuhan dengan gigi rahang bawah berambah sakit. Pada
pemeriksaan intraoral pada elemen gigi 55 didapatkan, kavitas pada permukaan
buko-oklusal kedalaman dentin dengan
pulpa terbuka. Pada pemeriksaan objektif terdapat hasil bahwa sondasi : negatif
(-), perkusi :positif (+), palpasi : negative (-), tes termal dingin (CE):
negatif (- ). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa gigi tersebut
sudah non vital dan mengalami abnormalitas pada jaringan periodontal. Hal ini
didukung oleh hasil pada tes termal dingin (CE) dengan hasil negatif dan tes
perkusi dengan hasil positif. Diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan
kondisi dari gigi ini adalah pulpa nekrosis dengan periodontitis. Hal ini
sesuai sesuai teori yang dinyatakan oleh Grossman (1995), diagnosis pulpa gigi
nekrosis dengan kista radikular tidak bereaksi terhadap stimulis listrik atau
termal, dan hasil tes klinis lannya adalah negative dan tekanan cukup untuk
menggerakkan dan menyebabkan sakit pada gigi yang bersangkutan, hal ini
disebabkan oleh timbunan cairan kista.
Gejala umum nekrosis pulpa :
1.
Simptomnya sering kali hampir sama dengan
pulpitis irreversible
2.
Nyeri spontan atau tidak ada keluhan nyeri
tapi pernah nyeri spontan.
3.
Sangat sedikit/ tidak ada perubahan
radiografik
4.
Mungkin memiliki perubahan-perubahan
radiografik defenitif seperti pelebaran jaringan periodontal yang sangat nyata
adalah kehilangan lamina dura
5.
Perubahan-perubahan radiografik mungkin
jelas terlihat
6.
Lesi radiolusen yang berukuran kecil
hingga besar disekitar apeks dari salah satu atau beberapa gigi, tergantung
pada kelompok gigi.
Keluhan subjektif :
1.
Gigi berlubang, kadang-kadang sakit bila
kena rangsangan panas
2.
Bau mulut (halitosis)
3.
Gigi berubah warna.
Pemeriksaan objektif :
1.
Gigi berubah warna, menjadi abu-abu
kehitam-hitaman
2.
Terdapat lubang gigi yang dalam
3.
Sondenasi,perkusi dan palpasi tidak sakit
4.
Biasanya tidak bereaksi terhadap tes
elektrik dan termal. Kecuali pada nekrosis tipe liquifaktif.
5.
Bila sudah ada peradangan jaringan
periodontium, perkusi sakit.
Walaupun gigi nekrosis tanpa pembengkakan tidak memberikan respons terhadap
stimuli, gigi tersebut mungkin masih mengandung jaringan terinflamasi vital di
saluran akar di daerah apeks dan memiliki jaringan periradikuler terinflamasi
yang menimbulkan nyeri (periodontitis akut). Oleh karena itu, demi kenyamanan
dan kerja sama pasien, anestesi lokal hendaknya diberikan (Tarigan, 1994;
Walton dan Torabinejad, 2002).
Perawatan
yang dapat dilakukan berdasarkan skenario di atas adalah pulpektomi untuk pulpa
saluran akar non vital dan terinfeksi. Perawatannya berbeda dengan perawatan
pulpektomi pada saluran akar vital yang dapat dilakukan hanya dengan satu kali
kunjungan. Pada kasus ini perawatannya harus dilakukan beberapa kali kunjungan
untuk meredakan rasa sakit yang ada. Hal ini karena pada kasus gigi desidui non
vital terinfeksi, preparasi mekanis tidak disarankan dilakukan pada kunjungan
pertama.
Indikasi perawatan pulpektomi antara
lain adalah
- gigi desidui dengan ada inflamasi pulpa yang meluas dari koronal
namun akar dan tulang alveolar tidak terjadi resorbsi yang patologis
- gigi desidui dengan pulpa yang nekrosis, sedikit resorbsi akar dan
minimum destruksi tulang pada area bifukarsio
Kontraindikasi perawatan pulpektomi
antara lain adalah
- gigi dengan mahkota yang tidak dapat direstorasi
- adanya perluasan infeksi hingga periradikuler dan meluas ke gigi
benih gigi permaen
- resorbsi patologis
- resorbsi internal yang berlebih
- pembukaan dasar pulpa hingga bifukarsio
- pasien dengan penyakit sistemik (Ingle,
Bakland. 2002).
Kunjungan pertama yang dapat dilakukan adalah trepanasi agar
terjadi drainase untuk meredakan rasa sakit jika ada abses kronis maupun akut.
Selanjutnya dapat dilakkan pembersihan pulpa dan jaringan nekrotik. Cotton
pellet yang sudah diberi formocresol dan
diserap diletakkan di kamar pulpa dan ditutup dengan zinc oxyde eugenol (ZOE)
(Bastawi, 1980).
Kunjungan
selanjutnya dapat dilakukan pelebaran saluran akar kemudian diletakkan bahan
dressing dan tutup dengan bahan tumpatan sementara. Kunjungan ketiga dilakukan
pengecekkan mengenai gejala yang timbul. Jika gigi asimptomatik maka dapat
dilakukan pengisian saluran akar. Evaluasi dapat dilakukan pada waktu 6 hingga
12 bulan paska perawatan. Bahan pengisi saluran akar yang tepat untuk gigi
desidui adalah bahan yang dapat diserap sehingga tidak menganggu rsorbsi akar
untuk pertumbuhan gigi permanen (Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008).
3.2 DIAGNOSIS DAN TREATMENT PLANNING GIGI 64
Kavitas pada permukaan mesio-oklusal kedalaman dentin (pulpa belum
terbuka).
Sondasi : -
Perkusi : -
Palpasi :
-
CE : +
Hasil test CE menunjukkan respon +,
yaitu gigi terasa linu. Hal tersebut membuktikan bahwa gigi 64 masih vital
karena syaraf masih tersensitisasi oleh CE. Kavitas pada permukaan
mesio-oklusal kedalaman dentin. Adapun klasifikasi kavitas pada kasus menurut
teori Black, termasuk kavitas kelas 2 yaitu mengenai permukaan proksimal gigi
posterior (Qualtrough et al, 2005). Pada tampakan radiografi, gigi 64 sudah
mengalami resorbsi akar. Gigi 24 sebagai gigi pengganti sudah terlihat akan
erupsi. Erupsi normal gigi 24 pada umur 10-11 untuk rahang atas.
Saat pulpa dalam gigi diiritasi akan menghasil rasa tidak nyaman
pada pasien tetapi hilang cepat setelah iritasi, ini diklasifikasi sebagai pulpitis reversible.
Faktor kausatif termasuk karies, dentin terbuka, perawatan dental, dan
restorasi yang jelek.Hilang iritan secara konservatifdapat menghilangkan
simptomnya. Keliruan dapat terjadi saat tampak dentin terbuka , tetapi tanpa
patosis pulpa dapat respom terhadap nyeri tajam dan reversibel kalau terjadi
stimuli termal, evaporative, taktil, mekanis, osmotic atau kimiawi. Ini
disebutkan sebagai sensitivitas dentin.
Pergerakan cairan dalam tubulus dentinalis menstimulasi odontoblas
dan konduksu serabut syaraf A delta dalam pulpa, dimana akan menghasil rasa
nyeri tajam. Saat mendiagnosis, harus mebedakan sensitivitas dentin dengan pulpitis reversibel.(Cohen , 2011)
Seperti yang diimplikasi pada nama penyakitnya, perubahan pada
pulpal adalah fokal dan reversibel jika faktor kausatif dihilangkan. Jika kausa
diidentifikasi dan elminasi, pulpitis reversibel akan dicegah dan mengembalikan
gigi ke tahap normal. (Regezi, 2008)
Menimbang usia pasien masih 9 tahun
3 bulan, treatment planning untuk gigi 64 yaitu tumpatan resin komposit.
Menurut Ireland (2006), indikasi penggunaan resin komposit yaitu :
a. Kecil, medium, besar restorasi oklusal pada gigi posterior.
b. Kecil, medium, besar pada restorasi proximal pada gigi premolar
dan kecil sampai sedang pada preparasi proximal gigi molar permanen.
c. Lesi servikal pada semua gigi.
d. Restorasi incisal edge.
e. Fissure sealant dan preventive restorasi.
Gigi 64 terdapat kavitas di sebelah mesio-oklusal, kedalaman
dentin, sondasi perkusi dan palpasinya negative, sedangkan tes CE menunjukkan
hasil yang positif, sehingga gigi tersebut mengalami karies kedalaman dentin,
dan perawatannya adalah penambalan dengan SIK.
Rencana perawatan yang baik dibuat oleh dokter
gigi yang baik. Hal utama pada rencana perawatan yang baik adalah tekad
yang kokoh untuk kebaikan anak seluruhnya, tidak hanya gigi-giginya, dan
untuk mempengaruhi sikap anak terhadapkedokteran gigi, selain melakukan
perawatan yang diperlukan. Perawatan yang berhasil dalam menyelesaikan
perawatan operatif tetapi gagal menyelesaikan sikap positif hanya
bermanfaat bagi anak dalam jangka pendek; jika terbentuk sikapnegatif, dapat
terjadi hal-hal yang lebih buruk. Intisari kedokteran gigi yang baik bagianak adalah
merencanakan dan menjalankan perawatan sedemikian rupa sehingga bermanfaat
bagi anak dalam arti yang luas dalam jangka panjang maupun pendek
(Andlaw&Rock,1992)
Untuk mencapai tujuan ini, perlu
mengetahui lebih jauh mengenai anak daripada hanya keadaan gigi geliginya.
Banyak keterangan yang dapat diperoleh daririwayat social, dental, medis dari
pasien serta pengaruhnya terhadap rencana perawatan. Setiap anak berbeda, dan setiap rencana perawatan yang tepat untuk tiapindividu hanya dapat dilakukan berdasarkanlatar belakang yang
berhubungan.Dengan keterangan mengenai latar belakang ini, gangguan yang
mungkin timbuldapat diantisipasi dan perawatan dapat dierncanakan sedemikian
rupa untuk mengatasi atau menghindarinya (Andlaw & Rock, 1992).
Konsep intervensi minimal dalam
kedokteran gigi menempatkan restorasi sebagai
usaha terakhir. Restorasi diperlukan jika permukaan gigi menjadi
berlubang dan bahan restorasi yang dipilih yang dapat menggantikan dalam hal
estetik dan fungsi. Bahan tersebut antara lain adalah semen glass ionomer.
Semen terbut berfungsi dengan baik sebagai bahan tambal untuk gigi sulung
maupun permanen. (Donly&Brown, 2012)
3.3
DIAGNOSIS DAN TREATMEN PLANNING GIGI 73
Pada 73 terdapat karies dengan kedalaman dentin. Menurut
Herijulianti (2002), karies yang sudah mengenai dentin tetapi belum melebihi setengah dentin disebut dengan
karies media. Tindakan yang dapat dilakukan
terhadap karies pada masa pasca erupsi terdiri dari pencegahan primer, sekunder dan tertier :
a.
Pencegahan Primer
Yaitu pencegahan sebelum gejala klinik
timbul yaitu dengan cara peningkatan dan perlindungan khusus. Peningkatan
kesehatan : pendidikan kesehatan, meningkatkan keadaan sosio-ekonomi
seseorang, standart nutrisi yang baik, membatasi frekuensi makanan dan minuman
yang manis-manis dan pemeriksaan berkala.
b.
Pencegahan
Sekunder
Diagnosa dini dengan pengobatan yang tepat
dan membatasi ketidakmampuan/cacat yaitu pengobatan yang cepat untuk
menghentikan proses penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi. Pada gigi
yang terserang karies dan masih dapat dilakukan penambalan maka dilakukan perawatan
gigi/restorasi gigi. Dengan demikian, lengkung geligi dapat dipertahankan dalam keadaan utuh,
fungsi pengunyahan dipertahankan, infeksi dan peradangan kronis dapat
dihilangkansehingga kesehatan jaringan mulut yang baik dapat
dipertahankan..Selain itu, mempertahankan gigi anterior dapat
mempertahankan fungsi estet ik, membantu fungsi bicara dan mencegah timbulnya efek psikologis
bila gigi tersebut harus dicabut.
c.
Pencegahan Tertier
Gigi dengan karies yang sudah dilakukan
pencabutan terhada prehabilitasi dengan pembuatan gigi palsu. Terdapat beberapa
klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Health Related Behaviour) salah
satu diantaranya adalah perilaku kesehatan (Health Behaviour), yaitu hal-hal yang berkaitan
dengan tindakan atau kegiatan seseorang dalam memeliharadan meningkatkan
kesehatannya. Termasuk juga tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan, memilih makanan, sanitasi
dan sebagainya.
Treatment planning à Perawatan gigi-gigi dengan karies kedalaman dentin tersebut
adalah operative dentistry yaitu restorasi dengan menggunakan semen ionomer
kaca. Ionomer kaca merupakan bahan tambalan yang berwarna seperti
gigi, terbuat dari campuran bubuk kaca dan asam akrilik. Bahan ini dapat
digunakan untuk menambal lubang, khususnya pada permukaan gigi. Ionomer kaca
melepaskan sejumlah kecil fluoride yang bermanfaat bagi pasien yang berisiko
tinggi terhadap karies. Sedikit struktur gigi yang diambil untuk menyiapkan
gigi yang akan ditambal ionomer kaca (Kidd, 1991).
Kecepatan
perkembangan karies di dentin sangan bervariasi. Dalam keadaan lingkungan yang
memungkinkan perkembangan pernyakit ini dapat dihentikan den lesi tersebut
bahkan sebagian dapat mengalami perbaikan. Secara klinis lesi yang progresif
aktif terasa lunak dan berwarna coklat atau kuning. Karena perkembangan lesi
tersebut menyebar maka reaksi pertahanannya tidak akan terbentuk dengan baik.
Nyeri akan mudah timbul pada rangsangan panas, dingin, dan manis. Sebaliknya
lesi yang terhenti atau lesi yang berkembang lambat akan berwarna coklat tua
dan konsistensinya keras. Secara histologi, terlihat jelas reaksi pertahanan
dan dentin reparatifnya. Badan lesi di dentin mengumpulkan zat organik dan mineral
dari cairan mulut. Remineralisasi paling hebat terjadi pada dan didalam
permukaan yang berkontak dengan lingkungan oral. (Kidd, 1991)
Luksasi derajat 1 ataupun subluksasi. Subluksasi
menyebabkan kerusakan pada ligamentum periodontal, namun, gigi masih berada
pada socket gigi. (King, 2004)
Treatment planning :Gigi subluksasi pada bagian labial harus diextraksi ataupun pada
kasus yang selektif direposisi dan displint untuk satu minggu. Hal ini karena
apex gigi akan didesak secara palatal , dan menggangu bagian coronal gigi permanen.
(Andreasen, et al. 2007)
Pada kasus, juga tibanya waktu untuk penanggalan gigi desidui,
makanya gigi dicabut.
3.4 DIAGNOSIS
DAN TREATMENT PLANNING GIGI 74
Mahkota gigi 74 tidak terlihat secara klinis didalam rongga mulut,
tetapi dari hasil pemeriksaan
radiografis ditemukan gambaran akar dari gigi tersebut, sehingga
diagnosis yang bisa ditegakkan untuk gigi 74 adalah radiks atau sisa akar. Sisa
akar dalam ilmu kedokteran gigi disebut “gangren radiks” yang merupakan tempat
yang subur bagi bakteri untuk berkembang biak. sisa gigi atau akar yang
terinfeksi merupakan fokus infeksi yang dapat terjadi di organ tubuh lain
seperti di kulit, mata, THT, saraf dan lainnya. Ada beberapa kemungkinan infeksi yang bisa terjadi disebabkan gangren
radiks , yaitu abses dan grunuloma. Perawatan terhadap kondisi radiks atau sisa
akar ini sebaiknya dilakukan pencabutan sehingga dapat mencegah terjadinya
penyebaran infeksi. (Pintauli,2009)
3.5 TREATMENT
PLANNING HOLISTIC
Perawatan preventif orto
Untuk menganalisis ruang, apakah ruang yang diperlukan
untuk tumbuhnya gigi permanen dan ruang yang tersedia mencukupi, dapat
dilakukan dengan metode moyers atau huckaba. Pada kasus tersebut, gigi
42,41,32,31 pasien telah erupsi, maka dari itu dilakukan metode moyers. Apabila
ruang yang tersedia tidak cukup untuk menampung gigi geligi yang akan erupsi,
maka perlu dibuat space regainer. Bila ruang yang tersedia cukup untuk erupsi
gigi pengganti, maka dibuat space maintainer untuk mempertahankan ruang agar
tidak menyempit.
Perawatan
preventive karies
Hal- hal yang dapat dilakukan untuk preventive
karies menurut angela (2005) antara lain:
1. Diet dan konsumsi gula
Tindaka pencegahan pada karies tinggi lebih menekankan pada
pengurangan konsumsi dan pengendalian frekuensi asupan gula yang tinggi. Hal
ini dapat dilaksanakan dengan cara nasehat diet dan bahan
pengganti gula.
2. Silen
Silen harus ditempatkan secara selektif pada
pasien yang berisiko karies tinggi. Prioritas tertinggi diberikan pada molar
pertama permanen di antara usia 6–8 tahun, molar kedua permanen di antara usia
11–12 tahun, prioritas juga dapat diberikan pada gigi premolar permanen dan
molar susu.
Bahan silen yang digunakan dapat berupa resin
maupun glass ionomer. Silen resin digunakan pada gigi yang telah erupsi
sempurna sedangkan silen glass ionomer digunakan pada gigi yang belum erupsi
sempurna sehingga silen ini merupakan pilihan yang tepat sebagai silen
sementara sebelum digunakannya silen resin. Keadaan dan kondisi silen harus
terus menerus diperiksa pada setiap kunjugan berkala. Bila dijumpai keadaan
silen tidak baik lagi silen dapat diaplikasikan kembali.
3. Penggunaan fluor
Fluor telah digunakan secara luas untuk mencegah
karies . penggunaan flour dapat
dilakukan dengan flouridasi air minm, pasta gigi dan obat mengandung fluor,
pemberian tablet fluor, topikal varnish
4. Klorheksidin
Klorheksiden merupakan antimikroba yang digunakan
sebagai obat kumur, pasta gigi, permen karet, varnis dan dalam bentuk gel.
Flossing empat kali setahun dengan gel klorheksidin yang dilakukan oleh dokter
gigi menunjukkan penurunan karies approximal yang signifikan. Demikian
juga pada anak beresiko karies tinggi hal
ini dapat digunakan untuk
melengkapi penggunaan silen di bagian oklusal gigi.
Dalam kasus tersebut, dilakukan pencegahan karies
dengan:
a. Edukasi pada pasien ibunya untuk mengatur pola
makan, dengan mengurangi konsumsi gula
b. Penggunaan pasta gigi berflouride
c. Fissure sealing
d. Kontrol rutin setiap 6 bulan sekali
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis kasus dan pembahasan yang telah
dilakukan dapat disimpulkan :
1.
Pasien memiliki bebagai
masalah dalam kesehatan gigi dan mulutnya, yaitu berupa: nekrose
pulpa-periodontitis, pulpitis, kegoyahan gigi (luksasi), sisa akar, dan karies.
2.
Perawatan pada masalah
yang dihadapi pasien adalah dengan melakukan perawatan bertahap dan menyeluruh
(holistik), serta mempertimbangan proses tumbuh dan kembang poasien tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Andlaw, R J., Rock, W P. 1992. Perawatan gigi anak Edisi 2. Widya Medika. Jakarta.
Andreasen J O., Andreasen F M., Andersson L. 2007. Textbook and
Color Atlas of Traumatic Injuries to the Teeth, Edisi 4. Wiley-Blackwell. New York.
Armilia, M. 2005. Hubungan Lesi Endodontik-Periodontik. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran. Bandung.
Bastawi AE. 1980. Pulp Treatment, Dalam Handbook of clinical. CV Mosby. St.Louis.
Bernal, Guillermo et al
.A Review of the Clinical Management of Mobile Teeth. The Journal of Contemporary Dental Practice, Volume 3, No. 4,
November 15, 2002.
Bishara, S E. 2001. Textbook of
orthodontics. W.B. Saunders Company. Philadelpia
Carranza FA, Newman MG dan Takei HH. 2002. Carranza’s Clinical Periodontology, Edisi 9.W.B.Saunders Company. Philadephia
Cohen,
Stephen.2010 .Pathways of the Pulp. Mosby Elsevier. USA.
Donly K J., Brown D J. 2012. Identify, protect, and
restore: emerging issues in approaching children’s oral health. diakses pada www.agd.org
Duncan, et al,. 2007. Mosby
Review for The NBDE. Mosby Elsevier. Missouri.
Grossman,
Louis I. 1995. Ilmu Endodontik Dalam
Praktek, Edisi 11. EGC. Jakarta.
Herijulianti E., Indriani , Suasti I T., Sri A. 2002. Pendidikan
Kesehatan Gigi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.
Howe,
Geoffrey L. 1993. Pencabutan Gigi Geligi, Edisi 3. EGC. Jakarta.
Ingle, Bakland, Baumgartner. 2008. Ingle’s
Endodontics 6. Decker Inc. Hamilton.
Ingle, Bakland. 2002. Endodontics.
Fifth edition. Decker Inc. Hamilto.
Ireland,
Robert. 2006. Dental Hygiene and Therapy. Blackwell. USA.
John, Pramod. 1999. Essentials
of Dental Radiology. Jaypee Brothers Medical Publishers.New Delhi
Kenneth M. Hargreaves, Stephen Cohen.2011. Cohen’s pathway of pulp, Edisi 10. Mosby Elsevier.USA.
Kidd, Edwina AM. 1991. Dasar-Dasar Karies dan Penanggulangannya.
EGC. Jakarta.
King, NM. 2004. Management of Common traumatic Injuries to the Primary Teeth. Dental Bulletin. Vol 9. No 10.
Koch, G., T. Modeer., et al. 1991. Pedodontics
a Clinical Aproach. Munksgraad. Copenhagen.
Kuswandari S. Prediksi Ukuran Segmen Gigi Kaninus-Premolar Dengan
Metode Moyers Dan Tanaka-Johnston Pada Anak Indonesia Suku Jawa. Indonesian Journal of Dentistry 2006; 13(1) : 50-54.
Maulani C,
Enterprise J. 2005. Kiat Merawat Gigi
Anak. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.
Mc Donald, R.
and Avery. 2000. Dentistry
for The Child
and Adolescent. Mosby –Year
Book, Inc. Missouri.
Moyers, R. E. 2001. Handbook
of Orthodontics. Year Book Medical Publisher,Inc. Chicago.
Pederson, G. W. 1996. Buku
Ajar Praktis Bedah Mulut. EGC. Jakarta
Periodontal (Gum)
Diseases: Causes, Symptoms and Treatment.
(PDF–1.26 MB). National Institute of Dental and
Craniofacial Research consumer brochure. Bethesda, MD. Reprinted January 2006.

Pintauli S., Hamada T. 2009. Menuju Gigi dan Mulut Sehat : Pencegahan dan Pemeliharaan. USU Press.
Medan.
Qualtrough, A.J.E et al.
2005. Principles of Operative Dentistry.
Blackwell Munksgaard. Great Britain.
Regezi, Scuiubba, Jordan. 2008. Oral Pathology Clinical Pathologic
Correlations, Edisi
5.
Elsevier. Delhi.
Richard G,
Tropazian, Morton H, Goldberg, James R, and Hupp. 2002. Oral and Maxillofacial Infections 4th edition. Saunders Elsevier. Philadelphia.
Rotstein I, and Simon JH. 2006. The endo-perio lesion: a critical appraisal of the disease
condition. Endodontic Topics, Vol 13: 34–56.
Tarigan R. 2002. Perawatan
Pulpa Gigi. EGC. Jakarta.
Torabinejad M, Walton RE. 2002.
Prinsip dan Praktik Ilmu Endodonsia.
EGC. Jakarta.
Walton dan
Torabinejad. 2008. Prinsip dan Praktik
Ilmu Edodontia Edisi 3. EGC.
Jakarta
Walton RE. 2009. Endodontics:
Principles and Practice. Saunders Elsevier. St. Louis
Weine, F. S. 2004. Endodontic Therapy.
Elsevier Mosby Inc. St. Louis.
Wolfson, et al,. 2010. Harwoods-Nuss’
Clinical Practice of Emergency Medicine. Lippincott Williams & Wilkins.USA.
Comments
Post a Comment